KPU Nunukan Tolak Permintaan Pemilu Sistem Noken di Krayan

aa
Foto ilustrasi

NUNUKAN.NIAGA.ASIA-Masyarakat adat Krayan di Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara meminta sisten noken di Pemilu 2019 Sistem pemilu noken selama ini dikenal hanya diakomodir pemerintah dilaksanakan di Papua. Dalam sistem itu tidak digunakan asas pemilihan langsung, tapi (perwakilan)-pemilih diwakili oleh kepala adat dalam menentukan pilihan, baik untuk anggota DPR/DPRD/DDP, pilkada maupun pemilihan presiden dan wakil presiden.

Permintaan sistem noken diberlakukan di wilayah Krayan disuarakan oleh  para tokoh adat besar dan perwakilan masyarakat Krayan kepada KPU (Komisi Pemilihan Umum) Kabupaten Nunukan, Jumat lalu (12/10/2018). Landasan permintaan itu adalah karena kuatir dengan sistem penghitungan suara untuk satu kursi di DPRD Nunukan, putra-putri dari Krayan kesulitan lolos ke DPRD Nunukan sebab, jumlah mereka tidak sebanyak etnis lainnya di Kabupaten Nunukan.

Adanya usulan tersebut dibenarkan Kepala KPUD Nunukan Hj. Dewi Sari Bahtiar, Rabu (17/10/2018). Dewi mengungkapkan, usulan sistem noken itu telah ditolak KPU karena hanya diakomodir dalam UU Pemilu di wilayah pedalaman dan pegunungan Provinsi Papua. “Ssitem noken itu di Papua juga tidak berlaku di semua kabupaten,” katanya.

Noken sendiri di Papua diberlakukan dengan alasan bahwa banyak warga-warga yang berdomisili di daerah-daerah pegunungansulit datang ke lokasi pencoblosan pemilu. Selain itu banyak pemilih disana belum paham betul arti dari Pemilu. “Secara bertahap KPU sudah mengurangi sistem noken, bahkan hanya tinggal di beberapa desa,” ujar Dewi. Sistem noken rentan membawa kekacauan hasil pemilu, hal itu dikarenakan pemilu dikendalikan oleh kepala adat dengan cara mendatangi para pemilih dan hasil pemilu bisa diputuskan dengan voting kepala adat.

aa
Hj Dewi Sari Bahtiar, Ketua KPU Nunukan.

Menurut Dewi, KPU memahani kekuatiran warga Krayan yang berkeinginan anggota-anggota dewan yang duduk di DPRD kabupaten dan provinsi benar-benar wakil dari masyarakat Krayan bukan dari masyarakat luar. “Saya pahami keinginan warga disana, mereka kuatir perwakilan Krayan tidak terwakilkan duduk di DPRD Nunukan dan Provinsi,” tuturnya.

Penolakan KPUD Nunukan terhadap permintaan pemilu noken di Krayan bukan berarti komisioner tidak memperhatikan keinginan para tokoh adat dan putra daerah Krayan,  tapi KPU  semata-mata menerapkan aturan yang berlaku saat ini.  Jika masyarakat adat Krayan ingin benar-benar perwakilan mereka duduk di dewan, Krayan bisa meminta tambahan dapil yang tentunya terlepas dari dapil sebelumnya yaitu dapil III membawahi Sebuku, Sembakung, Lumbis, Lumbis Ogong dan Sembakung Atulai. “Silahkan warga Krayan minta tambahan dapil baru yang wilayah pemilihannya berada di 5 Kecamatan Krayan,” tuturnya.

Namun begitu kata Dewi, penambahan dapil harus melihat dari jumlah pemilih, jika pemilih memenuhi 10.000 lebih atau 3 kursi dewan, pembentukan dapil dapat terpenuhi. Sebaliknya untuk saat ini, jumlah pemilih di Krayan hanya mampu memenuhi 2 kursi dewan. “Mungkin 5 tahun mendatang jumlah penduduk bertambah, nanti lewat perwakilan dewan, mereka bisa mengajukan dapil baru khusus untuk Krayan,” tuturnya. (002)