Ini Jurus Wali Kota Samarinda Mengendalikan Inflasi

aa
Wali Kota Samarinda, H Syaharie Jaang: “Kenaikan harga pangan bisa dikendilikan dengan melakukan intervesi pasar.” (Foto Intoniswan/Niaga.Asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Kota Samarinda adalah daerah yang berperan mengendalikan inflasi di Kalimantan Timur, sehingga memberikan sumbangan signifikan ketika inflasi di Kaltim tahun 2018 hanya 3,2%  dan menjadi yang terbaik di Indonesia.

Wali Kota Samarinda, H Syaharie Jaang dalam Rapat TPID Kaltim yang dipimpin langsung Gubenur Kaltim, H Isran Noor, memaparkan juru-jurus yang dipakainya mengendalikan inflasi, Selasa (15/10/2019).

Hadir dalam Rapat TPID Kaltim  Kepala Perwakilan Bank Indonesia Kaltim, Tutuk CH Cahyono, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan, Bimo Epyanto,  Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi, Assisten Sekda Mahulu Bidang Ekonomi dan Pembangunan, Chen Tek Hen Yohanes, Kepala Disperindagkop Kaltim, Fuad Asaddin, Kepala Bandara APT Pranoto, Dodi Dharma Cahyadi, Kepala Biro Perekonomian Setwilprov Kaltim, H Nazrin, Kepala Biro Humas dan Protokol, H Syafranuddin, dan kepala OPD di lingkungan Pemprov kaltim, dan  pejabat yang mewakili Pemkab/Pemkot se-Kaltim.

Menurut Wali Kota Samarinda, H Syaharie Jaang, pengendalian inflasi di Samarinda diawali dengan melakukan survei harga ke daerah produsen, Bantaeng (produsen beras) dan Enrekang (produsen sayur-sayuran) di Sulawesi Selatan. “Hasil survei di daerah produsen, sebetulnya kenaikan harga beras dan sayur-sayuran di Samarinda bukan karena petani di Sulsel menaikkan harga, tapi harga naik karena permainan pedagang, distributor,” ucapnya.

Adanya permainan harga ditemukan, saat harga tomat ditingkat petani di Enrekang Rp5000 per kilogram, di Samarinda Rp15.000 per kilogram. Begitu pula dengan harga beras, beras kualitas biasa setelah diolah dengan mesin, berubah wujudnya seperti beras kualitas premium, oleh pedagang beras antar pulau di jual di Samarinda Rp14 ribuan.

“Harga turun naik karena permainan pedagang, bukan karena suplai kurang saat permintaan naik,” kata wali kota.

aa
Gubernur Isran Noor saat Sidak harga bahan pangan naik di Pasar Segiri Samarinda. (riyan/humasprov kaltim)

Begitu pula dengan harga ayam potong yang di waktu-waktu tertentu melonjak, bukan disebabkan stok ayam potong yang kurang, tapi juga karena harga dipermainkan pengusaha peternakan ayam potong. “Untuk menstabilkan harga ayam potong di Samarinda, pemkot Samarinda berkoordinasi dengan Himpunan Pengusaha Perunggasan. Lewat pengusaha unggas (ayam) itu minta harga harus dijual wajar, tidak sampai menjadi sumber inflasi,” kata Jaang.

Kemudian, lanjut Jaang, Perusahaan Daerah Pergudangan dan Aneka Usaha (PD PAU) juga dijadikan lembaga yang berperan mengendalikan harga-harga bahan pangan seperti ayam potong dan bawang-bawangan. Lembaga PAU bekerjasama dengan Bank Indonesia, dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) melakukan intervensi pasar.

“Saat harga bawang putih melonjak sampai Rp110 ribu per kilogram, Pemkot dengan PAU melakukan intervensi pasar, membeli bawang putih beberapa ton dan menjualnya langsung ke konsumen lewat lurah dan camat. Hanya dalam beberapa hari, harga bawang putih turun ke angka wajar sekitar Rp38-an ribu,” kata Jaang.

Untuk mengendalikan harga ayam potong, kata Jaang, selain melakukan pendekatan kepada pengusaha peternakan ayam potong, Pemkot Samarinda melalui PD PAU juga menyimpan stok daging ayam yang dibekukan di cold stroge. “Apabila harga ayam menjadi “liar” alias naik tidak wajar, ayam beku di PD PAU digelontor ke pasar, dan itu memaksa harga ayam jadi turun,” ungkapnya.

Menurut Jaang, Pemkot Samarinda juga sudah membuka komunikasi dengan Pemkab Enrekang dan Bantaeng untuk menjalin kerja sama perdagangan langsung dengan kelompok-kelompok tani di kedua daerah tersebut, menyimpan hasil pertaniannya untuk dijual ke PD PAU. “Kita menaruh uang ke petani di sana,” kata Jaang. (adv)

Tag: