Para Pakar Berkumpul, Bahas Persoalan Samarinda Sebagai Calon Kota Penyangga IKN

Suasana FGD di Hotel Grand Victoria Samarinda, Rabu (12/2) kemarin. (Foto : Niaga Asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Dalam perencanaan wajah masa depan Kota Samarinda sebagai salah satu penyangga utama ibukota negara (IKN) baru, diperlukan kajian mendalam, menelaaah berbagai permasalahan kompleks yang dihadapi ibu kota provinsi yang berjuluk Kota Tepian ini.

Sebagai salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan dalam mempersiapkan sumberdaya manusia, infrastruktur dan konsep mitigasi serta manajemen yang tepat dalam pengelolaan daerah aliran sungai (DAS), merupakan sudut pandang yang menarik.

Persoalan itulah yang dinilai para pakar, yang tergabung dalam gelaran acara Forum Kota Samarinda (FKS). Meski demikian, diskusi itu tentunya tidak mengesampingkan peran instansi terkait yang sudah melakukan tugas dan tanggungjawab, sesuai tupoksinya.

Diperlukan adanya kesepahaman antara penyelenggara negara, akademisi dan masyarakat sebagai salah satu stakeholder kota. Bahwa perencanaan kota adalah sebuah produk kolektif yang mengakomodir keinginan warga melalui identifikasi sosial, budaya dan keilmuan teknik yang saling mendukung.

Dalam Forum Grup Diskusi (FGD) ahli dari akademisi, dan praktisi bertemu untuk memberikan keilmuannya sebagai sumbangsih warga ibukota Kaltim ini. Dengan tajuk mencari solusi yang menjadi bahan kajian calon pemimpin Kota Samarinda masa depan sebagai penyangga IKN.

Kegiatan dilaksanakan bertempat di Ruang Princess Petung Room, Grand Victoria Hotel, Samarinda, mulai pukul 13.00 – 18.00 Wita.

“Kota Samarinda berhak atas pengelolaan yang ramah lingkungan, berkelanjutan dan memanusiakan warganya,” kata Ketua Panitia Acara Tiopan Gultom, kepada Niaga Asia di sela acara, Rabu (12/2) kemarin.

Dengan berlandaskan konsep kota pintar (smart city), sebagai basis dari sebagian besar pembangunan kota, konsep mitigasi sebagai serangkaian upaya untuk mengurangi adanya risiko bencana sangat diperlukan. Baik melalui pembangunan fisik dan peningkatan kemampuan, dengan tujuan dan fungsi untuk menghadapi ancaman bencana, maupun dengan melakukan sesuatu yang bersifat penyadaran.

“Persoalannya banyak, seperti tata ruang. Kota Samarinda bertumbuh dan kurang bisa dijaga oleh pemerintah. Memang sulit, apalagi banyak sekali permukiman yang tumbuh bukan di daerah yang seharusnya menurut RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah),” ujar Tiopan, yang juga akademisi Universitas Mulawarman bidang Teknik Sipil itu.

Menurut Tiopan, ada 3 hal utama, perlu diperhatikan oleh pemangku jabatan di Kaltim, khususnya Samarinda. Baik itu tentang pra bencana, evakuasi, dan pascabencana. Mengingat, saat ini sarat masalah tentang bentang alam dan luapan air ke darat, saat terjadi curah hujan dengan intensitas tinggi.

“Dulu mungkin daerah hijau tempat resapan air. Nah ini pasti terhambat pada pembiayaan bagi kota tentu saja. Oleh karena itu, pemerintah harus menyiapkan infrastruktur dengan sangat matang. Jika dibiarkan dengan tidak terkontrol, DAS akan susah terjaga, pemerintah kota juga akan sulit menyiapkan dana untuk infrastrukturnya. Akibatnya kota semakin kumuh, kemiskinan makin tinggi, dan semua akan berdampak,” beber dia.

Hal itu juga diperparah dengan minimnya drainase di beberapa wilayah pemukiman langganan banjir. Apalagi masih terhambat manajemen pemeliharaan, dan pengelolaan drainase yang ada.

“Kalau mau dipikir secara keteknik-sipilan, dampak dari tata ruang yang menyebar, menyebabkan tidak semua wilayah pemukiman bisa tersedia drainase. Tidak semua daerah banjir ada polder. Contohnya ada di Bengkuring,” katanya.

Kemudian, dalam merealisasikan hal tersebut, bukan hanya terkendala kajian yang tepat. Namun juga dari sisi ketersediaan anggaran dalam perwujudannya.

Tiopan juga menuturkan, persoalan bisa disiasati dengan memanfaatkan pembiayaan swasta. Kolaborasi anggaran antar penyelenggara negara dirasa mampu memenuhi hal tersebut. “Tentu saja biaya menjadi hambatan. Tapi, memanfaatkan sumber dana alternatif, sangat masuk akal bisa dilakukan,” ucapnya.

Yang utama dalam hal itu, adalah tetap menjaga kebudayaan sebagai wajah kearifan lokal masyarakat, yang memang tumbuh seiring bersama alam. “Biar bagaimanapun, Samarinda ini memang daerah rendah dibandingkan wilayah lainnya, secara geografis. Tapi, sejak lama awal sebenarnya kita di sini tidak masalah dengan hal itu,” tandas Tio.

Lebih lanjut, dia berharap hasil diskusi yang turut membahas persoalan ingkungan, hidrologi/geologi, keteknik-sipilan, tata ruang, urban design, klimatologi serta sosial ini dapat dijadikan pertimbangan sebagai grand design pembangunan. “Solusi ini diberikan kepada pemerintah dan juga partai politik. Ini pemikiran dari komunitas, dari bawah ke atas. Ini bisa jadi pertimbangan untuk pemimpin baru kedepan,” sebutnya.

Akademisi dari berbagai perguruan tinggi hadir dari diskusi keelompok di tiap konsentrasi. Selain itu, panitia turut menghadirkan beberapa tokoh kandidat bakal calon pemimpin Kota Samarinda.

Namun dalam diskusi tersebut, hanya terlihat diantaranya mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kaltim, Zairin Zain.

Ditemui, Zairin menuturkan kegiatan ini sangat baik. Terlebih sangat membantu pemerintahan dalam langkah kedepan. Menurut dia, selain soal kajian, dari sisi pemerintah penting juga untuk dipahami, terkait regulasi yang mengatur tata kelola sebuah wilayah.

Ada regulasi yang perlu dipersiapkan mulai dari tingkat kota sampai tingkat provinsi. Terutama di kota penyangga termasuk Kota Samarinda, serta Kota Balikpapan, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) dan Penajam Paser Utara (PPU).

“Harus segera mendalami apa saja yang menjadi dampak ibukota negara itu hadir. Apa yang harus dilakukan masing-masing daerah itu. Baik dari sisi penataan kota itu sendiri, juga sektor sosial ekonominya,” kata dia.

Kemudian, tugas kota penyangga adalah menjamin tersedianya setiap kebutuhan yang diperlukan ibukota. “Jadi tidak ada lagi mengambil dari luar daerah apalagi impor. Masa kita mau jadi penonton saja? Kita yang siapkan, itu peluangnya. Kita harus ambil potensi itu,” ungkap Zairin. (009)