Jual Batubara Fiktif, Direktur PT SBAK Diadili

Direktur PT SBAK Made Madu Asmara Putra di persidangan PN Samarinda, Selasa (17/9) sore. (Foto : Niaga Asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Made Madu Asmara Putra (46) warga jalan Senyiur Kelurahan Karang Paci, Kecamatan Sungai Kunjang, kota Samarinda, Kalimantan Timur, terpaksa harus duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri Samarinda, Selasa (17/9) sore, terkait kasus penjualan batubara fiktif.

Terdakwa Made, yang juga sebagai Direktur PT Surya Borneo Agung Kencana (SBAK) itu, didakwa JPU Yudhi Satrio dari Kejari Samarinda melakukan tindak pidana penipuan kepada Aries Susanto, Direktur Utama PT Bara Mahakam Bersaudara (BMB).

Di hadapan majelis hakim yang dipimpin Hasrawati Yunus, didampingi hakim anggota Decky Velix Wagiju dan Parmathoni, saksi korban Aries Susanto yang dihadirkan JPU bersama karyawannya itu memberikan keterangan terkait dengan penipuan penjualan batu bara, yang dilakukan oleh Made.

Dalam keterangannya, saksi korban mengaku baru pertama kali berbisnis batu bara dengan terdakwa Made. Dimana, ketika itu, Rabu (21/2/18) lalu, terdakwa datang ke kantor saksi di jalan Gotong Royong, Kelurahan Handil Bakti, Kecamatan Palaran untuk menawarkan batu bara GAR 46/48 kepada korban dengan harga Rp565 ribu per Matriks Ton (MT).

Dari pertemuan tersebut saksi korban kemudian merasa tertarik, san memerintahkan tiga orang anak buahnya bernama Catur, Iwan Ruswandi dan Tambang Trisno, untuk mengecek langsung obyek batu bara bersama dengan terdakwa Made.

Dari pengecekan lapangan itu, terdakwa kemudian menunjukkan kepada para saksi kalau penumpukan batu bara yang berada di lokasi Jeti milik Putra Jaya Perkasa (PJP) di Makroman, adalah milik PT SBAK.

Atas pengakuan terdakwa inilah, ketiga karyawan PT BMB yang diutus saksi korban untuk melihat langsung keberadaan batu bara tersebut, percaya dan melaporkan hasil pengecekannya kepada saksi korban.

Dari keterangan tiga orang utusannya itu, san diyakinkan dengan kesanggupan terdakwa untuk menyediakan batu bara yang dibutuhkan, saksi korban lalu tergerak hatinya untuk melakukan kontrak tanda tangan perjanjian jual beli batu bara.

Sebelum dilakukan pembayaran 1.000 MT batu bara, pihak PT BMB terlebih dahulu menancapkan plang bertuliskan batu bara yang berada di lokasi Jety PT PJP adalah milik PT BMB.

Belakangan, setelah uang hasil pembayaran batu bara sebanyak 1.000 MT diterima oleh terdakwa senilai Rp565 juta melalui transfer rekening, saksi korban bersama anak buahnya kembali lagi ke lokasi tersebut.

Di lokasi itu saksi korban tidak lagi menemukan plang yang terpasang sebelumnya. Bahkan diperoleh informasi kalau penumpukan batu bara di Jety itu adalah milik CV Limbuh, bukan milik PT SBAK sebagaimana yang diklaim oleh terdakwa Made.

Hal ini diakui saksi Rusdiansyah, salah seorang karyawan PT PJP yang telah mencabut plang tersebut di hadapan Majelis hakim. Dalam perkara itu, saksi korban mengaku mengalami kerugian sebesar Rp800 juta.

“Terdakwa berjanji akan mengembalikan uang saya dengan cara mencicil,” sebut saksi korban.

“Apakah sudah diganti,” tanya hakim Hasrawati.

“Belum ada sama sekali yang mulia,” kata saksi, menjawab pertanyaan.

Sebelum dilaporkannya masalah penipuan itu ke polisi, saksi korban mengaku tetap menjalin komunikasi dengan terdakwa karena terdakwa berjanji akan mengganti batu bara tersebut dengan batu bara lain yang kualitasnya sama. Namun hingga tiga kali, batu bara yang dijanjikan selalu gagal, atau tidak kunjung pernah ada alias nihil.

“Terdakwa berjanji akan mengganti dengan batu bara lainnya. Tapi hingga tiga kali tidak ada juga,” ujar saksi korban di persidangan.

Keterangan saksi korban ini dibenarkan oleh Rusdiansyah, kalau sebenarnya terdakwa tidak ada memiliki batu bara sebagaimana yang dia klaim di lokasi Jety milik PT PJP. Untuk itu, siang akan dilanjutkan pekan depan. (007)