Dermaga Sei Menggaris Kembali Dibuka untuk Disinggahi Kapal Fery

Dermaga Sei Menggaris ini tak difungsikan sejak tahun 2017 karena adanya klaim ganti rugi dari masyarakat  atas tanah  dermaga dan jalan ke dermaga. (foto Istimewa/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA-Setelah tak difungsikan lebih kurang 4 tahun, dermaga Sei Menggaris yang dibangun menggunakan dana dari APBN Rp 54 miliar, kembali dibuka untuk disinggahi kapal kapal mengangkut orang dan barang dari dan ke Nunukan, sepanjang tidak ada lagi oknum masyarakat menuntut ganti rugi atas lahan dermaga.

“Rute penyeberangan kapal ferry Nunukan – Sei Menggaris dibuka sejak 14 Februari 2022,” kata Kepala Seksi Prasarana Perhubungan Perairan dan Perkeretaapian, Dinas Perhubungan (Dishub) Nunukan, Munawwir pada Niaga.Asia, Jum’at (18/02/2022).

Jalur  penyeberangan Ferry rute dari dan ke Sei Menggaris  dilayani  KMP Manta 02 yang secara bersamaan melayani pelayaran ke  Sebatik – Nunukan dan Nunukan – Tarakan.

Untuk jadwal pelayaran,  kapal singgah di dermaga Sei Menggaris  sebanyak 1 kali seminggu, sedangkan rute Nunukan – Sebatik, bisa 3 sampai 4 kali seminggu tergantung kebutuhan.

“Kapal melayani rute Nunukan – Sei Menggaris dan sebaliknya berangkat tiap Senin berangkat pukul 07:00 Wita menyesuaikan,”  kata Munawwir.

Dibukanya  kembali  dermaga Sei Menggaris atas permintaan Kepala Desa Samaenre Semaja, yang menginginkan adanya kapal besar melayani transportasi angkutan barang dan orang.

Dibukanya kembali pelayaran ke Sei Menggaris yang  dihentikan tahun 2017, berpotensi menurunkan harga barang-barang kebutuhan masyarakat di Sei Menggaris, yang selama ini diambil dari Kecamatan Nunukan.

“Biaya tiket kapal ferry murah, bisa bawa orang, bisa bawa mobil dan barang. Bedalah kalau carter speedboat bisa sampai Rp 1,4 juta,” ujarnya.

Pelayaran rute Sei Menggaris masuk dalam program subsidi ongkos angkut APBN, biaya perjalanan lebih murah dibandingkan kapal dan speedboat reguler. KMP Manta 02 sendiri diperkirakan mampu mengangkut truk sekitar 18 unit.

Soal Lahan Dermaga dan Jalan

Dikatakan Munawwir, pasca terbangunnya dermaga, Pemerintah Nunukan mulai mengoperasikan tahun 2016 – 2017, namun kegiatan dihentikan karena muncul protes masyarakat yang mengaku pemilik lahan.

Selama proses negosiasi sengketa, kegiatan pelayanan terus dirundung masalah hingga kapal akhirnya dihentikan total selama 3 tahun. Oknum masyarakat meminta ganti rugi lahan di kawasan dermaga dan jalan menuju dermaga.

“Luas dermaga Sei Menggaris sekitar 1.8 hektar diklaim masyarakat, begitu pula jalan menuju dermaga,” terangnya.

Pemerintah Nunukan pernah berupaya penyelesaian masalah dengan menganggarkan ganti rugi lahan, hanya saja niat baik berbenturan aturan. Pasalnya, lahan dermaga dan jalan nyatanya masuk kawasan milik pemerintah pusat.

Batalnya ganti rugi didasari pula atas hasil pemeriksaan BPKP yang menyatakan, pemerintah daerah tidak diperbolehkan membayar atau membeli lahan milik negara yang dikuasai masyarakat.

“Lahan itu masuk program transmigrasi, Pemerintah Nunukan sudah minta ke Kementerian Tenaga Kerja seluas 6 hektar, tapi terkendala banyak tanaman sawit,” bebernya.

Meski pelayaran Sei menggaris dibuka kembali, Dishub Nunukan belum bisa menjamin kegiatan kapal berlangsung normal. Pasalnya,  sebagian keluarga pemilik lahan tetap berusaha minta ganti rugi.

“Tokoh masyarakat dan Kades Samaenre Semaja sudah sepakat, tapi ada keluarga lainnya tidak sepakat, mungkin itu nanti polemiknya,” terangnya.

Penulis : Budi Anshori | Editor : Rachmat Rolau   

Tag: