Komisi Yudisial Sambangi GMSS-SKM Samarinda

Dimas Ronggo Gumilar Prabandaru, Asisten Bidang Penerimaan Laporan Lasyarakat, Hubungan Antar Lembaga dan Sosiali Edukasi Publik dan Abdul Ghafur, Asisten Bidang Pemantauan Persidangan dan Advokasi Hakim Komisi Yudisial Penghubung Wilayah Kaltim di Pangkalan Pungut GMSS-SKM Samarinda. (Foto Niaga.Asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Komisi Yudisial RI Penghubung Wilayah Kalimantan Timur menyambangi Posko Pangkalan Pungut Gerakan Memungut Sehelai Sampah Sungai Karang Mumus (GMSS-SKM) dan melakukan diskusi dengan Misman, Ketua GMSS-SKM, Bakhtiar, Koordinator Lapangan GMSS-SKM dalam rangka menjalin komunikasi dan koordinasi tentang isu lingkungan di Kalimantan Timur,  Kamis (27/2/2020).

Dimas Ronggo Gumilar Prabandaru selaku Asisten Bidang Penerimaan Laporan Lasyarakat, Hubungan Antar Lembaga dan Sosiali Edukasi Publik menuturkan ingin berjejaring dalam sinergis dengan GMSS-SKM untuk beberapa perkara yang dipantau Komisi Yudisial Wilayah Kaltim  yang ada  singgungannya dengan isu lingkungan.

Bertemu di Ruang terbuka Hijau sempadan Sungai Karang Mumus Jalan Abdul Muthalib atau yang sering di sebut Pangkalan Pungut GMSS-SKM,  Danny Bunga didampingi rekannya,  Abdul Ghafur, Asisten Bidang Pemantauan Persidangan dan Advokasi Hakim.

Dimas Ronggo menjelaskan wacana kolaborasi yang direncanakan oleh Komisi Yudisial (KY) dalam memperbaiki tata lingkungan dan menegakkan sistem peradilan mengenai ekologi dan lingkungan Hidup di Indonesia.

“Isu Lingkungan seperti Karang Mumus dan lainnya Contohnya saja, kasus perdata sengketa tanah, lokasi tambang  batubara di Muara Jawa Kutai Kartanegara dan gugatan citizen law suit dari NGO tentang Tumpahan Minyak di Teluk Balikpapan,” jelas Dimas Ronggo.

Hal itu disampaikannya setelah mendengarkan penjelasan dari  Koordinator Lapangan GMSS-SKM, Bakhtiar terkait ruang sungai, air dan kehidupan yang tak terpisahkan. Setiap mahkluk perlu air untuk hidup. Air bukan hanya menghidupkan tetapi juga merupakan sarana atau ruang hidup.

“Bagi komunitas-komunitas yang satu pemahaman terkait ekologis harus menggalakkan  Kampanye Sungai lewat tulisan-tulisan, mempelajari bagaimana menulis dan memproduksi konten tentang sungai dan mempublikasikan lewat sosial media,” kata Bakhtiar.

Dijelaskan pula, jika SKM dibiarkan saja maka tak lama lagi SKM akan menjadi sungai mati. SKM perlu dikembalikan kesehatannya, kebersihan dan produktifitasnya. Jika sungai kembali sehat maka kualitas, kuantitas dan kontinuitas airnya akan terjaga. “Kita tak akan kelebihan tetapi juga tak kekurangan air ’’ucap Bakhtiar yang sering disapa Iyau Tupang.

Misman juga menjelaskan kepada Dimas Ronggo dan Abdul Gafur bahwa, jika selama ini berita atau cerita tentang SKM terputar-putar pada normalisasi dan relokasi, kehadiran GMSS-SKM membawa nuansa tersendiri. Berita tentang SKM yang berdasar pada aktivitas GMSS SKM menjadi lebih berwarna, membawa harapan baru bahwa masih ada harapan agar SKM kembali menjadi Sungai Kehidupan.

Diketahui LSM GMSS-SKM  konsen dan konsisten pada isu lingkungan dan fokus advokasi  Sungai Karang Mumus. Sub DAS Karang Mumus terletak di DAS Mahakam yang termasuk di Wilayah Sungai Mahakam. Terletak di Kota Samarinda dan sebagian kecil di Kabupaten Kutai Kartanegara. Sungai yang berada di sepanjang kota samarinda ini memiliki luas 316,22 km2 atau 31,622 ha dengan keliling sebesar 103,26 dan 20 Sub-Sub DAS (SSD).

Sungai Karang Mumus mengalami kerusakan  atas pembukaan lahan besar-besaran seperti penebangan liar, pertambangan batubara, perluasan permukiman, hilangnya daerah resapan air (daerah rawa), okupasi daerah sempadan sungai dan pengelolaan sampah-limbah yang belum optimal. Menyebabkan banjir, pendangkalan sungai, penurunan kualitas air, penurunan keanekaragaman hayati serta memburuknya kualitas lingkungan di daerah permukiman. (fs)

Tag: