Larang Perempuan Ikuti Perkuliahan, Negara-negara Muslim Kecam Taliban

Seorang mahasiswa di Universitas Kabul berkata kepada BBC dia telah menangis sejak mendengar berita itu. (Foto WAKIL KOHASR/AFP via BBC News Indonesia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim, termasuk Arab Saudi, Turki, dan negara-negara Teluk, mengecam keputusan pemerintah Taliban di Afghanistan melarang perempuan mengikuti perkuliahan di universitas.

Kementerian Luar Negeri Saudi mengatakan, kelompok Taliban berkewajiban menerapkan prinsip-prinsip Islam tentang hak-hak perempuan.

Dalam satu pernyataan tertulis, Kementerian Luar Negeri Saudi mengatakan “kebijakan melarang perempuan mengikuti kegiatan pendidikan di universitas adalah hal yang mengherankan di semua negara Islam”.

Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu, mengatakan pelarangan tersebut “tidak Islami dan tidak berperikemanusiaan”.

Ia mendesak pemerintah Taliban membatalkan tindakan mereka.

“Apakah ada kerugian jika kaum perempuan mendapatkan pendidikan? Apa ruginya bagi Afghanistan? Apakah [pelarangan ini] dibenarkan oleh agama Islam? Agama kita, Islam, tidak menentang pendidikan; bahkan sebaliknya mendorong pendidikan dan sains,” ujar Cavusoglu.

Saudi dan Turki menambah daftar negara Muslim yang mengecam keras Taliban.

Sebelumnya, Qatar yang dikenal sebagai penengah Taliban-Amerika Serikat, juga mengkritik tindakan Taliban.

Di luar Saudi, Qatar, dan Turki, Inggris, dan AS, para menteri luar negeri kelompok negara G7 yang menggelar pertemuan di Berlin juga mengecam keras langkah Taliban, yang mulai diberlakukan beberapa hari lalu.

Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock, mengatakan, Taliban “secara sistematis mengadopsi kebijakan yang mempersekusi gender, yang bisa digolongkan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan”.

Kelompok Taliban mengatakan pelarangan diambil karena “mahasiswa perempuan tidak mengenakan pakaian sesuai kaidah Islam dan telah terjadi interaksi antara mahsiswa laki-laki dan perempuan”.

Pada hari Rabu (21/12) aparat keamanan Taliban menghalangi ratusan mahasiswi masuk ke lingkungan kampus, sehari setelah kelompok yang berkuasa di Afghanistan itu melarang perempuan belajar di universitas.

Video-video yang disebarkan di media sosial menunjukkan para mahasiswi berkerumun di depan kampus dan saling menghibur. Sejumlah mahasiswa kedokteran tampak keluar dari ruang kuliah sebagai bentuk solidaritas di kota Kandahar dan Jalalabad.

Kementerian Pendidikan Tinggi mengatakan larangan tersebut berlaku sampai pemberitahuan lebih lanjut. Ini diperkirakan akan segera berlaku.

Kebijakan ini semakin membatasi akses perempuan ke pendidikan formal, mengingat mereka sudah dikeluarkan dari sebagian besar sekolah menengah.

Seorang mahasiswa di Universitas Kabul berkata kepada BBC dia telah menangis sejak mendengar berita itu.

Tiga bulan lalu ribuan perempuan muda dan dewasa mengikuti ujian masuk universitas di seluruh Afghanistan.

Hari Rabu (21/12/2022) aparat keamanan Taliban menghalangi ratusan mahasiswi masuk ke lingkungan kampus, sehari setelah kelompok yang berkuasa di Afghanistan itu melarang perempuan belajar di universitas. (Foto AFP via BBC News Indonesia)

Namun mata pelajaran yang dapat mereka pelajari dibatasi secara luas, dengan ilmu kedokteran hewan, teknik, ekonomi, dan pertanian dilarang sama sekali dan jurnalisme sangat dibatasi.

Sejak Taliban mengambil alih Afghanistan tahun lalu, universitas menerapkan pemisahan ruang kelas dan pintu masuk berdasarkan gender.

Mahasiswa perempuan hanya boleh diajar oleh dosen perempuan atau laki-laki tua.

Menanggapi larangan terbaru, seorang mahasiswi mengatakan kepada BBC bahwa dia pikir Taliban takut pada perempuan dan kekuatan mereka.

“Mereka menghancurkan satu-satunya jembatan yang dapat menghubungkan saya dengan masa depan saya,” katanya.

“Bagaimana saya bisa bereaksi? Saya percaya bahwa saya dapat belajar dan mengubah masa depan saya atau membawa terang ke dalam hidup saya, tetapi mereka menghancurkannya.”

Sektor pendidikan Afghanistan sangat terdampak setelah Taliban berkuasa dan telah terjadi eksodus akademisi terlatih setelah penarikan pasukan asing pimpinan AS tahun lalu.

Perempuan lain berbicara tentang “terlalu banyak kesulitan” untuk sekadar mencoba melanjutkan pendidikannya setelah Taliban berkuasa.

Dia berkata kepada BBC: “Kami berjuang dengan saudara-saudara kami, dengan ayah kami, dengan masyarakat, dan bahkan dengan pemerintah.

“Kami melewati situasi yang sulit hanya supaya bisa melanjutkan pendidikan kami”.

“Waktu itu setidaknya saya senang bisa lulus dari universitas dan menggapai mimpi saya. Tapi, sekarang bagaimana saya bisa meyakinkan diri sendiri?”

Ekonomi Afghanistan sebagian besar bergantung pada bantuan asing dalam beberapa dekade terakhir, tetapi lembaga-lembaga bantuan telah menyetop sebagian – dan dalam beberapa kasus sepenuhnya – dukungan ke sektor pendidikan setelah Taliban menolak untuk mengizinkan anak perempuan bersekolah di sekolah menengah.

Banyak staf pengajar yang belum dibayar selama berbulan-bulan.

Langkah terbaru ini kemungkinan besar akan menimbulkan kekhawatiran lebih lanjut di komunitas internasional.

AS dan negara-negara Barat lainnya telah menjadikan perbaikan pendidikan perempuan di Afghanistan sebagai syarat untuk secara resmi mengakui pemerintah Taliban.

Wakil Duta Besar PBB AS Robert Wood mengecam tindakan terbaru Taliban.

“Taliban tidak bisa berharap untuk menjadi anggota sah dari komunitas internasional sampai mereka menghormati hak-hak semua warga Afghanistan,” katanya.

“Terutama hak asasi manusia dan kebebasan mendasar perempuan dan anak perempuan.”

Pada November lalu, otoritas melarang perempuan mengunjungi taman-taman di ibu kota Kabul, mengklaim hukum Islam tidak dipatuhi di sana.

**) Artikel ini bersumber dari BBC News Indonesia yang sudah tayang dengan judul; “Negara-negara Muslim kecam keras Taliban yang larang perempuan ikuti perkuliahan: ‘Apakah pelarangan dibenarkan oleh Islam?

Tag: