Kemiskinan Berkurang: Ukuran Keberhasilan Pengelolaan Keuangan Negara

harry
Dari kiri ke kanan, Dori Santoso, Harry Azhar Azis, Awang Faroek Ishak, dan Raden Cornell Syarief, Kepala BPK Perwakilan Kaltim yang baru.

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Kemiskinan berkurang adalah ukuran sebenarnya keberhasilan pengelolaan keuangan negara yang baik dan benar. Kalau sekarang opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) diberikan kepada yang mengelola uang negara dinilai baik, itu penilaian antara. Penilain akhirnya tetap seberapa dengan uang negara yang ada, kemiskinan bisa berkurang dan kesenjangan ekonomi antara kaya dan miskin dipersempit.

Hal itu dikatakan Anggota VI Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia, Harry Azhar Azis saat memberikan sambutan diacara serah terima Plt Kepala BPK RI Kaltim, Dori Santoso ke pejabat definitif, Raden Cornell Syarief Purwadiningrat di Kantor BPK Perwakilan Kaltim, Kamis (15/3).

Menurut Azhar, melihat jumlah penduduk miskin di Indonesia masih begitu banyak dan tingkat ketimpangan ekonomi masih sangat lebar, pengelolaan keuangan negara  dapat dikatakan belum berhasil. “Jumlah penduduk miskin secara nasional besar dan angka kesenjangan ekonomi juga masih lebar,” katanya.

Menurut doktor di ilmu ekonomi lulusan Amerika Serikat ini, seharusnya porsi penggunaan uang negara untuk mengatasi kemiskinan 35% dari APBN/APBD, tapi sekarang ini masih jauh dari angka 35%. “Jadi keuangan negara belum jadi alat mengurangi kemiskinan dan  ketimpangan ekonomi,” kata Azhar, kelahiran Kepulauan Riau ini.

Ia juga mengungkapkan, ukuran WTP yang diberikan BPK atas pengelolaan keuangan negara terbatas pada pengelolaannya, kepatuhan pada peraturan perundangan-undangan dalam menggunakan uang negara, dan tidak bisa digunakan menjadi alat penilai bahwa uang negara sudah digunakan mengurangi kemiskinan dan ketimpangan sosil.

Sekaranag ini, lanjut Azhar yang mantan Ketua Banggar DPR-RI, ekonomi nasional 75 persen dikuasai 1% warga negara Indonesia, 10% warga negara Indonesia menguasai 90 persen ekonomi nasional. Sedangkan 90% warga negara Indonesia hanya menguasai 10% ekonomi nasional. “Sangat timpang,” ucapnya.

Dalam kepatuhan akan peraturan perundang-undangan, Azhar mengungkapkan, pada tahun 2017 tinggal sekitar 53 kabupaten/kota yang mengelola uang negara secara serampangan atau disclaimer. Tapi kalau 1 kabupaten/kota itu mengelola uang Rp1 triliuan, maka jumlah uang negara dikelola serampangan Rp53 triliun. “Itu jumlah yang cukup besar,” katanya.

Penduduk miskin

Berdasarkan data resmi Biro Pusat Statistik (BPS), pada bulan September 2017, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 26,58 juta orang (10,12 persen), berkurang sebesar 1,19 juta orang dibandingkan dengan kondisi Maret 2017 yang sebesar 27,77 juta orang (10,64 persen).

Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2017 sebesar 7,72 persen turun menjadi 7,26 persen pada September 2017. Sementara persentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada Maret 2017 sebesar 13,93 persen turun menjadi 13,47 persen pada September 2017.

Selama periode Maret 2017–September 2017, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun sebanyak 401,28 ribu orang (dari 10,67 juta orang pada Maret 2017 menjadi 10,27 juta orang pada September 2017), sementara di daerah perdesaan turun sebanyak 786,95 ribu orang (dari 17,10 juta orang pada Maret 2017 menjadi 16,31 juta orang pada September 2017).

Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada September 2017 tercatat sebesar 73,35 persen. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kondisi Maret 2017 yaitu sebesar 73,31 persen.

Jenis komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan maupun di perdesaan adalah beras, rokok kretek filter, daging sapi, telur ayam ras, daging ayam ras, mie instan, dan gula pasir. Sementara komoditi nonmakanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis kemiskinan di perkotaan maupun perdesaan adalah perumahan, bensin, listrik, pendidikan, dan perlengkapan mandi. (001)