Pemuka Agama hingga Tokoh Adat Papua Dukung Larangan Minuman Beralkohol

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Mohammad Toha saat mengikuti kunjungan kerja spesifik ke Jayapura, Papua, Kamis (9/12/2021). Foto : Tasya/mr

JAYAPURA.NIAGA.ASIA- Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Mohammad Toha mengatakan bahwa persepsinya terhadap minuman beralkohol  (Minol) merupakan bagian dari adat di Papua, adalah hal yang keliru.

Hal itu diketahui, kata Toha, usai mendengar dan menyerap aspirasi tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, hingga tokoh birokrat Papua yang justru meminta dengan tegas untuk melarang peredaran minuman beralkohol karena dinilai lebih banyak mudharat-nya dibandingkan keuntungannya.

“Ternyata tadi sepuluh tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh birokrat Papua menyampaikan dengan tegas sebaiknya ada larangan dan bukan pengaturan Minol. Karena mereka merasakan sendiri setiap harinya orang mabuk ini merugikan orang lain,” ujar Toha di Jayapura, Papua, Kamis (9/12/2021)

Politisi PKB ini sepakat jika orang yang dalam kondisi mabuk tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga orang lain. Karena dapat memicu perselisihan hingga mengancam ketertiban dan keamanan masyarakat.

Meskipun mayoritas penduduk Papua beragama kristiani dan katolik, Toha mengatakan, para tokoh agama yang hadir dalam pertemuan menegaskan jika Alkitab pun melarang minuman beralkohol. Karenanya masukan ini pun akan menjadi pertimbangan dalam pembahasan RUU Minuman Beralkohol.

“Mereka tidak setuju minol ini diedarkan bebas, bahkan mereka meminta untuk tutup semua dealer, diatributor, penjual larang untuk minum beralkohol. Secara agama kristen, di sini mayoritas kristen dan katolik juga mengatakan jika Injil Alkitab itu melarang minuman beralkohol. Itu yang kami dapat dari Papua,” terang Toha.

Legislator dapil Jateng V ini menjelaskan jika penyerapan aspirasi untuk membahas RUU Minol tidak akan berhenti di Papua. Pihaknya menegaskan akan mencoba untuk menghimpun masukan dari daerah lain khususnya Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Utara, untuk mengetahui peredaran minol dalam kehidupan adat istiadat dan tanggapan masyarakat mengenai pengendalian minol.

“Itulah makanya kita harus eksplore juga di wilayah-wilayah yang lain. Tadi saya sampaikan perkiraan saya terhadap Papua juga begitu, (Minol) sebagai adat, ternyata bukan. Nah coba kita nanti ke NTT hasilnya kayak apa, lalu Manado hasilnya kayak apa, Bali hasilnya kayak apa. Mungkin ada pencerahan juga seperti yang terjadi di Papua ini,” terangnya.

Ia optimis RUU Minol dapat segera dituntaskan usai menghimpun masukan dari berbagai wilayah. Ia meminta agar masyarakat dapat menunggu kehadiran UU tersebut untuk menjadi payung hukum peredaran minol.

“Pihaknya juga berharap jika RUU ini disahkan, maka Pemda dapat menyusun Perda yang sejalan dengan UU Minol yang dapat mencakup pengecualian penggunaan minol dalam kehidupan adat istiadat di setiap daerah,” ungkap Toha.

Sebelumnya, sejumlah tokoh agama dan tokoh adat yang hadir dalam pertemuan meminta kepada Badan Legislasi DPR RI untuk segera mengesahkan RUU Minol. Minol disebut sangat meresahkan masyarakat karena menimbulkan banyak kerugian dalam kehidupan bermasyarakat. Sejumlah kasus diantaranya kekerasan dalam rumah tangga yang berujung perceraian dan aksi kekerasan hingga bentrok antar warga.

Sumber : Humas DPR RI | Editor : Intoniswan

Tag: