SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Saat ini ada tiga lembaga yang dapat amanat dari UU Perlindungan Konsumen untuk melindungi konsumen. Ketiga lembaga itu, yakni Edukasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Republik Indonesia, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM).
Wakil Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN RI, DR Firman Turmantara Endipraja dalam kuliah umum tentang Hukum Perlindungan Konsumen yang diikuti Mahasiswa Fakultas Hukum Widya Gama Mahakam di Kantor Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMK Kaltim, Jalan MT. Haryono, Selasa (18/10/2022).
“Saat ini masih banyak konsumen tidak mengetahui bahan-bahan pangan yang dikonsumsinya, proses pembuatan, bahkan distribusinya apakah sesuai dengan standar keamanan, kesehatan, legalitas dan kualitasnya,” kata Firman.
BPKN adalah lembaga yang bertanggungjawab melindungi konsumen, mengawasi barang yang beredar di pasar dalam negeri, memulihkan hak-hak konsumen secara profesional dalam menciptakan keamanan, kesehatan dan keselarasan lingkungan (K3L) bagi konsumen.
Konsumen dalam perekonomian memiliki kedudukan yang strategis, tapi lemah posisinya bila berhadapan dengan pelaku usaha. Antara konsumen dengan produsen rawan konflik. Konsumen menginginkan harga barang yang relatif murah, sementara pelaku usaha menginginkan harga yang tinggi. Pada sisi lain, perlindungan terhadap konsumen masih lemah.
Dalam melindungi konsumen, BPKN mengawasi kebijakan pemerintah agar tidak tidak merugikan konsumen, BPSK tugasnya sebagai fasilitator apabila terjadi sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen, dan LPKSM bertugas memberikan pendampingan kepada konsumen dalam memperjuangkan hak-haknya.
Menurut Firman, dalam UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) juga ada pasal yang melindungi konsumen dari kecurangan pelaku usaha, dimana disebutkan; “informasi elektronik atau dokumen elektronik atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Dan setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi dapat dipidana”.
“UU ITE, ancaman hukuman terhadap pelaku usaha dapat dipenjara 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar,” sambungnya.
Firman juga menjelaskan, sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres No.50 tahun 2017 tentang Strategi Nasional Perlindungan Konsumen, penguatan perlindungan konsumen diperlukan pada 9 sektor, diantaranya obat/makanan/minuman, jasa keuangan, jasa pelayanan, perumahan/properti, jasa transportasi, jasa layanan kesehatan, jasa telekomunikasi, barang tahan lama (elektronik, kendaraan bermotor), dan e-commerce.
“Sesuai dengan data yang diterima BPKN sejak 2017 hingga 2022 sektor jasa keuangan (pinjol dan leasing) yang paling banyak dilaporkan konsumen, yakni 2.528 aduan,” ungkapnya.
Firman berharap, peran pemerintah dan masyarat sebagai pelaku konsumen yang cerdas dapat saling bersinergi dalam mengkritisi produk yang digunakan dalam upaya melindungi haknya sebagai konsumen.
[ADV Diskominfo Kaltim | Penulis; Ria Atia Dewi | Editor: Intoniswan]
Tag: Perlindungan Konsumen