SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Komoditas karet menjadi salah satu komoditi unggulan perkebunan di Kalimantan Timur (Kaltim). Tahun 2019, luas perkebunan karet rakyat mencapai 92.640 hektar dengan produksi sebesar 57.944 ton getah dengan melibatkan 54.470 petani.
Kendati sudah lama diusahakan sebagai perkebunan rakyat, lebih dari 80 persen petani di Kaltim kurang mengetahui bagaimana mengolah karet, cara menyadap yang baik dan menjaga kualitasnya.
“Untuk mengatasi masalah tersebut Diskun Kaltim dibuat inovasi Gerakan Bersama Rakyat Mengelola Bahan Olahan Karet Bersih yang Berkualitas) disingkat Gebrak Bokar Bersih. Ini program yang sudah dilaksanakan sejak beberapa tahun lalu di sentra-sentra perkebunan karet di Kaltim,” kata Kepala Dinas Perkebunan Kaltim, Ujang Rachmat.
Menurut Ujang, hasil karet menjadi rusak karena terkontaminasi benda – benda asing ke dalam getah, seperti tatal, kayu, batu, plastik dan lain – lain. Petani mencampurkan bahan penggumpal yang tidak sesuai, seperti pupuk TSP.
“Getah disimpan di dalam kolam dalam waktu lama, sehingga elastisitas karet menurun menyebabkan rendahnya harga bokar di tingkat petani. Kisaran harga yang diperoleh petani sekitar Rp. 4.500,- hingga Rp. 5.000,- per kilogramnya,” sambungnya.
Semua hasil produksi karet dibawa dan dijual ke Provinsi Kalimantan Selatan mengakibatkan biaya angkut lebih tinggi, sehingga petani lebih suka menjual kepada para tengkulak dengan harga yang jauh lebih murah. Akibatnya, kebanyakan petani tidak termotivasi melakukan penyadapan getah karet.
Menindaklanjuti hal tersebut, Dinas Perkebunan berupaya mendorong para petani untuk meningkatkan peranan dan daya saing komoditas karet, diantaranya melakukan perbaikan mutu bahan olah karet melalui inovasi Gebrak Bokar Bersih sebagai program peningkatan kualitas komoditas pasca panen.
“Inovasi Gebrak Bokar Bersih merupakan inovasi yang menghasilkan solusi menyeluruh mengenai budidaya karet di Kaltim . Inovasi ini sangat inovatif karena idenya muncul justru di saat krisis kualitas karet dan rendahnya harga jual karet,” kata Ujang.
Solusi yang ditawarkan juga membawa dampak yang sangat luas karena membuat budidaya karet di Kaltim kini bisa ditangani mulai dari produksi getah karet, pengolahan menjadi bahan olahan karet bersih hingga pada pemasarannya. Dan semua prosesnya melibatkan kelompok tani karet langsung dengan pihak pabrik pengolahannya.
Dalam prosesnya, lanjut Ujang, inovasi ini memberikan nilai tambah, dimana telah terjadi perubahan pola pikir para petani dalam mengelola hasil panen karet menjadi bokar bersih yang berkualitas sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Sejak dibentuknya UPPB , petani tidak perlu lagi menjual hasil bokar kepada tengkulak sehingga harga tawar yang didapatkan menjadi lebih baik. Kisaran harga yang diterima petani mencapai Rp 9.600,- hingga Rp. 15.000,- perkilogramnya.
Hingga tahun 2019, UPPB yang telah terbentuk berjumlah 5 UPPB yang tersebar di Kabupaten Kutai Kartanegara, Penajam Paser Utara dan Samarinda dengan jumlah lahan binaan seluas 650 Ha dengan jumlah petani binaan sebanyak 191 orang.
[Disbun Kaltim | Intoniswan |ADV| Diskominfo Kaltim]