Erau, Ketua DPRD Kaltim: Pemerintah Wajib Berkontribusi Maksimal

Ketua DPRD Kaltim, Ir. H Hasanuddin Mas’ud, S.Hut, ME menyampaikan kata sambutan saat mendampingi Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura XXI, Sultan Adji Muhammad Arifin pembukaan Lomba Balap Ketinting di dermaga Pulau Kumala Tenggarong , Jum’at pagi (30/09/2022). (Foto Istimewa)

TENGGARONG.NIAGA.ASIA – Ketua DPRD Kaltim, Ir. H Hasanuddin Mas’ud, S.Hut, ME mengatakan, Erau harus terus dilestarikan dan pemerintah wajib berkontribusi maksimal dalam penyelenggaraannya sebab, Erau sebagai tradisi budaya etnis Kutai sudah jadi aset bangsa Indonesia.

Hal itu dikatakan Hasanuddin dalam sambutannya  saat mendampingi Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura XXI, Sultan Adji Muhammad Arifin pembukaan Lomba Balap Ketinting di  dermaga Pulau Kumala Tenggarong , Jum’at pagi (30/09/2022).

Erau yang merupakan tradisi ritual dan pesta adat Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, yang terkait langsung dengan pengungkapan rasa syukur masyarakat Kutai  kembali diselenggarakan tahun ini setelah sempat terkendala dua tahun akibat pandemi Covid-19.

Kegiatan Erau selalu dilaksanakan dengan beragam aktifitas dan hiburan bagi masyarakat dalam rangka memeriahkan ulang tahun Kota Tenggarong yang jatuh pada 29 September.

Tradisi erau sudah ada sebelum hadirnya pemerintahan modern saat ini,  sehingga wajib hukumnya pemerintah turut mendukung dan menjaga kelestarian budaya ini” tegas Hasanuddin dalam sambutannya.

Pada akhir sambutannya, Hasanuddin, menegaskan bahwa,  sebagai bagian dari pemerintahan, dirinya akan terus mengawal penyelenggaraan dapat terus berlanjut dan semakin meriah di masa-masa mendatang.

Sejarah Erau

Erau berasal dari bahasa Kutai, eroh yang artinya ramai, riuh, ribut, suasana yang penuh sukacita. Suasana yang ramai, riuh rendah suara tersebut dalam arti: banyaknya kegiatan sekelompok orang yang mempunyai hajat dan mengandung makna baik bersifat sakral, ritual, maupun hiburan.

Erau pertama kali dilaksanakan pada upacara tijak tanah dan mandi ke tepian ketika Aji Batara Agung Dewa Sakti berusia 5 tahun. Setelah dewasa dan diangkat menjadi Raja Kutai Kartanegara yang pertama (1300-1325), juga diadakan upacara Erau. Sejak itulah Erau selalu diadakan setiap terjadi penggantian atau penobatan Raja-Raja Kutai Kartanegara.

Dalam perkembangannya, upacara Erau selain sebagai upacara penobatan Raja, juga untuk pemberian gelar dari Raja kepada tokoh atau pemuka masyarakat yang dianggap berjasa terhadap Kerajaan.

Pelaksanaan upacara Erau  dilakukan oleh kerabat Keraton/Istana dengan mengundang seluruh tokoh pemuka masyarakat yang mengabdi kepada kerajaan. Mereka datang dari seluruh pelosok wilayah kerajaan dengan membawa bekal bahan makanan, ternak, buah-buahan, dan juga para seniman.

Dalam upacara Erau ini, Sultan serta kerabat Keraton lainnya memberikan jamuan makan kepada rakyat dengan memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya sebagai tanda terima kasih Sultan atas pengabdian rakyatnya.

Setelah berakhirnya masa pemerintahanKesultanan Kutai Kartanegara pada tahun 1960, wilayahnya menjadi daerah otonomi yakni Kabupaten Kutai. Tradisi Erau tetap dipelihara dan dilestarikan sebagai pesta rakyat dan festival budaya yang menjadi agenda rutin Pemerintah Kabupaten Kutai dalam rangka memperingati hari jadi kota Tenggarong, pusat pemerintahan Kesultanan Kutai Kartanegara sejak tahun 1782.

[ADV Diskominfo Kaltim | Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan]

Tag: