Masuk Ilegal ke Nunukan, WN Pakistan Berencana Membuat KTP untuk Menikah

Kasi Inteldakim Imigrasi Nunukan Reza Pahlevi bersama Kasi Teknologi dan Informasi Keimigrasian, Jodhi Erlangga memperlihatkan WN Pakistan R dan H. (Foto Budi Anshori/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA -Proses pemeriksaan tiga warga negara (WN) Pakistan yang tertangkap setelah masuk secara ilegal ke wilayah Kabupaten Nunukan, Selasa 8 Januari 2023 berjalan lambat, karena  keterangan pelaku saling bertentangan dan terkesan berbelit-belit.

“Keterangan mereka tidak sinkron antara satu dengan lainnya dan kami melihatnya ada kebohongan yang sengaja ditutupi,” kata Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian (Inteldakim) Kantor Imigrasi kelas II Nunukan, Reza Pahlevi, Senin (30/01/2023).

Ketiga WN Pakistan itu, R (24), H (38) dan seorang perempuan inisial A berusia 16 tahun yang diamankan dalam kamar hotel di Kecamatan Nunukan . ketiganya diduga melakukan pelanggaran Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 tahun 2011 Tentang Keimigrasian.

R dan A masuk ke wilayah Nunukan tanpa dokumen paspor dan melalui jalur perjalanan ilegal, keduanya membuat janji bertemu dengan H di Kecamatan Nunukan dengan keperluan pernikahan antara A dan H.

“Pengakuan mereka, A dan H ingin melangsungkan pernikahan, adapun tugasnya R perantara menghubungan antara A dan H di Nunukan,” sebutnya.

Berdasarkan hasil pendalaman penyidikan Imigrasi Nunukan, H memiliki izin dokumen Kartu Izin Tinggal Terbatas (Kitas) dengan sponsor atau penjamin istrinya seorang warga Indonesia berdomisili Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Dari pemeriksan terungkap pula bahwa R memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) terbitan Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan dan terdaftar dalam aplikasi Disdukcapil. Namun, penyidik Imigrasi Nunukan meyakini R pernah memiliki paspor.

“R sempat memperlihatkan KTP, tapi tidak bisa berbahaya Indonesia, makanya penyidik memeriksa data paspor dan benar pernah memiliki paspor Pakistan berakhir tahun 2022,” sebutnya.

Keterangan R, H dan A yang saling bertentangan dan terkesan berbohong mempersulit proses pengungkapan perkara, penyidik meragukan keterangan ketiganya karena berubah-ubah dan tidak masuk akal.

Hal lain menghambat pemeriksaan adalah terkait komunikasi bahasa, dimana ketiganya hanya bisa menggunakan bahasa Urdu Pakistan dan sedikit bahasa Inggris, terkecuali R dapat sedikit memahami bahasa Melayu, Malaysia.

“R sudah sering melintas dari Tawau menuju Nunukan secara ilegal, adapun H sudah memiliki istri di Indonesia dan telah melakukan perjalanan ke 11 negara,” terangnya.

Terkait keberadaan wanita berusia 16 warga Pakistan, Reza menerangkan, status A dikategorikan korban karena masih berusia dibawah umur, A saat ini tetap diamankan di ruang detensi kantor imigrasi.

Namun lanjut dia, status A dapat berubah dari korban menjadi pelaku pelanggaran apabila nantinya dalam berkas pemeriksaan Kejaksaan Negeri Nunukan sebagai penuntut melihat A bersalah melakukan pelanggaran administrasi keimigrasian.

“Sampai hari ini belum ditemukan titik terang keberadaan mereka di Nunukan, kami sampai meminta penerjemah dari kedutaan Indonesia,” bebernya.

Gambaran yang dapat disimpulkan sementara oleh penyidik dari kedatangan ketiganya di wilayah Nunukan, adalah ingin membuat dokumen kependudukan Indonesia dan melangsungkan pernikahan H dan A.

“Untuk rencana pernikahan H dan A diakui oleh R, adapun H dan A sudah lama saling kenal sejak sama-sama di Pakistan,” tutupnya.

Penulis : Budi Anshori | Editor : Intoniswan

Tag: