Jokowi tentang Pelaku Pembunuhan Buruh Proyek Papua: “Tumpas Sampai ke Akar-akarnya”

aa
Presiden Jokowi didampingi sejumlah pejabat pemerintah menyampaikan keterangan pers terkait aksi pembunuhan di Papua, di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (5/12) siang. (Foto: Humas/Jay)

JAKARTA.NIAGA.ASIA-Presiden Joko Widodo memerintahkan TNI dan Polri untuk memburu para pelaku pembunuhan terhadap sejumlah pekerja proyek pembangunan jembatan di Kabupaten Nduga, Papua, dan menegaskan pembangunan tetap dilanjutkan.

“Saya telah memerintahkan Panglima TNI dan Kapolri untuk mengejar dan menangkap seluruh pelaku tindakan biadab dan tidak berperikemanusian tersebut,” kata Jokowi dalam jumpa pers di Istana Negara, Jakarta, Rabu (5/12).

“Kita akan tumpas mereka sampai akar-akarnya,” sambungnya. “Saya tegaskan, tidak ada tempat untuk kelompok kriminal bersenjata di tanah Papua maupun di seluruh pelosok Indonesia. Dan kita tidak akan pernah takut,” tegas Jokowi.

Namun insiden 1 Desember yang sejauh ini tercatat menewaskan 20 orang -sumber lain menyebut 31 orang- tidak akan menghentikan pembangunan infrastruktur Papua yang dijalankan pemerintah.  Hal itu, kata Jokowi, justru “membuat tekad saya membara untuk melanjutkan tugas besar kita… untuk membangun tanah Papua… serta untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Insiden penembakan pekerja konstruksi jembatan itu terjadi di Kabupaten Nduga, pada 1 Desember, namun baru terungkap Selasa (4/12) setelah dikabarkan oleh kalangan gereja. Korban awalnya disebutkan berjumlah 31 orang, namun yang sudah benar-benar diidentifikasi adalah 20 orang, kata Kepala Kepolisian RI, Jendral Tito Karnavian, yang berbicara kepada wartawan sesudah presiden.

aa
Sejumlah personel Brimob dikerahkan untuk melakukan pengejaran terhadap pelaku penembakan para pekerja proyek pembangunan jembatan Trans Papua di Kabupaten Nduga. (Hak atas foto AFP/Getty Images Image caption)

“Jadi yang sudah pasti itu, yang gugur adalah 19 pekerja konstruksi jembatan dan seorang prajurit TNI,” kata Tito. “Jadi sesudah menembak para pahlawan pembangunan itu, para pelaku kemudian menyerang Pos TNI Yonif 755/Yalet di Mbua, Nduga, dan menyebabkan satu satu orang anggota TNI tewas dan satu lagi terluka,” lanjutnya. “Para pelakunya adalah kelompok pimpinan Egianus Kogoya, yang masih kita buru,” tambah Tito.

Komite Nasional Papua Barat (KNPB) —kelompok yang menyuarakan pemisahan Papua dari Indonesia melalui referendum— mengatakan, peristiwa itu terjadi karena Papua tidak mendapat hak mereka untuk menentukan nasib sendiri. “Kami tak bisa mewakili OPM, tapi selama referendum Papua tidak dilaksanakan, akan ada selalu elemen dari masyarakat Papua yang menempuh jalan kekerasan,” kata Ones Suhuniap selaku juru bicara KNPB.

Namun peneliti kajian Papua di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Adriana Elisabeth, menganggap terlalu dini untuk menyatakan bahwa peristiwa penembakan itu terkait dengan ideologi dan politik. “Kalau bicara ideologi Papua merdeka, itu kan basisnya banyak di Pegunungan Tengah. Tapi kan juga tidak serta-merta semua kejadian dikaitkan dengan persoalan ideologis,” kata Adriana.

Sementara Koordinator KontraS, Yati Andriyani menyebut, peristiwa ini menunjukan bahwa “persoalan di Papua tidak hanya sebatas persoalan ekonomi dan pembangunan.”

Diburu hidup dan mati

Pernyataan keras Jokowi diamini Kapendam XVII Cendrawasih, Muhammad Aidi, yang menyebut akan menangkap hidup atau mati kelompok bersenjata yang menyerang pekerja PT Istaka Karya di Kabupaten Nduga, Papua. “Namun demikian, jika mereka bersedia menyerahkan diri beserta senjatanya, TNI bakal menjamin keamanan mereka dan diampuni dari proses hukum,” kata Muhammad Aidi kepada Quinawaty Pasaribu yang mewawancarainya untuk BBC News Indonesia.

aa
Keluarga korban mendatangi Kodim 1702 Jayawijaya untuk mengetahui kondisi keluarga yang diduga menjadi korban penembakan. (Hak atas foto ANTARAFOTO/ Marius Frisson Yewun Image caption)

Dari perkiraannya, jumlah kelompok yang menurutnya pimpinan Egianus Kogoya tersebut mencapai 50 orang dengan memegang senjata berstandar militer.  “Jadi imbauan menyerahkan diri sudah sejak awal kami lakukan. Tidak ada yang perlu dinegosasikan. Menyerah atau berhadapan dengan moncong senjata,” ujar Muhammad Aidi pula.

Berbagai kalangan mencemaskan, peristiwa 1 Desember itu dijadikan alasan TNI untuk kembali melakukan pendekatan militer dalam mengatasi masalah Papua, dan mengabaikan upaya dialog. Namun Muhammad AIdi menepis kecemasan itu.  “Saya pastikan, kita tidak akan melakukan tindakan yang membabi buta dengan membumihanguskan kampung di sana,” katanya. “Yang kami serang adalah kombatan dan mereka itu diidentifikasi dengan membawa senjata. Jika ada orang tak membawa senjata, tidak mesti ditembak tapi ditangkap.”

Ditegaskan, pasukan gabungan Polri-TNI ini akan mematuhi hukum dan patuh pada pinsip hak asasi manusia. Hanya saja, saat ditanya seperti apa mekanisme operasi gabungan itu, Aidi enggan memberikan penjelasan detail.

Kronologi penyerangan

Berdasarkan pengakuan Jimmy Aritonang, seorang pekerja PT Istaka Karya yang melarikan diri, peristiwa itu terjadi pada 1 Desember ketika sekitar 25 pekerja diputuskan tidak mengerjakan proyek Jembatan Kali Yigi karena adanya upacara peringatan kemerdakaan Papua oleh sejumlah warga.

“Untuk faktor keamanan, mereka memilih menetap di kamp,” ujar Kapendam XVII Cendrawasih, Muhammad Aidi, mengulang kesaksian Jimmy. Namun sekitar pukul 15.00 WITA kamp pekerja didatangi kelompok bersenjata yang berjumlah sekitar 50 orang. Mereka kemudian dipaksa keluar kamp menuju sungai dengan kondisi tangan diikat. Hingga esok harinya pukul 07.00 WITA, pekerja dipindahkan ke Bukit Puncak Kabo.

“Begitu sampai di lereng bukit, mereka diperintahkan membentuk barisan. Lalu seketika terdengar hiruk-pikuk dan tarian khas Papua. Di situlah penembakan terjadi,” kata Aidi, berdasar pengakuan Jimmy. “Sebagian korban meninggal di tempat dan sebagian ada yang pura-pura meninggal, terluka sepertinya tapi tidak parah.”

aa
Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, memperlihatkan proyek jalan Trans Papua. (Hak atas foto Reuters Image caption)

Menurut pengakuan Jimmy Aritonang kepada TNI, komunikasi antar-anggota kelompok bersenjata menggunakan bahasa setempat sehingga tak dipahami mereka.  Lalu dalam suatu kesempatan, mereka melarikan diri, awalnya 11 orang berhasil kabur. Tapi lima di antaranya kembali ditangkap dan kemungkinan meninggal. Sementara sisanya yang berjumlah enam orang, berusaha kabur ke Distrik Mbua, yang berjarak kira-kira 10 kilometer dari Distrik Yigi.  “Tapi dua orang terpisah dari kelompok. Jadi sampai sekarang belum tahu nasibnya. Empat orang lagi berhasil mencapai pos TNI di Mbua.” Namun pos TNI, kembali terjadi baku tembak dan seorang anggota TNI meninggal akibat terkena tembakan.

Lalu pada 4 Desember, sekitar pukul 01.00 WITA, anggota TNI yang tersisa dan empat pekerja PT Istaka Karya meninggalkan pos dan bergerak menuju Wamena. Lewat komunikasi telepon, Satgas Polri menjemput 12 orang dan mengevakuasi menggunakan helikopter.

“Jadi 12 orang itu di antaranya empat korban dari PT Istaka, empat anggota TNI, dan petugas puskesmas termasuk guru,” jelas Muhammad Aidi.

“Sementara yang meninggal, 19 orang. Hari ini akan kita upayakan evakuasi korban baru menentukan langkah selanjutnya,” kata Kapendam XVII Cendrawasih, Muhammad Aidi.

Adapun sebab-sebab penyerangan, Jimmy tak tahu menahu. Ia juga tidak tahu soal pekerja yang memotret warga yang melakukan acara 1 Desember. Jimmy kini berada di markas Batalyon 756 dan tiga pekerja yang terluka dirawat di RS Mawena.

Pengamanan proyek Trans Papua oleh TNI

Kapendam XVII Cendrawasih, Muhammad Aidi, juga mengatakan pengerjaan jalan Trans Papua memang jalur rawan ancaman. Itu mengapa beberapa kontraktor yang mengerjakan proyek tersebut meminta bantuan pengamanan dari TNI. “Sebagian dari kontraktor datang ke Kodam, minta bantuan pengamanan untuk pekerjanya. Kalau diminta, ya kami bantu,” imbuhnya. “Jadi setiap hari sebelum masuk ke wilayah pekerjaan, yang masuk pasukan keamanan. Begitu selesai, juga dikawal.”

aa
Para petugas TNI menyiapkan peti jenazah untuk korban penembakan di Kabupaten Nduga, di Kodim 1702 Jayawijaya, Wamena, Papua, Selasa (4/12). (Hak atas foto ANTARAFOTO/ Marius Frisson Yewun Image caption)

Akan tetapi, Aidi mengaku tak tahu apakah PT Istaka Karya meminta bantuan pengamanan kepada TNI atau tidak. Yang pasti, kata dia, di lokasi proyek perusahaan itu tidak ada anggotanya yang berjaga.

PT Istaka Karya mengerjakan sebanyak 14 jembatan yang menghubungkan jalan Habema dan Mugi, dengan 11 jembatan dalam proses pengerjaan. Dengan nilai kontraknya mencapai Rp184 miliar. Peristiwa penembakan terhadap pekerja itu sendiri berada di pembangunan Jembatan Kali Aorak (KM 102+525) dan Jembatan Kali Yigi (KM 103+975) di Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Provinsi Papua.

Sumber: BBC News Indonesia