Kematian Puluhan Babi di Tulin Onsoi Disebabkan Bakteri Bukan Virus ASF

Kepala Bidang Peternakan DPKP Nunukan Alim Bahri memperlihatkan foto kematian babi ternak di Krayan (Foto : Budi Anshori/Niaga Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kabupaten Nunukan, memastikan kematian puluhan babi di Kecamatan Tulin Onsoi, bukan disebabkan penularan virus Flu Babi Afrika atau African Swine Fever (ASF).

“Hasil pemeriksaan laboratorium Balai Veteriner (BVet) menyatakan kematian babi disebabkan bakteri jenis Septichaemia Epizootika (SE),” kata Kepala Bidang Peternakan pada DPKP Nunukan Alim Bahri, kepada Niaga Asia, Senin (14/6).

SE sendiri adalah penyakit pada hewan ternak atau hewan liar di hutan yang disebabkan oleh bakteri. Sedangkan ASF penyakit babi dikarenakan virus. Biasanya, babi terserang bakteri ini memiliki ciri-ciri gangguan gejala pernapasan atau tidur ngorok atau mendengkur.

Bakteri SE telah ada puluhan tahun lalu. Bahkan pemerintah Indonesia sejak 40 tahun lalu sudah memiliki vaksin untuk penyembuhannya. Penyakit ini memiliki kerentanan penularan yang sama persis dengan ASF.

“Untuk memastikan babi terserang SE bisa memeriksa jejak organ jantung, paru, limpa, ginjal termasuk tulang,” ujar Alim.

Meski bukan kematian disebabkan ASF, DPKP Nunukan tetap menghimbau masyarakat Tulin Onsoi menghentikan sementara waktu perdagangan daging babi ataupun perburuan babi hutan.

Himbauan ini ditujukan pula kepada masyarakat yang memiliki peternakan babi, agar mewaspadai bakteri yang bisa dengan cepat menular ke hewan lainnya. Jika menemukan babi mati, musnahkanlah dengan cara ditimbun di dalam tanah.

“Babi terkena bakteri SE jangan di buang ke sungai atau laut, karena bakteri ini bisa menyebar dan menular ke hewan liar di hutan,” ungkap Alim.

Tidak berbeda dengan di wilayah Desa Wayagung, Kecamatan Krayan, DPKP Nunukan telah mengirimkan dokter hewan untuk investigasi bedah bangkai terhadap babi – babi yang ditemukan mati di bulan Juni 2021.

Kasus kematian babi di Krayan berjumlah 24 ekor yang 18 ekor diantaranya babi di peternakan milik masyarakat. Untuk jenis kematian babi di sana belum bisa dipastikan apakah tertular bakteri SE atau virus ASF.

“Hasil pemeriksaan Balai Veteriner (BVet) kematian babi di Krayan belum keluar, kita belum bisa pastikan apakah SE atau ASF,” terangnya.

Bersamaan dengan tingginya kematian babi, para pemilik peternakan di minta secepatnya menyemprotkan cairan disinfeksi untuk mensterilisasikan kandang-kandang agar terhindar dari sebaran bakteri dan virus.

Selain mensterilisasikan kandang ternak, masyarakat diminta memperhatikan tempat pakan ternak, dan mesti mengupayakan tempat makan khusus dan pengolahan pakan harus terhindar dari serangga, tikus atau binatang lainnya.

“Kematian babi di Kabupaten Berau disebabkan pakan yang tidak baik karena diolah dari sisa – sisa makanan,” demikian Alim.

Penulis : Budi Anshori | Editor : Rachmat Rolau

Tag: