Kerja Marathon di Kaltim Green Akhirnya Berbuah Manis

Asisten Pokja Mitigasi Perubahan Dewan Daerah Perubahan Iklim (DDPI) Provinsi Kaltim, Wahyudi Iman Satria, MPA  dalam  Konferensi Pers yang dilaksanakan Dinas Kominfo Kaltim, Rabu (27/12/2023). (Foto Intoniswan/Niaga.Asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Melalui Program REDD+ dalam skema Forest Carbon Partnership Facility Carbon Fund(FCPF-CF), Pemerintah Indonesia dan World Bank pada 20 September 2017 menandatangani  letterofintent (LoI) dengan potensi pembayaran berbasis kinerja untuk penurunan emisi gas rumah kaca. LoI ini kemudian di revisi 12 Oktober 2019.

Potensi dana dari kerja sama tersebut sebesar USD 110 juta atau Rp1,7 triliun yang akan dibayarkan Bank Dunia kepada Pemerintah Indonesia melalui BPDLH (Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup). Dana tersebut sebagian besar menjadi hak Provinsi Kaltim atas kinerja pengurangan emisi GRK. Pemprov Kaltim menerima pembayaran resultbasedpayment (RBP) pertama dalam bentuk advancepayment dan telah dilakukan oleh World Bank.

Dalam kerja sama ini BPDLH telah menerima USD 20,9 juta atau sekitar Rp313 miliar dari Bank Dunia. Dari Rp313 miliar tersebut, pada 28 Februari 2023, disalurkan kepada Pemprov Kaltim dan 8 kabupaten/kota sebesar Rp260 miliar. Sedangkan Rp53 miliar menjadi bagian dari Pemerintah Pusat.

“Penyaluran dana kompensasi Rp260 miliar tersebut, pembagiannya sebesar Rp110 miliar melalui skema APBD Kaltim dan Rp150 miliar akan disalurkan kepada 441 desa di Kaltim melalui lembaga yang ditunjuk Pemprov Kaltim,” kata Direktur Utama BPDLH Djoko Hendratto dihadapan Menteri LHK Siti Nurbaya dan Gubernur Kaltim, H Isran Noor.

Dana kompensasi atas kinerja mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar Rp260 miliar itu hasil kerja marathon Pemprov Kaltim beserta stakeholder yang ada dalam mewujudkan Pembangunan Hijau Kalimantan Timur, sejak 13 tahun lalu. Tahun 2010 Gubernur Kaltim, H Awang Faroek Ishak mencanangkan dan sekaligus mendeklarasikan Kaltim Green, akhirnya berbuah manis.

Gubernur Kalimantan Timur Dr H Isran Noor bersama Menteri Lingkugan Hidup  dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar usai menyaksikan penandatanganan perjanjian pembayaran insentif untuk Provinsi Kalimantan Timur dalam kerangka REDD+ dan program FCPF ((Forest Carbon Partnership Facility/FCPF-Carbon Fund) di kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Selasa (28/2/2023). (Foto Biro Adpim Setdaprov)

Kampanye dan sekaligus kegiatan Gubernur Kaltim saat itu, H Awang Faroeks Ishak dengan slogan “1 orang menanam 5 pohon” berkeliling dari satu kabupaten ke kabupaten lainnya, termasuk di kota-kota di Kaltim, mengantar Kaltim lima tahun kemudian, atau tepatnya Bulan Oktober 2015 terpilih sebagai provinsi di Indonesia bagi pengimplementasian Program FCPF-CarbonFund, yang memperoleh insentif atas kinerja, tidak hanya bagi pemerintah tapi juga bagi masyarakat desa di Kaltim.

baca juga:

Pemprov Kaltim Sudah Manfaatkan Dana Insentif Pengurangan Emisi GRK

Dana Kompensasi Pengurangan Emisi GRK Masuk Batang Tubuh APBDes

Demikian diceritakan  Asisten Pokja Mitigasi Perubahan Dewan Daerah Perubahan Iklim (DDPI) Provinsi Kaltim, Wahyudi Iman Satria, MPA  dalam  Konferensi Pers yang dilaksanakan Dinas Kominfo Kaltim, Rabu (27/12/2023).

“Masih banyak yang harus dikerjakan sebab, dari Rp1,7 triliun potensi kerja sama ini, masih banyak yang bisa kita terima,” kata Wahyudi.

Implementasi Program FCPF CarbonFund Kaltim Tahun 2020-2024, merupakan program penurunan emisi berbasis REDD+ dengan status resultbasedpayment(RBP). Program ini dilatarbelakangi adanya deforestasi dan degradasi hutan yang merupakan sumber utama emisi GRK di Kaltim sehingga program FCPF-CarbonFund merupakan pilihan solusi signifikan.

“Program FCPF CarbonFund Kaltim dilaksanakan dalam skala yurisdiksional, untuk menyelamatkan hutan alam tersisa seluas 6,5 juta hektar di Kaltim,” ungkap Wahyudi.

Wartawan peserta konferensi pers bersama Kepala Bagian Sumber Daya Alam (SDA) Biro Perekonomian Sekretariat Daerah Kaltim, Muhammad Arnains, SE, MT, Dewan Daerah Perubahan Iklim Provinsi Kaltim, diwakili Asisten Pokja Mitigasi Perubahan, Wahyudi Iman Satria, dan Muriyanto, S.STP, M.Si, Penggerak Swadaya Masyarakat Ahli Muda di Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Provinsi Kaltim, dimoderatori Irene Yuriantini, Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi Publik Dinas Kominfo Provinsi Kaltim di Hote Fugo Samarinda, Rabu siang (27/12/2023). (Foto Intoniswan/Niaga.Asia)

Menurut Wahyudi, Tonggak Pertama Program FCPF Carbon Fund adalah Deklarasi Kaltim Green 2010. Kaltim Green, 2010 merupakan perangkat kebijakan, tata kelola pemerintahan, program pembangunan yang memberikan perlindungan sosial dan ekologis serta jaminan jangka panjang keselamatan dan kesejahteraan masyarakat serta keberlanjutan lingkungan hidup.

Program Kaltim Green bertujuan (1). Meningkatkan kualitas hidup dengan menyelaraskan aspek ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan; (2). Mengurangi ancaman perubahan iklim; (3). Mengurangi degradasi ekosistem; (4). Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya konservasi dan pemanfaatan sumber daya alam tak terbarukan secara bijaksana.

Kemudian, kata Wahyudi, Kaltim Green semakin kuat dan penting setelah terbit Perpres 59/2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, dimana. Kerangka Dasar Pembangunan Hijau; (1). Pertumbuhan ekonomi berkelanjutan; (2). Ekosistem penyedia jasa berfungsi produktif; (3). Pertumbuhan inklusif dan merata; (4). Ketahanan Sosial-EkonomiLingkungan; (5). Penurunan emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan.

Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan

Tag: