APBN Terimbas Eskalasi Geopolitik Rusia-Ukraina

Ilustrasi

JAKARTA.NIAGA.ASIA – Berbagai pos di APBN akan terimbas  eskalasi geopolitik Rusia-Ukraina dan dinamika kebijakan moneter Amerika Serikat dinamika global. Kenaikan harga komoditas global, khususnya sektor pangan dan energi yang tengah terjadi, memang memberikan windfall penerimaan negara.

“ Tapi hal ini juga memberikan konsekuensi terhadap belanja seperti belanja subsidi energi, stabilisasi harga pangan, dan berbagai bentuk perlindungan sosial bagi masyarakat. Di sisi pembiayaan pun akan terjadi peningkatan risiko pembiayaan APBN,” kata Plt. Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Abdurrohman, Selasa (5/4/2022).

Menghadapi kondisi seperti itu, kata  Abdurrohman,  APBN akan terus antisipatif mengoptimalkan perannya sebagai shock absorber atau penyerap gejolak berbagai risiko seperti yang dilakukan selama pandemi, baik itu akibat tekanan harga komoditas maupun naiknya cost of fund dari segi pembiayaan karena normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat.

Abdurrohman menegaskan APBN akan terus hadir menjaga pemulihan ekonomi, melindungi kesehatan dan daya beli masyarakat, serta menjaga kesinambungan fiskal.

“Jadi kalau ada gejolak, APBN-lah yang punya peran besar untuk memitigasi dampaknya, terutama yang ke masyarakat. APBN akan menjadi bantalan kebijakan, terutama melalui berbagai kebijakan perlindungan sosial,” katanya.

Menurut Abdurrohman, kenaikan harga energi membawa efek positif bagi neraca perdagangan Indonesia karena menggerek beberapa komoditas utama seperti batubara, nikel, dan tembaga.

“Sebenernya harga komoditas sudah mulai meningkat di 2021 lalu. Kemudian diamplifikasi oleh konflik Rusia-Ukraina. Ini yang sangat tergantung dari skenario seberapa panjang konflik akan terjadi. Jadi kalau konfliknya berlangsung lama, itu pengaruhnya juga akan panjang ke komoditas kita,” ungkap Abdurrohman.

Neraca perdagangan Indonesia konsisten mencatatkan surplus 22 bulan beruntun, mencapai USD3,83 miliar pada Februari 2022. Peningkatan ekspor mendorong terjadinya surplus tersebut.

Ekspor di bulan Februari 2022 tercatat tumbuh 34,14% (yoy), didukung oleh kenaikan ekspor nonmigas unggulan serta sektor manufaktur yang masih tumbuh kuat. Sedangkan impor tumbuh 25,43% (yoy), didominasi oleh jenis barang input (bahan baku dan barang modal) yang mencerminkan berlanjutnya penguatan aktivitas produksi.

Manfaatkan Peluang

Sementara itu, Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan, Kasan,  berpendapat sama. Fenomena commodity supercycle yang terjadi tahun lalu belum akan mereda dan harga-harga komoditas global diprediksi masih tetap akan tinggi.

“Nilai ekspor Indonesia untuk produk CPO dan turunannya serta produk-produk pertambangan (batu bara, timah, nikel, dan tembaga) diproyeksikan akan mengalami peningkatan pada kuartal II-2022,” ungkap Kasan.

Kasan menilai terdapat peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspornya dengan adanya sanksi ekonomi negara-negara barat kepada Rusia. Sebagai contoh, AS telah menjatuhkan sanksi berupa larangan impor untuk komoditi migas dan batu bara dari Rusia. Larangan impor tersebut diperluas lagi ke beberapa sektor lainnya seperti sektor perikanan, minuman beralkohol dan perhiasan.

Hal tersebut menurut Kasan tentu menjadi peluang bagi Indonesia untuk dapat mengisi pasar AS khususnya untuk produk-produk perikanan (HS 03) yang nilai impormya dari Rusia di tahun 2021 mencapai USD1,2 miliar. Sementara untuk data impor AS dari Indonesia untuk produk perikanan di tahun lalu mencapai USD1,4 miliar.

“Di tengah berkurangnya pasokan di pasar AS akibat sanksi ekonomi tersebut, Indonesia tentu memiliki peluang untuk mengisi kebutuhan dan meningkatkan pangsa pasar di AS,” pungkas Kasan.

Sumber : Humas Kemenkeu | Editor : Intoniswan

Tag: