Konvensi Minamata: Deklarasi Bali Memerangi Perdagangan Ilegal Merkuri

Konvensi Minamata  Antar Pihak ke-4 diselenggarakan secara tatap muka di BNDCC, Nusa Dua, Bali, 21-25 Maret 2022. (Foto Kemlu RI)

BALI.NIAGA.ASIA – Kepemimpinan Indonesia pada Konvensi Minamata telah membawa hasil konkret bagi dunia. Di COP4.2 merupakan paruh kedua Pertemuan Antar Pihak ke-4 Konvensi Minamata yang diselenggarakan secara tatap muka di BNDCC, Nusa Dua, Bali, 21-25 Maret 2022, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Siti Nurbaya Bakar, dengan dukungan negara-negara Pihak, telah secara resmi meluncurkan Deklarasi Bali untuk Memerangi Perdagangan Ilegal Merkuri.

Peluncuran dilakukan di hari pertama Pertemuan Para Pihak ke-4 fase dua Konvensi Minamata (Conference of the Parties – COP4.2), dengan penyerahan teks Deklarasi Bali oleh Menteri LHK kepada Sekretariat Minamata. Nantinya, Deklarasi Bali akan menjadi lampiran dalam dokumen hasil COP-4 Konvensi Minamata.

Konvensi Minamata, tercatat dihadiri  461 delegasi dari 109 negara/wakil pemerintah, terdapat pula sejumlah organisasi masyarakat sipil (CSOs) dari seluruh dunia. Konvensi Minamata merupakan konvensi internasional yang memiliki mandat untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan dari dampak buruk merkuri. Walaupun Konvensi ini telah melarang penggunaan merkuri pada kegiatan Pertambangan Emas Skala Kecil dan Menengah (PESK), namun belum secara khusus mengatur perdagangan ilegal merkuri.

Guna melengkapi kekosongan tersebut dan menyikapi meningkatnya perdagangan ilegal merkuri yang signifikan, Indonesia terdorong untuk mengajukan Deklarasi Bali guna menjawab tantangan global ini.

Dalam sambutannya, Menteri LHK, Siti Nurbaya  menekankan bahwa,  industri perdagangan ilegal merkuri merupakan tantangan besar dalam upaya membebaskan dunia dari merkuri. Sementara itu, Sekretaris Eksekutif Konvensi Minamata, Monika Stankiewicz, menyampaikan bahwa ancaman merkuri terhadap kesehatan manusia dan lingkungan sangat mendesak sehingga aksi nyata tidak dapat lagi dibiarkan menunggu.

Turut berbicara dalam sesi peluncuran adalah Ketua Delegasi Indonesia, Dubes Muhsin Syihab, yang menjelaskan bahwa Deklarasi Bali lahir dari kebutuhan untuk memperkuat kerja sama global memerangi perdagangan ilegal merkuri yang tiap tahunnya terus meningkat.

“Deklarasi Bali merupakan titik awal yang akan membuka jalan untuk kerja sama yang lebih kuat dan mendorong semangat global dalam memerangi perdagangan ilegal merkuri,” ujar Dubes Muhsin di hadapan para delegasi COP 4.2.

Selain itu, hadir pada peluncuran Deklarasi Bali adalah Chief Executive Officer Global Environment Facility (GEF), Carlos Manuel Rodriguez yang menyampaikan pentingnya upaya bersama dalam mengatasi perdagangan ilegal merkuri.

“GEF siap untuk bekerja sama dalam menindaklanjuti Deklarasi Bali,” ujarnya.

Deklarasi Bali menggarisbawahi dampak negatif yang besar dari perdagangan ilegal merkuri. Pentingnya kerja sama internasional, termasuk bantuan bagi negara berkembang, merupakan salah satu yang juga digarisbawahi oleh Deklarasi Bali.

Proses penyusunan Deklarasi Bali sediri telah melalui pembahasan yang panjang, inklusif dan transparan sejak awal tahun 2021. Deklarasi Bali bersifat non-legally binding, dengan fokus mendorong kerja sama dan koordinasi internasional untuk memerangi perdagangan ilegal merkuri.

Secara khusus, Deklarasi Bali mendorong adanya dukungan bagi pendidikan, capacity building, bantuan teknis, dan transfer teknologi bagi negara berkembang untuk memerangi perdagangan ilegal merkuri.

COP4.2 merupakan paruh kedua Pertemuan Antar Pihak ke-4 Konvensi Minamata yang diselenggarakan secara tatap muka di BNDCC, Nusa Dua, Bali, 21-25 Maret 2022.

Sumber : Kementerian Luar Negeri​ | Editor : Intoniswan

Tag: