Korupsi Solar Cell Rp53,6 Miliar, Rismayanti Benarkan Dipanggil “Mami” Sama Panji Asmara

Sebelah kiri: Jaksa Penuntut Umum dalam perkara Tipikor pengadaan solar cell di DPMPTSP Kutim tahun Anggaran 2020, Kepala Kejaksaan Negeri Sangatta  Henryadi W Putro, Arga Indra, dan Yuda. (Foto Intoniswan/Niaga.Asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Pemeriksaan saksi-saksi dalam perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) di proyek pengadaan solar cell untuk rumah tangga yang merugikan keuangan negara Rp53,6 miliar di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kutai Timur (Kutim) di Pengadilan Tipikor Samarinda,  ada saja hal lucu dan bikin pengunjung sidang harus menahan tawa.

Hal yang terasa lucu dan tidak masuk akal, muncul ketika saksi-saksi yang sudah dibawah sumpah harus menjawab pertanyaan JPU (Jaksa Penuntut Umum) Kepala Kejaksaan Negeri Sangatta  Henryadi W Putro, Arga Indra, dan Yuda, maupun ketika saksi menjawab pertanyaan majelis hakim yang diketuai Hindaryanto dengan hakim anggota Suprapto dan Nugrahini Meinastiti dalam sidang hari Rabu (31/08/2022).

Tidak hanya itu, ketua majelis hakim, Hindaryanto  paling aktif mengingatkan saksi agar saat menjawab pertanyaan JPU atau penasihat hukum terdakwa, tetap sambil menghadap ke majelis hakim, bukan menghadap ke JPU atau penasihat hukum,  duduk dengan sopan, tidak berselonjor atau menyilangkan kaki. Sedangkan anggota majelis hakim Suprapto, termasuk paling aktif dan berulang kali mengingatkan dan meminta penasihat hukum mengajukan pertanyaan yang tidak membuat bingung saksi.

Dalam perkara Tipikor ini, JPU mendakwa, Panji Asmara, Kepala Sub Bagian Perencanaan Program Badan Pendapatan Daerah Kutim,  Abdullah, anggota Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah pada DPMPTSP Kutim, Herru Sugonggo alias Herru, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kegiatan Pengadaan Solar Cell di DPMPTSP Kutim, dan M. Zohan Wahyudi  selaku Direktur PT. Bintang Bersaudara Energi telah melakukan Tipikor yang merugikan keuangan negara Rp53,6 miliar. Keempat terdakwa didampingi penasihat hukum, masing-masing Andi Asran, Benny Beda, Ricky Rifandy, dan Kasim.

Hal yang paling lucu dalam sidang kemarin adalah, ketika menjawab JPU, saksi Rismayanti membenarkan dalam komunikasi dengan terdakwa Panji Asmara melalui aplikasi Telegram, dirinya disebut “mami” oleh Panji Asmara, sebaliknya Rusmayanti membalas dengan sebutan “papi” kepada  Panji Asmara.

“Benar saya komunikasi dengan Panji Asmara dengan sebutan demikian. Komunikasi  dilakukan melalui aplikasi Telegram. Nomor Panji Asmara juga kadang berganti-ganti. Tapi saya lebih sering dihubungi daripada menghubungi,” ungkap Rismayanti, PNS di DPMPTSP Kutim ini.

Dari sembilan saksi yang dihadirkan JPU, Rismayanti, termasuk paling sering menggunakan kata “siap” setiap menjawab pertanyaan JPU, majelis hakim, ataupun penasihat hukum.

Hal lain yang membuat anggota majelis hakim Suprapto setengah tidak percaya adalah ketika saksi Aldi dan Prayoga mengatakan selama lima kali menerimakan uang fee untuk Panji Asmara dalam jumlah Rp30,6 miliar dari Sadam Husein, tidak pernah dikasih uang sama Panji Asmara dan harus mau diturunkan ditengah jalan sama Panji Asmara.

“Benar Pak Hakim, tak dikasih apa-apa,” jawab Aldi atas pertanyaan Suprapto.

“Kok bisa, sudah dipinjami mobil, saudara saksi mau diturunkan di tengah jalan,” kata Suprapto lagi.

Jaksa Penuntut Umum dalam perkara Tipikor pengadaan solar cell di DPMPTSP Kutim tahun Anggaran 2020, Arga Indra mengkonfirmasi aliran uang dari berbagai rekening saksi dihadapan majelis hakim dan para penasihat hukum terdakwa dalam sidang Pengadilan Tipikor Samarinda, Rabu (31/08/2022). (Foto Intoniswan/Niaga.Asia)

Saksi lainnya, pasangan suami istri, Andika Jonata-Daniati dalam kesaksiannya mengatakan, dalam urusan proyek pengadaan solar cell itu, harus menombok untuk membayarkan fee kepada pemilik 10 perusahaan di Samarinda yang perusahaannya (cv) dipakai Sadaruddin.

“Untuk 9 perusahaan milik saya dan istri, dan keluarga, yang dipinjam untuk pengadaan solar cell, fee-nya belum pernah dikasih Sadaruddin,” ungkap Andika.

Sedangkan Daniati juga mengaku tak tak dapat apa-apa dari meminjamkan perusahaannya, karena setiap ada pembayaran masuk ke rekening perusahaannya atau ke 10 rekening perusahaan lainnya, langsung diserahkan lagi ke Sadaruddin.

“Lain kali hati-hati meminjamkan perusahaan,” nasihat hakim Suprapto kepada pasutri ini.

Kesaksian Sadam Husein yang berperan dalam menampung dana pencairan pekerjaan dari ratusan perusahaan, kemudian harus ke Samarinda 5 kali menyerahkan bagian Panji Asmara Rp30,6 miliar dari kegiatan pengadaan solar cell, lebih “menyedihkan” lagi, dia hanya mendapat imbalan Rp20 juta dalam dua kali penyerahan, masing-masing Rp5 juta dan Rp15 juta.

“Saya terima uang itu dari Rismayanti,” katanya.

Saksi Sadaruddin yang ditugaskan Rismayanti mengumpulkan perusahaan (cv) untuk mengerjakan 379 paket pengadaan solar cell, mengaku hanya dapat imbalan dari Rismayanti sebanyak Rp75 juta yang diserahkan dua kali, pertama Rp25 juta dan kedua Rp50 juta.

Soal uang proyek, Rismayanti mengaku memperoleh Rp1,7 miliar. Dari Rp1,7 miliar itu, sebanyak Rp450 juta sudah dikembalikannya ke JPU sebagai barang bukti, lainnya sudah habis untuk belanja operasional proyek dan membeli sejumlah alat tulis kantor, serta laptop.

“Saya juga pernah menyerahkan uang Rp550 juta kepada Abdullah, Herru Rp100 juta, dan Hendrik Rp50 juta, dan bendahara kantor Rp125 juta,” ungkap Rismayanti.

Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan

Tag: