98,51 Persen Penduduk Kaltim Sudah Memanfaatkan Fasilitas Kesehatan Modern

Pemerintah Kota Samariunda terus meningkatkan kualitas  prasarana dan sarana Puskesmas sebagai sebagai unit layanan kesehatan tingkat pertama. (Foto Istimewa)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Pembangunan di bidang kesehatan di Kalimantan Timur (Kaltim) terus menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2021 sebanyak 98,51% penduduka Kaltim sudah memanfaatkan fasilitas ksehatan modern, seperti rumah sakit, praktik dokter/tenaga kesehatan, Puskesmas/Puskemas Pembantu.

“Tahun 2021 tinggal 1,49% masyarakat di Kaltim yang berobat jalan di praktik pengobatan tradisional dan lainnya,” kata Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim dalam Laporan Indek Pembangunan Manusia (IPM) Kaltim Tahun 2021 yang dilaunching Plt Kepala BPS Kaltim, Ir Nur Wahid bulan April 2022 lalu.

Menurut hasil updating Potensi Desa (Podes) tahun 2021, lanjut Nur Wahid, persentase desa/kelurahan yang memiliki Puskemas/Puskemas di Kaltim persentasenya sudah mencapai 89,60%.

Tahun 2020, berdasarkan data Dinas Kesehatan Kaltim terdapat 44 rumah sakit umum tersebar di 10 kabupaten/kota, 3 rumah sakit khusus di Kota Samarinda dan Balikpapan, 9 rumah sakit bersalin, serta 187 Puskesmas di Kaltim.

Kemudian, soal pemberian ASI (Air Susu Ibu) , menurut BPS, tahun 2021, pada kelompok anak usia kurang dari 2 tahun, ada sebanyak 94,64% pernah diberikan ASI. Angka ini turun dibandingkan tahun 2020 yang mencapai 95,44%.

“Hal ini bisa disebabkan karena susu formula yang saat ini menjadi lebih umum digunakan dibandingkan dengan dahulu, dan karena sebab satu dan hal lain, misalnya karen air susu alami si ibu yang tidak kelaura sama sekali,” kata Nur Wahid dalam laporan IPM Kaltim 2021.

Selain itu, tahun 2021, secara umum, balita yang mendapat imunisasi dasar lengkap sudah mencapai 63,46%, naik dibandingkan tahun 2020 yang baru 56,97%.

“Hambatan dalam imunisasi ini adalah banyak anak yang mengalami efek samping setelah imunisasi dan ada pula yang tidak melapor, meski sudah mendapat imunisasi dasar lengkap,” sambung BPS.

Hambatan lainnya adalah, adanya fenomena anti vaksin. Yaitu penduduk yang menolak pemberian vaksin pada keluarga sehingga cukup berpengaruh terhadap capain pemberian imunisasi pada balita.

Terkait kecukupan gizi bagi balita, yang erat kaitannya dengan kasus stunting,  prevelensinya, terus mengalami penurunan. Tahun 2018 kasus gizi buruk mencapai 29,20% dan tahun 2019 turun jadi 28,09%.

“Sedangkan angka prevelensi wasting tahun 2018 sebesar 7,60% dan tahun 2019 turun jadi 7,30%,” ungkap BPS.

Menurut definisi WHO, stunting (pendek/sangat pendek) adalah kondisi kurang gizi kronis pada balita (bayi di bawah lima tahun) yang diukur berdasarkan indeks tinggi badan. Sedangkan wasting merupakan kondisi di mana berat badan anak menurun, sangat kurang, atau bahkan berada di bawah rentang normal.

Stunting pada anak-anak dapat berdampak serius pada perkembangan fisik, mental, dan emosinal anak-anak. Ditambah lagi, balita yang menderita wasting (kurus/sangat kurus)  sangat rawan terhadap penyakit infeksi dan memiliki risiko kematian lebih besar.

Untuk memberika jaminan kesehatan kepada penduduk, Pemprov kaltim bersama Pemkab/Pemkot terus meningkatkan jumlah penerima jaminan layanan kesehatan. Penduduk yang memiliki jaminan kesehatan setiap tahunnya terus meningkat.

“Tahun 2018 pendudukan yang meimiliki jaminan kesehatan sebesar 70,84%, kemudian tahun 2020 meningkat jadi 76,99%. Sedangkan di tahun 2021 terjadi penurunan sedikit yakni jadi 76,17%,” lapor BPS.

[Intoniswan|ADV|Diskominfo Kaltim]

Tag: