Perintah Presiden Terkait Tarif PCR Harus Dijalankan

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena. Foto: Tari/Man

JAKARTA.NIAGA.ASIA-Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena mengapresiasi ketegasan Presiden Joko Widodo yang menginginkan tarif tes swab polymerase chain reaction (PCR) menjadi Rp300.000. Ia meminta perintah tersebut harus segera dijalankan oleh pihak-pihak erat kaitannya dengan tes PCR.

“Dalam situasi saat ini, kita tidak boleh memberi toleransi kepada orang-orang yang dengan sengaja tidak menjalankan perintah Presiden Jokowi. Yang dibutuhkan kesatuan gerak kita untuk menaati perintah dari pimpinan negara kita dalam rangka upaya kita untuk bisa menangani pandemi Covid-19 dengan baik,” kata Melki melalui rilisnya, Selasa (26/10/2021).

Politisi Fraksi Partai Golkar ini juga meminta Kementerian Kesehatan dan lembaga terkait lainnya untuk memberikan seruan yang luas untuk berbagai pihak agar harga tes PCR sesuai dengan perintah presiden.

“Kita mesti membuka ruang yang seluas-luasnya agar berbagai pihak yang mampu mengupayakan adanya alat swab PCR yang bagus, murah, terjangkau, ada di seluruh negeri ini, kota, kabupaten, daerah penghubung,” ujar Politisi dapil NTT II itu.

Jika masih ada pihak yang tidak mengikuti perintah presiden terkait harga PCR, sambung Melki, aparat penegak hukum perlu turun tangan melakukan penegakan hukum yang adil dan tegas demi melindungi masyarakat dari sebaran pandemi Covid-19.

Tak Selesaikan Masalah

Sementara anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay menilai langkah pemerintah menurunkan tarif PCR  tak menyelesaikan masalah. Masyarakat, terutama para penumpang pesawat ingin kewajiban tes PCR dihapus.

Saleh mengapresiasi langkah Presiden Jokowi menurunkan harga tes PCR yang selama ini membebani masyarakat. Namun kemudian, Saleh berharap agar masalah utamanya disentuh, yaitu dengan meniadakan tes PCR.

“Penurunan harga PCR tidak menyelesaikan masalah. Sebab, biaya tes PCR tetap saja akan membebani. Apalagi, yang dibebani adalah para penumpang yang menggunakan transportasi udara,” kata Saleh dalam keterangan persnya.

Faktanya, sambung politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini, tidak semua orang yang naik pesawat memiliki dana berlebih. Masih banyak orang yang merasa berat dengan beban membayar tes PCR.

“Belakangan ini, tuntutannya, kan, menghapus persyaratan tes PCR bagi penumpang pesawat. Nah, kalau hanya diturunkan dan diperpanjang masa berlakunya, akar masalahnya belum tuntas. Orang-orang tetap masih harus merogoh kocek lebih dalam untuk membayar tes PCR-nya,” keluh Saleh.

Menurut Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI itu, tes PCR hanya menjamin calon penumpang negatif saat dites. Namun, pasca tes dia tetap rentan terpapar virus. Bisa saja calon penumpang melakukan kontak dengan penderita Covid-19 setelah tes PCR dan sebelum terbang. Akhirya, dia bisa menularkan virus ke penumpang lainnya.

“Orang yang dites itu aman pada saat dites dan keluar hasilnya. Setelah itu, belum ada jaminan. Bisa saja ada penularan pada masa 3×24 jam,” ungkap Saleh.

Sebagai alternatif, pemerintah diminta memilih salah satu dari kebijakan berikut. Pertama, menghapus kewajiban tes PCR bagi penumpang pesawat. Aturan ini diyakini akan bermanfaat untuk menaikkan jumlah penumpang pesawat yang sempat terpuruk.

Kedua, kalaupun tes PCR tetap diberlakukan, maka biayanya diharapkan dapat ditanggulangi pemerintah. Dengan begitu, kebijakan tersebut tidak memberatkan siapa pun. Tentu ini tidak mudah. Karena itu perlu perhitungan yang cermat sehingga tidak membebani anggaran pemerintah.

Ketiga, memperpanjang masa berlaku hasil tes PCR. Kalau perlu, masa berlakunya adalah 7×24 jam. Meskipun ini tetap membebani para penumpang, tetapi tidak terlalu berat sebab hasil tes tersebut dapat dipergunakan untuk beberapa kali penerbangan.

“Dulu masa berlakunya bisa lebih dari seminggu. Kenapa sekarang semakin diperketat? Kalau kasusnya mereda, semestinya masa berlaku hasil PCR pun diperpanjang. Nanti kalau ada kenaikan lagi, bisa dipikirkan untuk memperketat lagi,” pandangnya.

Keempat, lanjut legislator dapil Sumatera Utara II ini, kebijakan tes PCR diganti dengan tes.antigen. Meski tingkat akurasinya lebih rendah dari PCR, namun biaya testing-nya jauh lebih rendah. Para penumpang diyakini masih bisa menjangkaunya.

“Tujuan testing, kan, untuk memastikan bahwa semua calon penumpang tidak terpapar. Nah, antigen ini juga bisa digunakan. Hanya saja, tingkat akurasinya sedikit lebih rendah. Banyak juga orang yang tes antigen yang dinyatakan positif, lalu dikarantina dan diisolasi. Artinya, testing antigen tetap efektif untuk dipergunakan,” tutupnya.

Sumber : Humas DPR RI | Editor : Intoniswan

Tag: