OTT Tidak Membuat Kepala Daerah Kapok

Wakil Ketua KPK,  Alexander Marwata. (Foto Biro Adpim Setdaprov Kaltim)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Sejak Indonesia merdeka, korupsi sepertinya sudah dirasakan oleh Bung Hatta. Makanya beliau bilang jangan sampai korupsi menjadi budaya. Selama belasan tahun KPK hadir, sudah berapa kepala daerah yang mengalami OTT. Itu saja tidak membuat yang lain kapok.

“Ini menjadi keprihatinan kami. Kenapa terus berulang?” tanya Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  Alexander Marwata ketika memaparkan terkait korupsi yang menjerat banyak kepala daerah pada Rapat Koordinasi (rakor) Pemberantasan Korupsi Terintegrasi secara hybrid pada Rabu, 9 Maret 2022 di Kantor Gubernur Kaltim.

Rakoor digelar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim)  juga melibatkan Kementerian Dalam Negeri dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Turut hadir pada acara Inspektur Jenderal Kemendagri, Kepala Perwakilan BPKP, Kepala Kanwil ATR/BPN provinsi Kaltim, Kepala Daerah Kutai Barat, Kutai Timur, Berau, Bontang, Mahakam Hulu, Balikpapan, Kutai Kertanegara, Penajam Paser Utara, Paser, serta Forkompinda.

Menurut Alex, berdasarkan data Global Corruption Barometer (GCB) tahun 2020, survey kebiasaan masyarakat memberikan imbalan atas pelayanan publik yang diterima, ada beberapa alasan memberikan uang atau imbalan.

“Paling banyak karena tidak diminta atau sebagai ucapan terima kasih yaitu 33 persen. 25 persen karena sengaja diminta memberikan. 21 persen sebagai imbalan layanan yang lebih cepat. Dan sisanya 17 persen tidak diminta tapi biasanya diharapkan memberi,” jelas Alex.

Pengadaan barang dan jasa diatur

Hal tersebut, lanjut Alex,  membuktikan bahwa masyarakat semakin permisif terhadap korupsi atau serba membolehkan. Dalam statistik penanganan tipikor yang KPK kelola dari tahun 2004 hingga 2021, menunjukkan dua modus korupsi terbanyak yaitu terkait penyuapan serta pengadaan barang jasa (PBJ).

“Ketika proses PBJ diatur sedemikian rupa, ujungnya ketika ditelusuri ya ada korupsi juga. Perlu perubahan pola pikir dan perilaku bagi pihak yang biasa memberi maupun yang biasa menerima,” jelas Alex.

Mulai tahun 2022 KPK, Kemendagri, dan BPKP akan mengawasi bersama upaya pencegahan tindak pidana korupsi di Kaltim yang dilakukan dengan menggunakan sistem Monitoring Center for Prevention (MCP).

MCP  dapat digunakan untuk mengukur capaian keberhasilan perbaikan tata kelola pemerintahan secara administratif. Sehingga sistem ini bisa digunakan sebagai ukuran untuk membangun komitmen pemerintah daerah dalam melaksanakan pencegahan korupsi yang dilaporkan melalui MCP.

“Secara fakta di lapangan harus sama baiknya dengan nilai secara administratif. Jangan sampai tidak sinkron. Perlu penerapan tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik yang holistik dan adil sehingga rakyat dapat merasakan secara langsung manfaatnya,” tegas Alex.

KPK melalui Kedeputian bidang Koordinasi Supervisi melakukan monitoring, pendampingan, dan pengawasan atas implementasi 8 area perbaikan tata kelola pemerintah daerah. Delapan area intervensi tersebut meliputi Perencanaan dan Penganggaran APBD, Pengadaan Barang dan Jasa, Perizinan, Pengawasan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP), Manajemen ASN, Optimalisasi Pajak Daerah, Manajemen Aset Daerah dan Tata Kelola Keuangan Desa.

Apresiasi Kaltim

Dalam hal penertiban dan penyelamatan aset, KPK mengapresiasi atas keberhasilan 11 pemda di provinsi Kaltim tahun 2021 lalu telah menerbitkan sertifikat tanah pemda sebanyak 130 bidang senilai Rp164 Miliar. Pemulihan aset bergerak ataupun tidak bergerak senilai Rp128 Miliar.

Selain itu, PSU yang berhasil ditertibkan sepanjang 2021 senilai total Rp7,1 Miliar. Dan terakhir, penyelesaian tunggakan berhasil diselesaikan senilai total Rp117 Miliar.

Menutup kegiatan, Alex berharap agar apapun bisnis yang dilakukan di Kaltim memberikan manfaat luas untuk masyarakat Kaltim. Pajaknya dibayarkan, dampak lingkungan minim, perusahaan bertanggung jawab secara sosial. Alex berharap koordinasi pencegahan korupsi ke depan semakin baik.

“Jangan sampai tikus mati di lumbung padi. Seharusnya tidak ada masyarakat miskin di Kaltim. Ibukota Negara (IKN) juga menjadi prioritas kami. Ternyata lahan IKN itu tidak semuanya clean and clearing . Dari informan kami sudah ada bagi-bagi kavling. Bapak Presiden juga sudah meminta pengawalan IKN kepada KPK,” pungkas Alex.

Kaltim sudah menerapkan MCP

Sementara itu, Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi menyampaikan bahwa Kaltim sudah menerapkan MCP dengan 8 area strategis di tata kelola daerah dan hasilnya cukup memuaskan.

“Dari tahun ke tahun nilai MCP semakin membaik. Untuk Pemprov Kaltim nilainya 54% pada 2020, tahun 2021 naik menjadi 82%. Sedangkan untuk rata-rata pemda se-Kaltim memang masih rendah yaitu 65%. Tertinggi Balikpapan 89% dan terendah Mahakam Hulu 33%. Maklum masih baru,” tutur Hadi.

Hadi juga merasa sangat bersyukur ketika Kaltim ditetapkan sebagai IKN mengingat selama bertahun-tahun APBD Kaltim hanya Rp15 Triliun. Padahal secara luas, kurang lebih sama dengan pulau Jawa.

“Saya tahu APBD 6 Pemda di provinsi Jawa kalau digabung bisa mencapai Rp600 Triliun atau 60% APBD ada di Jawa. Sementara kami jauh dibawahnya. InsyaAllah ketika kami ditetapkan sebagai IKN, pembangunan tidak lagi hanya berpusat di Jawa, tetapi Indonesia sentris,” ujar Hadi.

Sumber : Biro Adpim Setdaprov Kaltim | Editor : Intoniswan

Tag: