BI: Cadangan Devisa Diprakirakan akan Meningkat

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo. (Foto Bank Indonesia)

JAKARTA.NIAGA.ASIA-Cadangan devisa pada akhir April 2020 diprakirakan Bank Indonesia akan meningkat menjadi sekitar 125 miliar dolar AS dari sebelumnya sebesar 121 miliar dolar AS pada akhir Maret 2020. Hal tersebut dikarenakan penerbitan  global bond  senilai 4,3 miliar dolar AS oleh Pemerintah.

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo dalam rilisnya setelah mencermati kondisi perekonomian Indonesia khususnya sebagai dampak penyebaran COVID-19, Kamis (9/4/2020).

“ Jumlah cadangan devisa lebih dari cukup untuk pembiayaan impor, pembayaran utang luar negeri pemerintah, dan untuk melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah,” jelas Perry.

Ia juga menjelaskan, kerja sama repurchase agreement line (repo line) dengan Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve) senilai USD60 miliar telah siap untuk  sewaktu-waktu digunakan.

Kerja sama dimaksud telah siap secara administrasi dan teknis untuk  digunakan sewaktu-waktu  menambah kebutuhan likuiditas dolar AS, meskipun tidak akan menambah cadangan devisa.

“ Hal ini menunjukan tingkat kepercayaan Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve) kepada Indonesia dalam mengelola ekonomi dan prospek ekonomi Indonesia ke depan.  Perkembangan harga-harga di pasar terkendali dan rendah,” ungkapnya.

Harga-harga terkendali

Menurut Perry, berdasarkan Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan 46 Kantor Perwakilan Bank Indonesia di daerah, menunjukan bahwa harga-harga di pasar terkendali dan rendah.

Pemantauan harga pada minggu kedua April 2020 menunjukkan inflasi akan berada di sekitar 0,20% (mtm) atau 2,80% (yoy). Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: Koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah melalui TPI/TPID dalam memastikan terpenuhinya kebutuhan pokok;  Tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih rendah dari kemampuan kapasitas produksi nasional sehingga mengalami kesenjangan output yang negatif sehingga tekanan inflasi dari sisi permintaan terkendali; Dampak dari nilai tukar Rupiah terhadap inflasi rendah; dan Terjangkarnya ekspektasi inflasi baik di sisi konsumen dan produsen.

Nilai tukar Rupiah

Tentang nilai tukar Rupiah, Perry  menyebut cenderung menguat kearah Rp15.000 per dolar AS. Nilai tukar Rupiah menguat sesuai dengan mekanisme pasar yang dinamis, sehingga tidak terlepas dari peran pelaku pasar dan eksportir yang ikut menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah.

“Penguatan tersebut mengurangi kebutuhan Bank Indonesia untuk melakukan stabilisasi nilai tukar,” katanya.

Penguatan nilai tukar Rupiah  ini dipengaruhi oleh beberapa faktor  antara lain, nilai tukar Rupiah secara fundamental masih undervalue sehingga akan cenderung menguat, keyakinan pasar terhadap langkah-langkah kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah, Bank Indonesia, OJK dan LPS dalam penanganan COVID–19 dan dampaknya, baik dari sisi fiskal, moneter maupun kredit.

“Kemudian, kondisi risiko di global berangsur-ansur membaik,meskipun  masih relatif tinggi,” Perry menjelaskan.

Salah satu indikatornya yaitu indeks volatilitas pasar keuangan (Volatility Index/VIX)[1] yang membaik. VIX berada pada level 18,8 sebelum adanya pandemi COVID-19 dan saat terjadi kepanikan di pasar keuangan global sekitar minggu kedua-ketiga Maret 2020 VIX berada pada level tertinggi yaitu 82.

Namun, dengan langkah-langkah kebijakan dan stimulus fiskal  yang dilakukan oleh berbagai negara, VIX berangsur-angsur menurun. Selain itu, pasar juga melihat tingkat kenaikan kasus COVID-19 berangsur-angsur menurun didukung oleh langkah-langkah berbagai negara untuk menekan penyebaran pandemi COVID-19, termasuk di Indonesia.

“Penerapan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) yang akan diimplementasikan di DKI Jakarta mulai tanggal 10 April 2020 diprakirakan akan dapat menekan penyebaran pandemi COVID-19,” paparnya.

Perry menegaskan, BI akan terus memperkuat koordinasi ini dengan Pemerintah dan OJK untuk memonitor secara cermat dinamika penyebaran COVID-19 dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia dari waktu ke waktu, serta langkah-langkah koordinasi kebijakan lanjutan yang perlu ditempuh untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap baik dan berdaya tahan. (001)

Tag: