KPK Sangka Wahyu Setiawan Terima Suap dalam Memproses PAW Anggota DPR RI dari PDI-P

aa
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengawali konferensi pers  penetapan tersangka suap, Wahyu Setiawan di kantornya pada Kamis (9/1) malam, dan dihadiri Ketua KPU, Arif Budiman. (Foto KPK RI)

JAKARTA.NIAGA.ASIA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah melakukan pemeriksaan dan sebelum batas waktu 24 jam sebagaimana diatur dalam KUHAP, dilanjutkan dengan gelar perkara, KPK menetapkan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan) sebagai tersangka dalam  Tindak Pidana Korupsi menerima hadiah atau terkait penetapan anggota DPR-RI Terpilih tahun 2019-2024 dari PDI-P.

Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengawali konferensi pers di kantornya pada Kamis (9/1) malam dan dirilis di situs kpk.go.id menerangkan, dari delapan orang yang diamankan, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka. Empat orang itu adalah WSE (Komisioner Komisi Pemilihan Umum), ATF (Mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu, orang kepercayaan WSE), HAR (politikus PDIP), dan SAE (swasta).

“Tersangka WSE dan ATF disangkakan sebagai penerima, dua tersangka lain yakni HAR dan SAE disangkakan sebagai pemberi. HAR melalui SAE diduga memberi sejumlah uang untuk WSE melalui ATF terkait dengan penetapan aanggota DPR Pengganti Antar Waktu 2019-2024,” kata Lili.

Sebagai penerima para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebagai pemberi para tersangka disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

KPK meminta tersangka HAR segera menyerahkan diri ke KPK dan pada pihak lain yang terkait dengan perkara ini agar bersikap koperatif.

“KPK berharap masyarakat dapat mengawal proses penanganan perkara ini karena dugaan tindak pidana korupsi yang sedang ditangani ini terkait dengan aspek mendasar dalam proses demokrasi yang sedang kita jalani,” kata Lili.

aa
Wahyu Setiawan. (Dok MI)

Duduk kasusnya

Kasus bermula saat caleg PDIP atas nama Nazarudin Kiemas meninggal dunia pada Maret 2019, padahal Nazarudin merupakan caleg DPR terpilih. Lantas di awal Juli 2019, Lili menyebut ada salah satu pengurus DPP PDIP memerintahkan seorang bernama Doni yang disebut berprofesi sebagai advokat untuk mengajukan gugatan uji materi terhadap Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara ke Mahkamah Agung (MA).

“Gugatan ini kemudian dikabulkan Mahkamah Agung pada 19 Juli 2019. MA menetapkan partai adalah penentu suara dan pengganti antar waktu,” kata Lili.

Penetapan MA itu kemudian menjadi dasar PDIP bersurat ke KPU untuk menetapkan Harun Masiku sebagai pengganti Nazarudin di DPR. Namun KPU melalui rapat pleno menetapkan caleg PDIP yang memperoleh suara di bawah Nazarudin yaitu Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin di DPR.

Di sinilah terjadi ‘main mata’. Lili menyebut ada seorang swasta bernama Saeful melobi Agustiani Tio Fridelina agar mengabulkan Harun sebagai pengganti Nazarudin ke DPR. Agustiani lantas menghubungi Wahyu Setiawan yang merupakan Komisioner KPU. KPK menyebut Agustiani adalah mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu yang juga orang kepercayaan Wahyu Setiawan.

Namun KPK tidak menyebutkan jelas mengenai ada tidaknya perintah dari PDIP pada Saeful untuk mengurusi masalah itu. Sumber uang dari Saeful disebut KPK akan didalami dalam proses penyidikan.

“Akan didalami oleh penyidikan. Ini akan dalam karena ini masih awal dan sifatnya OTT dan pasti akan didalami,” kata Lili.

Kembali pada persoalan lobi-lobi. Wahyu yang mendapatkan kabar dari Agustiani lantas menyatakan setuju dengan mengatakan ‘Siap mainkan!’.

“Untuk membantu penetapan HAR (Harun Masiku) sebagai anggota DPR RI pengganti antar waktu, WSE (Wahyu Setiawan) meminta dana operasional Rp 900 juta,” kata Lili.

Pada akhir Desember 2019
– Harun memberikan Rp 850 juta ke Saeful melalui salah seorang staf di DPP PDIP.
– Saeful memberikan Rp 150 juta ke Doni.
– Sisanya Rp 700 juta di Saeful dibagikan ke Agustiani Rp 450 juta dan sisanya Rp 250 juta untuk operasional.
– Rp 450 juta yang diterima Agustiani disebut KPK ditujukan ke Wahyu sebesar Rp 400 juta tetapi uang itu disimpan oleh Agustiani.
Kemudian pada 7 Januari 2020, KPU menolak permohonan PDIP untuk menetapkan Harun sebagai PAW. Setelahnya Wahyu Setiawan menghubungi Doni bahwa dirinya masih mengupayakan Harun sebagai PAW.
“Pada Rabu, 8 Januari 2020, WSE (Wahyu Setiawan) meminta sebagian uangnya yang dikelola oleh Agustiani. Tim menemukan dan mengamankan barang bukti uang Rp 400 juta yang berada di tangan ATF (Agustiani Tio Fridelina) dalam bentuk dolar Singapura,” ucap Lili.
KPK lantas menetapkan Wahyu Setiawan dan Agustiani sebagai penerima suap dan Harun serta Saeful sebagai pemberi suap. Namun Harun tidak terjaring KPK dalam OTT sehingga KPK meminta Harun kooperatif menyerahkan diri. (*/dtc)

 

Tag: