Angka Kelahiran Menurun dan Kematian Meningkat Sampai Tahun 2045

Talkshow Indonesia Research and Innovation (InaRI) Expo 2022 di panggung utama Gedung ICC Kawasan Sains dan Teknologi Soekarno, Cibinong, Kamis (27/10/2022). (Foto BRIN)

CIBINONG.NIAGA.ASIA – Hasil penelitian BPS-BRIN menunjukkan kondisi demografi Indonesia angka kelahiran diproyeksikan mengalami penurunan dan jumlah kematian diproyeksikan semakin meningkat sampai pada tahun 2045. Hal ini disebabkan oleh kematian dewasa (50,2% pada 2015 menjadi 74,9% pada tahun 2045).

Sedangkan biaya bencana alam dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas ekonomi di Indonesia yang tinggi jika dibandingkan manfaat yang diperoleh serta pembangunan berorientasi ekonomi hijau diperlukan untuk menjaga keberlanjutan lingkungan menjadi urgensi sosial demografi.

Peneliti Pusat Riset Kependudukan BRIN sekaligus Koordinator Penelitian Sosial Demografi dalam Praktik Ekonomi Hijau, Sari Seftiani dalam rangkaian talkshow Indonesia Research and Innovation (InaRI) Expo 2022 di panggung utama Gedung ICC Kawasan Sains dan Teknologi Soekarno, Cibinong, Kamis (27/10/2022).

Pusat Riset Kependudukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik dengan melakukan riset tentang sosial demografi dalam praktik ekonomi hijau di Indonesia.  Riset tersebut berupa Kajian Kualitatif Long Form Sensus Penduduk 2020 (SP2020) di 34 provinsi di Indonesia.

Peneliti Pusat Riset Kependudukan BRIN sekaligus Koordinator Penelitian Sosial Demografi dalam Praktik Ekonomi Hijau, Sari Seftiani menjelaskan pembangunan dalam visi Indonesia Emas tahun 2045 memiliki 4 pilar. Pertama, pembangunan manusia dan penguasaan IPTEK.

Kedua, pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Ketiga, pemerataan pembangunan, dan Keempat, pemantapan ketahanan nasional dan tata kelola kepemerintahan.

“Hasil penelitian BPS-BRIN tahun 2021 menunjukkan praktik-praktik ekonomi hijau telah ada di masyarakat. Kemudian komitmen di level global (Paris Agreement), dan tiga isu prioritas dalam Presidensi G20, yaitu arsitektur kesehatan global, transisi energi berkelanjutan (terkait dengan pembentukan habitus baru – pendekatan multidisiplin) dan transformasi digital dan ekonomi menjadi alasan riset ini perlu dilakukan,” terang Sari.

Sari juga menjelaskan tujuan umum penelitian ini, yaitu mengkaji perilaku rumah tangga, komunitas, pelaku usaha dan pemerintah dalam praktik ekonomi hijau dari perspektif sosial demografi untuk mewujudkan kesejahteraan penduduk. Hal ini karena praktik ekonomi hijau sangat berkaitan erat dengan dinamika sosial demografi setempat.

Pemerintah sendiri, lanjut Sari, belum melakukan optimasi pada aset demografi.

“Masih terdapat tantangan dalam pengarusutamaan pembangunan ekonomi hijau di daerah. Implementasi pembangunan ekonomi hijau tidak sesuai dengan rencana program yang ada”, tuturnya.

Pada kesempatan yang sama hadir pula para narasumber dalam talkshow ini yaitu Anggi Pertiwi Putri (Direktorat Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas), Nadia Hadad (Madani Berkelanjutan), dan Marcell Sinay (Wahana Visi Indonesia) yang berdiskusi secara interaktif tentang implementasi dan perencanaan praktik – praktik ekonomi hijau di Indonesia secara berkelanjutan.

“Penelitian sosial demografi dalam praktik ekonomi hijau sangat baik untuk mendukung evidence base policy dan pendekatannya jangan terlalu makro dengan rekomendasi yang sangat tangible,” ucap Anggi Pertiwi- Bappenas.

“Ada banyak tokoh dan kelompok agama yang sudah berkontribusi membantu pemerintah daerah menerapkan ekonomi hijau dan sangat penting pemerintah daerah untuk transfer knowledge, komitmen serta kolaborasi dari berbagai pihak (pentahelix) harus serius dalam mengambil peran untuk mendorong ekonomi hijau di Indonesia,” ujar Nadia Hadad dari Madani Berkelanjutan.

“Kita membutuhkan satu pihak yang mengkoordinir praktik ekonomi hijau secara nyata dari elemen pentahelix yang terkoodinir di satu forum diskusi di tingkat nasional dengan membuat perencanaan, kurikulum dan penguatannya. Mekanisme praktik baik ini didukung dengan sektor-sektor yang berdampak kepada warga,” kata Marcell Sinay – Wahana Visi Indonesia.

“Praktik ekonomi hijau di masyarakat masih skala kecil (bukan high technology) dan tersebar, tetapi apabila dilakukan pelan-pelan, konsisten dan berkelanjutan yang digerakan oleh aspek spiritual akan menghasilkan dampak yang besar nantinya dan kita hidup for better future,” tegas Sari Seftiani.

Rekomendasi dari kajian ini yaitu menambahkan dimensi demografi dalam pendekatan perencanaan pembangunan nasional (D’HITS) yaitu demograsi, holistik, integrative, tematik, spasial.

“Memasukkan unsur sosial demografi dalam pembangunan ekonomi hijau melalui institusi dan teknologi terdiri dari intervensi terkait institusi diantaranya intergenerasional transfer of knowledge, kebijakan hijau (green policy), market-place, penggorganisasian kelompok, afirmasi untuk proteksi. Kemudian Intervensi terkait teknologi diantaranya tepat guna, infrastruktur, sharing knowledge,” pungkas Sari.

Sumber: Humas BRIN | Editor: Intoniswan

Tag: