Indonesia Prakarsai Pembentukan Jejaring Negosiator dan Mediator Wanita Asia Tenggara

Menlu RI,  Retno Marsudi. (Foto Kemlu RI)

JAKARTA.NIAGA.ASIA-Perempuan harus diberikan kesempatan yang sama untuk berkontribusi dalam proses perdamaian.

Demikian ditegaskan Menlu Retno Marsudi, saat menerima 6 anggota Steering Committee dari Southeast Asian Network of Women Peace Negotiators and Mediators (SEANWPNM) secara virtual pada tanggal 23 Desember 2020.

SEANWPNM adalah jejaring negosiator dan mediator wanita di Asia Tenggara yang pembentukannya diprakarsai oleh Indonesia sejak tahun 2019, sebagai langkah penting dalam meningkatkan peran perempuan di bidang perdamaian.

Lebih lanjut Menlu Retno menyampaikan harapan agar SEANWPNM mampu melengkapi dan memperkuat mekanisme dan inisiatif di ASEAN dan di kawasan yang terkait agenda WPS, menjalin kolaborasi dan kemitraan dengan jaringan mediator perempuan, baik di kawasan lain maupun di tingkat global untuk semakin memperkuat gerakan global pemajuan agenda WPS.

“Selain itu, keberadaan SEANWPNM diharapkan dapat merintis generasi baru mediator-mediator perempuan di kawasan dan pada akhirnya memperkuat pemajuan agenda WPS secara internasional,” ujar Menlu.

Enam anggota Steering Committe SEANWPNM yang hadir pada pertemuan dimaksud adalah Shadia Marhaban dari Indonesia, Dr. Emma Leslie dari Kamboja, Prof. Miriam Coronel-Ferrer dari Filipina, Lilianne Fan dari Malaysia, Leonésia Tecla da Silva dari Timor-Leste dan Angkhana Neelapaijit dari Thailand.

“Namun demikian, keanggotaan ke-6 tokoh mediator dan negosiator perempuan dalam Steering Committee SEANWPNM bukanlah mewakili masing-masing negara asal maupun institusi terkait, melainkan kapasitas pribadi<’ tambahnya.

Anggota Steering Committee SEANWPNM dari Indonesia, Shadia Marhaban, menyampaikan bahwa SEANWPNM juga akan memperluas jangkauannya dengan merangkul lebih banyak mediator dan negosiator perempuan lain di Asia Tenggara.

Selanjutnya Menlu Retno menekankan pentingnya pendekatan budaya dan menghindari finger pointing dalam mengupayakan perdamaian yang langgeng dan menyentuh akar permasalahan konflik.

Dengan terbentuknya SEANWPNM, maka kawasan Asia Tenggara mempelopori pembentukan jejaring di Asia dan bergabung dengan kawasan-kawasan lain, seperti Skandinavia, Mediterania, Afrika, Arab dan Persemakmuran yang telah lebih dulu memilki jejaring mediator dan negosiator perempuan.

Secara umum, berbagai ketegangan dan konflik global dan kawasan masih minim melibatkan peran perempuan dalam mediasi.

Walaupun berbagai kajian menemukan bahwa peran perempuan dapat meningkatkan keberhasilan dan keberlanjutan kesepakatan perdamaian, namun kenyataan di lapangan menunjukkan porsi peranan perempuan masih sangat minim.

Menurut Council on Foreign Relations, keterlibatan perempuan hanya mengisi 10% proses negosiasi damai di Afghanistan, 20% dalam proses politik Libya dan hampir tidak ada di dalam proses damai Yaman.

Isu Women, Peace and Security (WPS) sudah menjadi perhatian besar Menlu Retno yang merupakan Menteri Luar Negeri perempuan pertama Indonesia.

Menlu Retno banyak menyaksikan penderitaan para perempuan sebagai korban konflik saat mengunjungi pengungsi Rohingya di Cox’s Bazaar dan pengungsi Palestina di Amman. Sebagai korban konflik, mereka memiliki aspirasi sebagai agen perdamaian.

Dalam peluncuran Global Alliance of Regional Women Mediators di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB ke-74 tahun 2019 lalu, hadir perwakilan Network Mediator dari Afrika, Mediterania, Skandinavia, dan negara-negara Persemakmuran, namun tidak ada wakil dari Asia Tenggara. Menlu RI saat itu sampaikan keinginan untuk membentuk Network di Asia Tenggara pada tahun 2020. (*/001)

Tag: