Bandara APT Pranoto Sempat 40 Kali Penerbangan Sehari, Turun karena Tiket Mahal?

aa
Kesibukan di pintu masuk terminal keberangkatan di Bandara APT Pranoto Samarinda sebelum pandemi Covid-19. Pada tahun 2019 lalu penerbangan sempat 40 kali dalam sehari dengan pergerakan 4.500 orang baik menuju dan dari Bandara APT Pranoto.(Foto: dok/niaga.asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA — Bandara Aji Pangeran Tumenggung (APT) Pranoto sudah sekitar lima tahun beroperasi sejak 25 Oktober 2018. Penerbangan dari dan menuju Samarinda sempat mencapai 40 kali penerbangan setiap harinya di tahun 2019. Saat ini penerbangan rata-rata hanya mencapai 20 penerbangan.

Rute-rute yang dilayani maskapai di antaranya Jakarta, Surabaya, Makassar, Denpasar, Yogyakarta, serta Berau dengan pergerakan penumpang hingga 4.500 orang per hari. Kini hanya menyisakan rute gemuk seperti Jakarta dan Surabaya, serta Yogyakarta.

Garuda Indonesia, Xpress Air serta Nam Air sebelumnya sempat melayani penerbangan di Bandara APT Pranoto. Kini hanya menyisakan di antaranya Batik Air, Lion Air, Wings Air, Super Air Jet serta Citilink.

Mendekati Ramadan tahun ini di Bandara APT Pranoto, maskapai Batik Air menambah frekuensi terbang (Extra Flight) tujuan Jakarta (CGK) dan Wings Air tujuan Berau (BEJ).

“Sementara yang baru mengajukan extra flight adalah Batik Air dan Wings Air. Mungkin dari statistik data mereka, pertumbuhan penumpang mulai meningkat. Apalagi Ramadan dan Lebaran nanti banyak pergerakan orang. Jadi mereka mengajukan extra flight,” kata Dwi Muji Raharjo, Kepala Seksi Teknik dan Operasi Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU) Kelas I APT Pranoto Samarinda, dihubungi niaga.asia, Senin.

BACA JUGA :

Trafik Tinggi di Bandara APT Pranoto Kejutkan Kemenhub

Dua Garbarata Bandara APT Pranoto Dipasang Selambatnya Desember 2023

Penambahan frekuensi terbang ke Jakarta dan Berau itu bukan tidak mungkin menjadi jadwal tetap kedua maskapai.

“Kalau okupansi atau tingkat isian penumpang agus, mungkin akan ajukan untuk jadwal fix (jadwal tetap),” ujar Dwi Muji Raharjo.

Sejauh ini belum ada kabar dari maskapai tentang rencana rute baru dari dan ke Samarinda, atau mengembalikan rute sebelumnya yang sempat hadir di Bandara APT Pranoto seperti Makassar dan Denpasar.

Meski demikian UPBU Kelas I APT Pranoto Samarinda terus berkomunikasi bersama dengan stakeholder untuk kembali meningkatkan jumlah penumpang pesawat. Di antaranya komunikasi yang dibangun bersama Pemkot Samarinda.

“Kalau dari sisi Bandara APT Pranoto, Kepala Bandara ada komunikasi dengan Wali Kota Samarinda Pak Andi Harun terkait dukungan dan harapan warga Samarinda,” sebut Dwi Muji Raharjo.

“Di antaranya rute Makassar, Banjarmasin, Solo, Semarang. Kemarin kan ada surat Pak Wali Kota ke Kementerian Perhubungan ditembuskan ke kami. Sudah ditindaklanjuti Kemenhub dan disampaikan ke maskapai agar harapan masyarakat itu bisa diakomodir. Dari maskapai sendiri sampai sekarang belum ada kabar terbaru selain extra flight itu,” Dwi Muji Raharjo menambahkan.

Pesawat parkir di apron Bandara APT Pranoto. (foto : istimewa/Bandara APT Pranoto)

Selisih Harga Tiket

Di media sosial maupun perbincangan warga Samarinda, tidak sedikit yang menilai selisih harga tiket misal rute Jakarta, Surabaya dan Yogyakarta di Bandara APT Pranoto lebih mahal ketimbang terbang melalui Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan (SAMS) Balikpapan.

“Soal harga tiket tentu yang punya hitungan adalah maskapai. Kami tidak dalam kapasitas menjawab,” kata Dwi Muji Raharjo.

“Tapi sebenarnya kan ada aturan Tarif Batas Atas (TBA) dan batas bawah (TBB). Memang kalau dilihat dari itu, harga tiket dari Samarinda masih dalam rentang TBA. Cuma yang dirasakan masyarakat kan seolah-olah lebih mahal,” Dwi Muji Raharjo menambahkan lagi.

Apabila harga tiket tidak melewati TBA, Kemenhub sulit untuk memberikan sanksi terhadap maskapai karena tidak melewati TBA.

“Misalkan Jakarta, TBA-nya kan Rp 2 juta. Kalau dijual di harga Rp 1,4 juta itu kan masih jauh di bawah TBA. Di bandara lain, dijual Rp 1 juta atau Rp 1,2 juta tentu di luar kapasitas kami selisih harga yang jauh itu,” sebut Dwi Muji Raharjo.

Pesawat Air Asia PK-AZN saat berada di apron Bandara APT Pranoto Samarinda, Kamis 17 Desember 2020 lewat penerbangan carter. (Foto : Bandara APT Pranoto Samarinda)

“Mungkin karena pemain (maskapai di Bandara APT Pranoto) sedikit. Dulu kan ada Garuda Indonesia, ada Xpress air dan Nam Air sehingga harga kompetitif. Harapan kami ke depan, pelaku (maskapai) kembali warna warni (banyak) di Bandara APT Pranoto,” Dwi Muji Raharjo menjelaskan.

Dwi Muji Raharjo tidak menampik penerbangan dari dan menuju Bandara APT Pranoto Samarinda sempat mencapai 40 penerbangan per hari. Dia juga merespons soal selisih harga tiket Rp 200 ribu-Rp 300 ribu dibanding Bandara APT Pranoto itu menjadi salah satu faktor turunnya angka penumpang dari dan ke Samarinda melalui Bandara APT Pranoto, di mana penumpang lebih memilih ke Bandara SAMS di Balikpapan.

“Kalau kita lihat secara nasional, memang penerbangan kita belum pulih total, baru sekian persen belum 100 persen. Cuma memang seolah rute lebih banyak pilihan (di Bandara SAMS),” kata Dwi Muji Raharjo.

“Dari harga, memang kami pantau di media sosial kami, warganet menyuarakan selisih harga yang lumayan. Tapi dari isian pesawat di Bandara APT Pranoto sementara ini masih bagus,” sebut Dwi Muji Raharjo.

“Itu bukan satu-satunya (selisih harga tiket) penyebab turunnya penumpang di Bandara APT Pranoto. Tapi memang secara nasional, penerbangan belum pulih keseluruhan,” demikian Dwi Muji Raharjo.

Penulis : Saud Rosadi | Editor : Saud Rosadi

Tag: