Kawasan Ekonomi Khusus di Kaltim Belum Sepenuhnya Produktif

Pokja Ekonomi mengupas masalah ekonomi di  Forum Konsultasi Publik Rancangan Awal Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Kaltim Tahun 2021 di Samarinda, Rabu (26/2/2020). (Foto Intoniswan/Niaga.Asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Kawasan ekonomi khusus (KEK) di Kalimantan Timur, yaitu KEK Kariangau dan KIPI Maloy belum sepenuhnya produktif. Ekspor berbagai komoditi dari Kaltim juga masih dilakukan melalui Surabaya dan Jakarta. Sedangkan industri kehutanan (kayu) juga sekarant karena kesulitan mendapatkan bahan baku, karena kayu bulat lebih banyak mengalir ke industri di luar Kaltim.

Demikian mengemuka dalam Pokja Ekonomi di  Forum Konsultasi Publik Rancangan Awal Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Kaltim Tahun 2021 di Samarinda, Rabu (26/2/2020).

Pembahasan Ekonomi Kaltim Tahun 2021 dimoderatori Kepala Bidang Ekonomi Bappeda Kaltim,  Saur Parsaoran, T.S.Pi, MEMD, dihadiri Bappeda Kabupaten/Kota se-Kaltim, semua OPD dilingkup Pemprov Kaltim, Ketua  TGUPP (Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan) Kaltim, Prof H Abdul Rachim, dan anggotnya Dr  Zulkarnain,  akademisi dari Perguruan Tinggi di Samarinda, organisasi provesi, organisasi pengusaha, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan sejumlah tokoh masyarakat.

Utusan Bappeda Kota Balikpapan melaporkan, lebih kurang 300 hektar lahan KEK Kariangau yang pengelolannya dalam kewenangan Pemprov Kaltim  dalam belum produktif,  kondisi  masih berupa lahan kosong, tapi kawasan itu sudah dalam penguasaan pengusaha karena sudah memegang izin dari Pemprov Kaltim.

“Kalau pemegang izin tidak menggunakan kawasan 300 hektar itu, lebih baik izinnya dicabut, kemudian dialihkan ke pengusaha yang benar-benar mau membuka usaha,” saran staf Bappeda Balikpapan.

Kemudian, staf dari Bappeda Kutai Timur melaporkan, KIPI Maloy juga belum produktif, belum ada pengusaha membuka usaha di dalam MBTK Maloy sebab, fasilitas pendukung, misalnya infrastruktur jalan belum memadai.

“Jalan dari Simpang Perdau ke Maloy juga perlu dilebarkan agar layak bagi kendaraan besar milik pengusaha. Persoalannya jalan dari Simpang Perdau ke Maloy adalah jalan nasional, dimana Pemprov Kaltim maupun Kutim tak berwenang mengelolanya,” tandasnya.

Perwakilan dari pengusaha kayu juga mengelehkan kesulitan mendapatkan bahan baku untuk industri mereka sebab, kayu bulan dari Kaltim, 70 persen diantarpulaukan dan sudah diborong industri kayu di Jawa Timur.

“Hanya 25% kayu jatah tebang Kaltim tiap tahunnya masuk ke industri kayu di Kaltim. Jumlah segitu tak memadai. Akhirnya mesin menganggur, tapi pengusaha tetap harus membayar gaji karyawan  tiap bulan,” katanya.

Menanggapi itu anggota TGUPP, Dr Zulkarnain mengatakan, memang diperlukan ketegasan, tapi kewenangan daerah sangat terbatas, termasuk instansi teknis. “SDA kita besar, nilainya besar, tapi karena regulasi tak memihakkepentingan daerah, yang menikmati akhirnya industri di luar Kaltim,” ucapnya.

Ia juga menyatakan, diperlukan konsolidasi dan koordinasi antar OPD untuk meninjau kembali berbagai izin yang pernah diberikan kepada pengusaha di KEK Kariangau, agar lahan yang diperuntukkan bagi industri bisa produktif. “Jika perlu, ya dicabut saja izin yang pernah diberikan, karena pengusaha pemegang izin juga tak membuka usaha,” kata Zulkanain. (001)

Tag: