DPRD dan Lima Organisasi Profesi di Bontang Tolak RUU Kesehatan

Pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Kota Bontang, Kalimantan Timur, saat menyampaikan aspirasi menolak RUU Kesehatan melalui DPRD Kota Bontang dan diterima Wakil Ketua DPRD Bontang, Agus Haris, Senin (28/11/2022). (Foto Istimewa)

BONTANG.NIAGA.ASIA – Wakil Ketua DPRD Bontang Agus Haris sependapat dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Bontang, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Kota Bontang, Kalimantan Timur, yakni menolak RUU Kesehatan.

Ketua IDI Cabang Bontang, dr Anwar mengatakan, penolakan RUU Kesehatan dilakukan seluruh organisasi profesi kesehatan di seluruh Indonesia, dengan berbagai alasan diantaranya, yaitu;

Pertama, kata Anwar, dalam penyusunan draf RUU Kesehatan, baik itu pemerintah maupun DPR tidak melibatkan organisasi profesi kesehatan, sehingga terkesan sembunyi-sembunyi, tertutup dan terburu-buru.

“Kami anggap ini tidak terbuka dan transparansi, karena kami sebagai organisasi profesi tidak dilibatkan dalam penyusunan draf itu. Harusnya inikan kita dilibatkan, tapi ini tidak. DPR dan Kemenkes katanya tidak merasa menginisiasi penyusunan RUU kesehatan ini, jadi terkesan saling lempar,” ujarnya saat ditemui usai menyampaikan aspirasinya di Gedung DPRD Bontang, Senin (28/11/2022).

Kedua, jika RUU Kesehatan disahkan jadi UU Kesehatan, ada beberapa isu  yang akan mempengaruhi kualitas  pelayanan kesehatan yang akan merugikan kepentingan masyarakat.

“Salah satunya, soal Surat Tanda Registrasi (STR) yang biasanya hanya berlaku 5 tahun, justru akan diberlakukan seumur hidup seperti E-KTP,” kata Anwar.

Hal ini pun, lanjut  Anwar, justru akan mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan, karena sejatinya STR tersebut perlu di upgrade sebagai bentuk standarisasi kompetensi tenaga medis dalam meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat.

“Kalau seumur hidup berarti tidak ada standar kompetensi dari tenaga-tenaga kesehatan ini dalam meningkatkan kompetensi mereka. Sedangkan, di Singapura lisensi untuk STR di sana itu setiap tahun harus diperbaiki, ini kita yang 5 tahun masa mau seumur hidup,” timpalnya.

Ketiga, soal keterlibatan lembaga dalam penerbitan izin praktek atau STR ditiadakan dalam draf RUU itu, justru akan menghilangkan atau menghapus eksistensi organisasi kesehatan tersebut. Padahal, selama ini organisasi medis itu lah yang aktif memberikan pembinaan etik terhadap para medis.

“Kami, selama ini yang melakukan pembinaan etik kepada anggota kami, dengan dihilangkannya eksistensi organisasi profesi tentu akan merugikan masyarakat juga,  yang akan berbahaya dalam hal mendapatkan pelayanan dari Tenaga kesehatan yang ibaratnya tidak kompeten, tidak memiliki etika dalam menjalankan tugas,” bebernya.

Keempat, mengenai kriminalisasi akibat kelalaian seorang Tenaga Kesehatan (Nakes). Misalnya profesi dokter yang dinyatakan lalai saat menjalankan tugasnya, biasanya di denda Rp 100 juta, kini naik menjadi Rp 300 juta.

“Nominal itu timpang dari aturan sanksi tenaga pengobatan tradisional yang hanya didenda Rp 100 juta. Sementara sanksi denda dokter naik tiga kali lipat. Inikan tidak adil dan tidak manusiawi bagi kami yang profesional,” tutur Anwar.

Terakhir, soal aturan tenaga kesehatan asing yang wacananya akan mendapat kelonggaran masuk memberikan layanan ke indonesia. Dikhawatirkan akan mempengaruhi eksistensi organisasi Nakes di Indonesia.

“Eksistensi kita yang dikurangi, akses layanan asing akan lebih masif dan tidak bisa dikontrol. Itu kekhawatiran kami. Selain itu, aspek kualitas layanan kemasyarakat yang harusnya lebih meningkat, malah justru semakin diragukan,” tandasnya.

DPRD Menolak

Menanggapi itu, penjelasan para pengurus organisasi profesi kesehatan tersebut, Wakil Ketua DPRD Bontang Agus Haris sependapat untuk menolak RUU Kesehatan tersebut, karena  akan mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat di seluruh Indonesia.

Ia pun akan segera menindaklanjuti surat penolakan para tenaga medis khususnya di Bontang, meski isi draf RUU Kesehatan itu belum secara jelas diketahui.

“Kami sangat memahami psikis mereka berkaitan dengan kebijakan itu, meski kami belum merinci secara jelas isi draf RUU kesehatan ini. Kami akan melanjutkan surat pernyataan penolakan itu ke Badan Legislasi Nasional (Balegnas) bahwa di Kalimantan Timur khususnya di Bontang menolak RUU Kesehatan itu,” tandasnya. (ADVETORIAL)

Tag: