Jumlah Petani Kaltim Terus Turun 10 Tahun Terakhir, Alih Fungsi Lahan Jadi Ancaman Serius

Kepala Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kaltim Siti Farisyah Yana, saat diwawancarai di Hotel Novotel Balikpapan, Senin 26 Februari 2024 (niaga.asia/Heri)

BALIKPAPAN.NIAGA.ASIA — Jumlah petani di wilayah Kalimantan Timur (Kaltim) berdasarkan hasil sensus pertanian terus mengalami penurunan dalam sepuluh tahun terakhir. Alih fungsi lahan salah satu penyebabnya, yang kini menjadi ancaman serius.

Demikian disampaikan Kepala Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Kaltim, Siti Farisyah Yana, diwawancarai niaga.asia saat ditemui di Hotel Novotel Balikpapan, Senin 26 Februari 2024.

Namun Siti Farisyah Yana tidak menyebut secara rinci kondisi serta jumlah petani di Kaltim saat ini.

“Petani kita dalam sepuluh tahun terakhir berdasarkan sensus pertanian memang terus menurun, hampir 50 persen,” kata Siti Farisyah Yana.

Di tengah ancaman perubahan iklim, faktor non-alam juga masih terus menghantui sektor pertanian Kaltim. Salah satunya adalah alih fungsi lahan yang terus terjadi hingga saat ini.

“Mungkin karena memang luasan lahan juga sudah mulai menyempit, dengan alih fungsi lahan yang masih terjadi. Petani kita di Kaltim didominasi sektor perkebunan,” ujar Siti Farisyah Yana.

Jika tidak segera diatasi, kondisi tersebut tentu bisa berdampak pada ketahanan pangan. Selain itu juga berdampak pada pengentasan rakyat miskin ke depan.

Hal itu mengingat, sektor pertanian salah satu mesin penggerak ekonomi. Kemudian sektor pertanian juga termasuk penyerap tenaga terbanyak.

“Persoalan ini akan kita rumuskan benar-benar nanti, supaya ada solusi konkret agar menurunnya jumlah petani ini bisa ditekan,” terang Siti Farisyah Yana.

Sebelumnya, Penjabat (Pj) Gubernur Kaltim, Akmal Malik juga menyoroti persoalan ketahanan pangan di wilayah Kaltim. Menurutnya, persoalan utama di Kaltim saat ini adalah pangan, dan tidak pernah ada keinginan untuk mandiri dari sisi pangan.

“Lihat saja program-programnya, tidak pernah mendorong untuk ketahanan pangan. Yang ada hanyalah berdagang dan menerima dari daerah lain untuk kebutuhan pokok kita,” ungkap Akmal Malik.

Sejatinya, lanjut Akmal Malik, Provinsi Kalimantan Timur sangat bisa mandiri. Namun, yang menjadi masalah tidak adanya mindset untuk menghadirkan ketahanan pangan.

“Memang persoalan di Kaltim ini adalah mindset. Kita terlena dengan anugerah sumber daya alam yang melimpah, tambang,” sebut Akmal Malik.

Akmal Malik sangat menyayangkan kondisi ini, terlebih Provinsi Kaltim memiliki uang yang cukup besar mencapai Rp 20 triliun, bahkan hibahnya hampir Rp 1,2 triliun. Namun yang dibangun hanyalah gedung-gedung.

“Yang dibangun gedung-gedung semua. Makanya nanti saat revisi anggaran, hibah yang menjadi kewenangan saya, semunya untuk ketahanan pangan. Saya akan fokus ke bidang pertanian,” tegasnya.

Di sisi lain, Akmal Malik juga menyoroti adanya Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) yang menjadi seorang pembimbing namun tidak pernah bertani.

“Itu sama seperti orang botak menjual obat penumbuh rambut. Jumlah PPL kita ini banyak, sekitar 530 orang. Bayangkan saja, jika masing-masing punya lahan satu hektare saja dan ditanami cabai, maka selesai masalah inflasi kita. Kan Dinas punya anggaran, silahkan support mereka,” demikian Akmal Malik.

Penulis : Heri | Editor : Saud Rosadi

Tag: