Dirjen Penataan Agraria Janji Pelajari Dulu Konflik Tanah di Kalimantan Timur

Direktur Jenderal Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN, DR. Dalu Agung Darmawan. (Foto Intoniswan/Niaga.Asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Direktorat Jenderal Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN berjanji akan mempelajari secara menyeluruh sejumlah konflik tanah antara eks warga transmigrasi dengan masyarakat lokal dan konflik tanah hak guna usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit antara masyarakat dengan perusahaan perkebunan di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim).

Direktur Jenderal Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN, DR. Dalu Agung Darmawan menjanjikan hal itu ketika menanggapi pertanyaan wartawan Niaga.Asia, Intoniswan di acara  Sosialisasi Kebijakan Pertanahan/Agraria dan Tata Ruang tentang Reforma dalam Rangka Peringatan Hari Pers Nasional 2024 di Candi Bentar Kawasan Wisata Ancol, Jakarta, hari Selasa (20/2/2024).

Penyelesaian konflik pertanahan yang dikonfirmasi Intoniswan, Pertama; masalah lahan usaha II bagi eks Transmigrasi di Kabupaten Kutai Barat (Kubar) yang belum sepenuhnya dalam penguasaan eks warga transmigran, karena mendapat “perlawanan” dari masyarakat lokal.

Peserta Sosialisasi Kebijakan Pertanahan/Agraria dan Tata Ruang tentang Reforma dalam Rangka Peringatan Hari Pers Nasional 2024 di Candi Bentar Kawasan Wisata Ancol, Jakarta, hari Selasa (20/2/2024). (Foto Intoniswan/Niaga.Asia)

Kedua; permasalahan tanah antara kelompok tani/peternak kerbau rawa melawan perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kampung Pulau Lanting, Kecamatan Jempang, Kabupaten Kutai Barat melawan perkebunan kepala sawit, PT Putra Bongan Jaya (PBJ).

Selain itu, dalam seminar yang sama Intoniswan juga menanyakan apakah luasan HGU Perkebunan Sawit bisa dirasionalisasi dalam rangka menyelesaikan konflik dengan masyarakat, karena faktor penyebab di awalnya HGU diterbitkan tanpa kajian mendalam dan mengabaikan kepentingan masyarakat dalam jangka panjang, sebagai contoh  kawasan Danau Jempang masuk dalam HGU PT PBJ dan ditanami sawit.

Menurut Dirjen Penataan Agraria, konflik pertanahan memang tidak bisa diselesaikan sekaligus, karena setiap konflik kasusnya berbeda-beda dan cara menyelesaikannya berbeda pula.

“Tapi yang jelas untuk menyelesaikan konflik pertanahan Kementerian ATR/BPN sudah membentuk Gugus Tugas Reforma Agraria di tiap provinsi,” kata Dalu.

Dalu juga menginformasikan, konflik pertanahan tidak bisa cepat selesai, karena BPN harus menunggu rekomendasi para pihak yang terlibat dalam konflik. Misalnya untuk menyelesaikan konflik HGU Perkebunan dengan masyarakat, BPN menunggu dulu rekomendasi Kementerian Pertanian yang membawahi kegiatan perkebunan.

Begitu pula dengan penyelesaian konflik tanah di Sumatera Utara antara warga dengan salah satu institusi TNI, BPN menunggu rekomendasi dari TNI.

“Meski tidak bisa cepat menyelesaikan konflik tanah, tapi Kementerian ATR/BPN akan terus bekerja maksimal menyelesaikan konflik tanah,” tegasnya.

Dirjen Penataan Agraria juga berjanji akan meminta kepala kantor wilayah BPN untuk bisa lebih terbuka kepada wartawan dan secara berkala menginformasikan ke publik hal-hal yang sudah dilakukan menyelesaikan konflik.

“Kakanwil BPN itu merangkap sebagai ketua Tim Gugus Tugas penyelesaian konflik di provinsinya bertugas,” kata Dalu.

Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan

Tag: