LSR Minta Kejati Kaltim Usut Dugaan Penyimpangan BPO Gubernur

kejati
Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur.

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Lembaga Swadaya Rakyat (LSR) Kalimantan Timur minta Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim mengusut dugaan penyimpangan BPO (Belanja Penunjang Operasional) Gubernur Kaltim, H Awang Faroek Ishak seperti menjadi temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dalam pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT)  Agustus 2015 sebesar Rp2,7 miliar lebih dari total BPO sebesar Rp4,9 miliar dan adanya anggaran untuk kegiatan yang sama sebesar Rp1,7 miliar lebih pada tahun anggaran 2013.

Direktur Eksekutif LSR Kaltim, Muhammad Ridwan ketika dimintai tanggapannya oleh Niaga.asia, Minggu (25/3) mengatakan, Kejati Kaltim tidak boleh menutup mata atas penyimpangan penggunaan dana BPO tersebut, apalagi terjadi overlapping penganggaran untuk satu kegiatan. “Kalau diakumulasikan, artinya dugaan kerugian mengara menjadi double, Rp2,7 miliar ditambah 1,7 miliar, atau seluruhnya menjadi Rp4,4 miliar,” katanya.

Menurut Ridwan, meski tahun lalu Pemprov Kaltim memberikan bantuan ke Kejati Kaltim untuk pembangunan sejumlah prasarana kantor di Perkantoran Kejati Kaltim, tidak bisa bantuan itu dijadikan penghalang mengusut dugaan korupsi di Pemprov Kaltim. “Jangan campuradukkan penegakan hukum dengan bantuan keuangan dari Pemprov Kaltim,” ujarnya.

Dijelaskan pula, temuan dalam PDTT sudah bisa dijadikan dasar untuk melakukan penyelidikan sebab, kekuatan PDTT diatas audit tahunan biasa. Dalam PDTT sudah disebutkan ada penggunaan BPO tanpa  dilengkapi bukti penggunaan, kemudian ada pula alokasi anggaran dimata anggaran terpisah untuk kegiatan yang seharusnya didanai BPO. “Menjadi sangat absurd kalau Kejati Kaltim enggan menindaklanjuti,” ungkap Ridwan.

Permintaan klarifikasi dan konfirmasi akan pemenuhan bukti-bukti penggunaan uang sebesar Rp2,7 miliar tersebut belum diperoleh Niaga.asia, baik dari Kepala Biro Humas dan Protokol Setwilprov Kaltim, Tri Murti Rahayu maupun Kepala Badan Pengelola Keuangan Aset Daerah (BPKAD) Kaltim, H Fathul Halim.

Menurut Tri Murti Rahayu, dia sudah membaca berita Niaga.asia, tapi untuk memberikan arahan kemana masalah tersebut dikonfirmasi dan diklarifikasi dia perlu waktu. “Saya masih diluar daerah,” kata Tri.

Sedangkan Fathul Halim menyebut, pengelolaan dana BPO gubernur ada di Biro Umum, sehingga data-data untuk BPO tahun 2013 dan lampiran-lampiran pelengkap pertanggungjawaban atas penggunaan dana ada di Biro Umum. “Bukan di BPKAD,” katanya singkat.

Dalam pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) yang dilakukan BPK pada tahun 2015 dan dituangkan dalam LHP No:22/XIX/08/2015, tanggal 24 Agustus 2015, gubernur juga menggunakan dana terpisah untuk berbagai kegiatan yang seharusnya menggunakan BPO.

Jumlah dana dari mata anggaran lain yang digunakan untuk membiayai kegiatan tersebut pada tahun anggaran 2012 sebesar Rp1,738 miliar lebih dan Rp3,905 miliar pada tahun anggaran 2013. “Kegiatan yang seharusnya didanai dana BPO tapi ini menggunakan dana dari mata anggaran lain,” ungkap BPK dalam LHP yang ditandatangani Penanggung Jawab Pemeriksaan, Sjafrudin Mosii.

Menurut BPK, pada tahun anggaran 2013, BPO gubernur adalah sebesar Rp4,989 miliar, dengan bukti pertanggungjawaban sebesar Rp2,259 miliar dan dengan catatan dari sekretaris sebesar Rp2,729 miliar, tersisa Rp315.466,oo.

Atas pemeriksaan hasil temuan itu dan klarifikasi dari Biro Umum Pemprov Kaltim, BPK  menyatakan terdapat beberapa kondisi atas dokumen yang diserahkan sebagai bagian dari tanggapan temuan pemeriksa, yaitu; dokumen pertanggungjawaban hanya berupa daftar pengeluaran saja, dan tanda bukti terima uang kepada pihak lain namun tidak ada penggunaan secara rinci. “Tidak terdapat dokumen yang mendukung bahwa kegiatan-kegiatan yang didanai dari BPO tersebut benar-benar dilakukan,” kata BPK.

Dijelaskan pula penggunaan dana BPO sebagaimana dilakukan gubernur tidak sesuai sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor:109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Pasal 8 yang menyatakan untuk pelaksanaan tugas-tugas kepala daerah dan wakilnya disediakan; biaya rumah tangga, pembelian inventaris rumah rumah jabatan, biaya pemeliharaan rumah jabatan dan barang inventaris, pemeliharaan kendaraan dinas, kesehatan, perjalanan dinas, pakaian dinas, dan biaya penunjang operasional

“Disediakannya dana dari pos pengeluaran terpisah untuk melaksanakan kegiatan yang seharusnya didanai BPO pada tahun anggaran 2012 dan 2013, lanjut BPK, terindikasi berpotensi digunakan sebagai tambahan penghasilan kepala daerah,” tulis Penanggung Jawab Pemeriksaan, Sjafrudin Mosii. “Kondisi itu tersebut mengakibatkan BPO tidak dapat diyakini penggunaannya sesuai peruntukan dan berpotensi disalahgunakan,” lanjutnya. (001)