BMKG Minta Pemda Serius Atasi Perubahan Iklim

Derasnya hujan disertai angin kencang menurunkan jarak pandang kurang dari 1 kilometer, Minggu (8/8). BMKG ingatkan Pemda lebih serius lakukan aksi mitigasi perubahan iklim (Foto : Niaga Asia)

JAKARTA.NIAGA.ASIA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meminta komitmen penuh pemerintah daerah (Pemda) dalam aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Peran Pemda dinilai sangat penting karena laju pembangunan di daerah sangat masif.

“Aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim butuh komitmen politik karena harus dimulai dari kepala daerah, yang diwujudkan dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD),” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati melalui siaran pers, Jumat (6/8).

Menurut Dwikorita, Pemda harus mempersiapkan kemungkinan-kemungkinan terburuk dari bencana alam serta dampak perubahan iklim, seperti kejadian badai tropis, banjir, banjir bandang, longsor, angin kencang, dan kekeringan, yang diprediksi akan lebih sering terjadi dengan intensitas yang lebih kuat, ataupun mencairnya es di puncak Jaya Wijaya Papua, yang diprediksi oleh BMKG akan punah di tahun 2025, dan naiknya muka air laut.

“Mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim sudah mendesak harus dilakukan segera untuk mencegah risiko dan kerugian yang lebih besar,” ujar Dwikorita.

Dwikorita menyebut, mengatasi persoalan perubahan iklim adalah tugas yang cukup menantang, karena membutuhkan komitmen gotong royong dan koneksitas yang kuat dari level pusat hingga daerah, dengan usaha-usaha yang komprehensif dan nyata.

Misalnya lebih menggencarkan penghijauan secara tepat, pengendalian tata ruang secara lestari, pencegahan masif terhadap karhutla, menggalakkan penggunaan energi terbarukan dan mengurangi penggunaan energi fosil, serta menerapkan transportasi dan pembangunan infrastruktur yang ramah lingkungan.

“Jika komitmen hanya dilakukan satu daerah saja, maka hal tersebut menjadi kurang berarti. Kita harus membangun persepsi bersama bahwa perubahan iklim ini adalah sebuah kerisauan dan ancaman bersama, yang juga harus dimitigasi bersama-sama, karena dampaknya tidak mengenal batas administrasi. Masyarakat juga harus dilibatkan, tidak hanya pemerintah,” ujarnya.

Dwikorita mengungkap sejumlah fakta yang dirilis World Meteorological Organization (WMO) dimana suhu tahun 2020 menjadi salah satu dari tiga tahun terpanas yang pernah tercatat meski terjadi La Nina. Selain itu, temperatur rata-rata global permukaan bumi saat ini sudah mencapai 1,2 derajat celcius lebih tinggi dari pada tahun 1850-an.

Di Indonesia sendiri, lanjut Dwikorita, berdasarkan pengamatan BMKG, tahun 2020 merupakan tahun terpanas kedua dalam catatan. Pengamatan dari 91 stasiun BMKG menunjukkan suhu rata-rata permukaan pada tahun 2020 lebih tinggi 0,7°C dari rata-rata periode referensi tahun 1981-2010.

Situasi ini, lanjut Dwikorita, memicu pergeseran pola musim dan suhu udara yang mengakibatkan peningkatan frekuensi dan intensitas bencana hidrometeorologi. Salah satunya adalah kejadian kebakaran hutan dan lahan yang tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi kekeringan yang ekstrem, tetapi juga menyebabkan peningkatan emisi karbon dan partikulat ke udara.

“Saya berharap fakta-fakta ini dapat perhatian kita bersama guna mencegah pemanasan global semakin parah,” pungkasnya.

BMKG pun berkomitmen untuk terus meningkatkan kecakapan SDM-nya dan keandalan teknologinya untuk observasi, processing, analisis, prakiraan, prediksi, proyeksi dan peringatan dini, agar tren dan anomali iklim dan cuaca serta potensi kejadian ekstrem dapat terdeteksi lebih dini, sehingga upaya antisipasi dan mitigasi bersama semua pihak dapat dilakukan secara lebih cepat, tepat, dan akurat.

Sumber : BMKG | Editor : Saud Rosadi

 

Tag: