Korupsi dan TPPU di PT Asuransi Jiwa Taspen, JAM Pidsus Tahan Dua Tersangka

Eks Dirut Taspen Life berinisial MS ditahan Kejagung (Foto: dok. Kejagung)

JAKARTA.NIAGA.ASIA Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus telah menetapkan  dua orang Tersangka dalam Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pada Pengelolaan Dana Investasi di PT. Asuransi Jiwa Taspen (PT AJT) tahun 2017 –  2020 yang merugikan keuangan PT AJT Rp150 miliar.

Kedua tersangka tersebut, Pertama; MS selaku Direktur Utama sekaligus Ketua Komite Investasi PT Asuransi Jiwa Taspen. Kedua;  HS selaku Beneficial Owner Group PT Sekar Wijaya, termasuk PT PRM yang merupakan penerbit MTN Prioritas Finance 2017.

“Untuk mempercepat proses penyidikan, selanjutnya terhadap  kedua tersangka,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, DR. Ketut Sumedana, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (29/3/2022).

Menurut Ketut, MS dan HS sama-sama dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20  hari terhitung sejak 29 Maret 2022 –  17 April 2022.

Dalam kasus korupsi dan TPPU ini, kronologisnya,  pada tanggal 17 Oktober 2017 PT AJT  melakukan penempatan dana investasi sebesar Rp. 150 miliar  dalam bentuk Kontrak Pengelolaan dana (KPD) di PT. Emco Asset Managemen selaku Manager Investasi dengan underlying berupa Medium Term Note (MTN) PT. Prioritas Raditya Multifinance (PT. PRM), meskipun sejak awal diketahui Medium Term Note (MTN)  PT. PRM tidak mendapat peringkat/investment grade.

Dana pencairan Medium Term Note tersebut oleh PT PRM tidak dipergunakan sesuai dengan tujuan MTN dalam Perjanjian penerbitan MTN, melainkan langsung mengalir dan didistribusikan ke Group Perusahaan PT Sekar Wijaya dan beberapa pihak yang terlibat dalam penerbitan MTN PT PRM sehingga gagal bayar.

Untuk menutupi gagal bayar MTN dari laporan keuangan PT AJT, kemudian dibuat seolah-olah telah dilunasi dengan dilakukan penjualan tanah jaminan yang terletak di Solo senilai kewajiban PT PRM kepada PT AJT kepada PT. Nusantara Alamanda Wirabhakti dan PT. Bumi Mahkota Jaya, padahal uang yang dipergunakan untuk pembelian tersebut berasal dari keuangan PT AJT yang dikeluarkan dengan dibungkus transaksi investasi melalui  beberapa reksa dana yang kemudian dikendalikan untuk membeli saham-saham tertentu.

Peran tersangka MS dalam kasus ini, kata Ketut,  MS menyetujui Investasi pada KPD yang dikelola oleh PT Emco Asset Management dengan Underlying MTN Prioritas Finance 2017, tanpa memperhatikan rekomendasi hasil analisis investasi.

Menandatangani Lembar Pengantar Transaksi Instruksi (LPTI), Pemindahbukuan dan Cek terkait dengan Investasi pada KPD yang dikelola oleh PT Emco Asset Management dengan Underlying MTN Prioritas Finance 2017.

“MS juga menginisiasi penyelesaian Jaminan MTN Prioritas Finance 2017 melalui skema Investasi pada Reksa Dana Minna Padi Pasopati, Reksa Dana Syariah Minna Padi Indraprastha, Reksa Dana PNM Saham Unggulan dan Reksa Dana Insight Bhineka Balance Fund,” terang Ketut.

Sedangkan tersangka HS berperan melakukan rekayasa Laporan Keuangan PT PRM, seolah-olah PT PRM membiayai anjak piutang Sister Company yang sebenarnya tidak ada aktifitas perusahaan yang dilakukan tanpa proses due diligence.

Memberikan cek kosong sebagai Jaminan Buyback MTN jika hingga 10 Desember 2017 tidak dapat ditingkatkan menjadi RDPT.

“Mengatur serta menentukan Penggunaan Dana Pencairan MTN diluar tujuan diterbitkan MTN yakni untuk kepentingan pribadi dan Group PT Sekar Wijaya,” tegas Kapuspenkum Kejagung.

Perbuatan tersangka MS disangkakan melanggar yaitu: Primair: Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Subsidiair: Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP

Tersangka HS disangka melanggar , yaitu, Primair: Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Subsidiair: Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Juga melanggar, Pertama: Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, atau Kedua: Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Sumber : Puspenkum Kejaksaan Agung | Editor : Intoniswan

Tag: