Keberadaan Perumahan Tarakan Educity Dipertanyakan Masyarakat

rumah
Tarakan Educity

TARAKAN.NIAGA.ASIA-Keberadaan Perumahan Tarakan Educity di Kampung Enam Tarakan Timur, Tarakan dipertanyakan masyarakat sekitar kawasan tersebut. Selain pembangunan perumahannya mangkrak, pengembang perumahan itu, PT Educity Propertindo (EP) meninggalkan kewajibannya, yaitu mematikan batubara yang terbakar dalam kawasan perumahan yang dikuasainya seluas lebih kurang 44 hektar.

Berdasarkan pantauan Niaga.asia di lapangan, yang ada baru semacam baliho berisikan semacam pemberitahuan ke masyarakat di lokasi tersebut akan dibangun perumahan, ya semacam baliho pemasaran rumah.

Dalam pembicaraan di masyarakat, PT EP pada tahap 1 akan membangun rumah sebanyak 50 unit. Sejumlah rumah yang telah selesai dibangun masih  kosong atau belum ada yang menempati, sementara beberapa rumah  belum selesai dibangun, dibiarkan mangkrak.

Tapi untuk masuk ke dalam kawasan perumahan itu sendiri dari Jalan Amal, Kampung Enam tidak bisa karena jalannya belum dibangun. Tapi masyarakat yang ingin ke luar masuk ke dalam dicegah oknum yang kemungkinan adalah orang yang dipekerjakan PT EP.

Kawasan yang dikuasi EP tersebut sepengetahuan masyarakat Kampung Enam adalah kawasan perbukitan yang pernah ditetapkan Pemkot Tarakan sebagai hutan lindung dan didalamnya ada lapisan batubara yang sepertinya terbakar sebab, pada cuaca tertentu, dari dalam tanah keluar asap sebagai pertanda ada yang terbakar di dalamnya.

Di dalam kawasan yang akan dijadikan perumahan tersebut juga terdapat lima anak sungai yakni Sungai Batu Mapan,  Amal Baru, Kampung Enam, Kampung Empat, dan Sungai Mamburungan.

“Patut dipertanyakan mengapa Pemkot Tarakan memperbolehkan PT EP membangun perumahan dalam kawasan tersebut,” kata Gusti  Masrudiansyah, Deputi Hukum & HAM, Lembaga Pemerhati Penegakan Hukum Indonesia (LP2HI) Tarakan pada Niaga.asia, Jumat (2/3).

Menurut dia, pemberian persetujuan dari Pemkot Tarakan kepada PT EP membangun perumahan di dalam kawasan hutan lindung, kawasan tangkapan air, serta ada pula batubara di dalamnya, jelas akan merusak keseimbangan lingkungan, merugikan masyarakat secara keseluruhan, juga membahayakan dan merugikan konsumen nantinya. “44 hektar lahan yang diberikan kepada PT EP itu kawasan tidak stabil tanahnya,” ucap Gusti.

Gusti juga mengingatkan Pemkot Tarakan agar memberikan penjelsan resmi akan keberadaan perumahan yang dibangun dan dipasarkan PT EP agar masyarakat tidak ada yang dirugikan. “Nanti pengembanganya meminta semacam uang muka rumah, setelah uang terkumpul dari konsumen, manajemennya bubar, masyarakt tidak tahu menuntut kemana. Kejadian konsumen tertipu pengembang kan banyak menimpa warga di banyak kota di Indonesia,” tambahnya.

Pengembang perumahan PT EP yang dibaliho disebutkan berkantor di Jl Kesuma Bangsa, Bom Panjang, Kelurahan Pamusian Tarakan juga tidak bisa dikonfirmasi Niaga.asia karena kantornya sudah ditutup dan tidak diketahui pindah kemana, sehingga tak diperoleh pula keterangan akan kelengkapan perizinannya.

Sementara itu pemerhati lingkungan di Tarakan, Hasyim Ning mengaku seingatnya, kawasan yang akan dijadikan lokasi perumahan oleh PT EP itu, dalam  Perda Tarakan Nomor 03 Tahun 2006 Tentang RTRW Kota Tarakan ditetapkan  sebagai hutan lindung, kemudian oleh Pemkot Tarakan dengan Perda Nomor  04  Tahun 2012  menjadi hutan kota. “Kalau  kawasan itu kini boleh dijadikan permukiman, saya ngak tahu menggunakan dasar hukum apa,” kata Hasyim. (003)