Perkuat Keberlanjutan Sawit, ISPO Akan Diatur oleh Peraturan Presiden

aa
Menko Perekonomian, Darmin Nasution.

JAKARTA.NIAGA.ASIA-Pemerintah berencana menetapkan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) untuk diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres), setelah selama ini ISPO diatur berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No.19/Permentan/OT.140/3/2011. Hal ini disampaikan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dalam Rapat Koordinasi ISPO.

“Selama ini ISPO diimplementasikan berdasarkan Permentan. Kita perlu membuat standar yang paling seimbang. Sehingga harus dibuat kelembagaan dan mekanisme bekerja dari ISPO tersebut, dan untuk itu dibutuhkan pihak yang benar-benar independen, transparan, komprehensif, dan terkoordinir,” ujar Menko Darmin Jumat (21/12), di Kantor Kemenko Perekonomian.

Lebih lanjut dijelaskan tujuan dari perbaikan regulasi melalui Peraturan Presiden (Perpres) tersebut, yaitu:

  1. Memastikan pengelolaan kelapa sawit berkelanjutan di Indonesia
  2. Meningkatkan skala ekonomi, sosial budaya, dan kualitas lingkungan hidup
  3. Meningkatkan daya saing kelapa sawit Indonesia
  4. Berkontribusi pada penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan Intended Nationally Determine Contribution (INDC)

Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Musdalifah Machmud menuturkan ISPO bakal memberlakukan sistem grading terhadap perusahaan kelapa sawit, sehingga seluruh perkebunan swasta, plasma maupun swadaya akan terdaftar dan terpantau performanya. Sehingga kedepannya, perkebunan yang terdaftar dapat menunjukkan perbaikan performa untuk mendapatkan sertifikasi ISPO.

Sebelum ini, pemerintah pun sebenarnya telah mengambil sejumlah langkah strategis untuk memperkuat implementasi ISPO, baik kedalam maupun keluar, antara lain :

  1. Penguatan ke dalam: 
  2. Memperbaiki tata kelola perkebunan kelapa sawit, melalui peningkatan kepatuhan pelaku pelaku usaha terhadap peraturan perundangan, dalam pemenuhan prinsip, kiteria dan indikator dari perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan.
  3. Menumbuhkan rasa kepemilikan (ownership) atas sistem sertifikasi kelapa sawit berkelanjutan yang dimiliki oleh Indonesia
  4. Promosi ISPO di dalam negeri Kepada Kalangan Pemerintah (lintas kementerian) dan seluruh masyarakat, termasuk Masyarakat Ilmiah (Perguruan Tinggi), dan Masyarakat Media.
  5. Mendorong pekebun dalam persiapan program replanting, yang mensyaratkan ISPO (Permentan No. 18/2016 tentang Pedoman Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit).
  6. Penguatan ke Luar: 
  7. Membangun strategi komunikasi dan diplomasi tentang perkembangan Penguatan ISPO.
  8. Menggunakan wadah CEPA untuk memasukkan komoditi kelapa sawit sebagai materi dalam meja perundingan multilateral.
  9. Menggunakan CPOPC sebagai Forum Negara-Negara Produsen, untuk mempromosikan perkembangan Penguatan ISPO.

Indonesia-India Tindaklanjuti MoU

Indonesia dan India secara tradisional telah lama menjalin hubungan ekonomi yang saling menguntungkan, salah satunya dalam perdagangan minyak kelapa sawit. Data tahun 2017 menunjukkan, total nilai perdagangan kedua negara tercatat 18,1 miliar USD, dimana 34,8%-nya merupakan ekspor produk minyak sawit dari Indonesia ke India, atau senilai 4,9 miliar USD. Ini menunjukkan pentingnya minyak sawit bagi kedua negara.

“Hari ini kita akan berdiskusi untuk menindaklanjuti Nota Kesepahaman (MoU) antara The Solvent Extractors Association of India (SEA), Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), dan Solidaridad Network Asia Limited (SNAL) yang telah ditandatangani pada tanggal 16 Juli 2018 lalu di Jakarta,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud, Rabu (19/12) di Jakarta.

aa
Tindak Lanjuti Nota Kesepahaman, Produsen Sawit Indonesia – India Bertemu Diskusikan Tantangan Sawit Global

Musdhalifah menerangkan, MoU tersebut berisi kerangka keberlanjutan produksi minyak sawit dan perdagangan Indonesia-India. Tujuannya untuk mempromosikan pengembangan dan penggunaan minyak sawit Indonesia dan memfasilitasi implementasi Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) secara lebih luas. Ini semua untuk memajukan kepentingan produsen, pengolah, pengguna, dan konsumen melalui dukungan dan aktivitas pengembangan produk dan pasar.

Secara keseluruhan, pertemuan ini mendiskusikan tentang tantangan-tantangan global dalam perdagangan minyak sawit, khususnya di antara para mitra di Asia. “Konteks pertemuan ini memang business to business. Pemerintah berlaku sebagai fasilitator dan observer untuk melihat kerjasama B to B ini berjalan seperti apa,” sambung Musdhalifah.

Dalam lingkungan perdagangan secara global, kata Musdhalifah, ada hambatan perdagangan tarif dan non-tarif yang memberi ketidakpastian di antara negara-negara perdagangan sawit. Hal-hal tersebut dalam jangka panjang juga bisa mempengaruhi hubungan bilateral antara mitra dagang. “Padahal kan kita berharap ekspor sawit kita terus meningkat ke India. Untuk itu, kita perlu komunikasikan dengan baik agar jika ada potensi-potensi pemenuhan kebutuhan minyak nabati, India akan memilh Indonesia sebagai supplier utama mereka,” tegasnya.

Tantangan yang dihadapi saat ini, konsumen minyak sawit makin sulit mendapatkan produk dengan harga terjangkau. Di sisi lain, para petani kecil juga makin terjepit posisinya dalam rantai pasokan, padahal sebagian besar komoditas ini diproduksi oleh segmen petani kecil. Peran mereka sangat strategis dan berkontribusi signifikan terhadap ketahanan pangan global.

Di lain hal, permintaan global terhadap minyak nabati juga terus meningkat seiring dengan tantangan bagi industri minyak sawit yang turut meningkat pula. Pemerintah pun terus berupaya meningkatkan produktivitas petani kecil, sekaligus mengembangkan sisi hilir Crude Palm Oil (CPO) agar memberi nilai tambah. “Dalam hal keberlanjutan industri minyak sawit, kami juga terus memperhitungkan aspek lingkungan, ekonomi, sosial, dan pembangunan. Standar ISPO juga terus kita perkuat,” papar Musdhalifah.

Sementara itu Asisten Deputi Perkebunan dan Holtikultura Kemenko Perekonomian Wilistra Danny menambahkan, inisiatif pertemuan ini datang dari pemikiran bahwa Pemerintah senantiasa mencari cara untuk meningkatkan hubungan perdagangan yang saling menguntungkan antar kedua negara. Dalam konteks pertemuan ini, ia menilai perlu bagi Pemerintah untuk menjajaki peluang peningkatan perdagangan komoditas lain di luar minyak sawit. “Contohnya gula, India merupakan pemasok gula yang potensial untuk menutupi kebutuhan dalam negeri kita. Jadi bukan terbatas hanya pada (minyak) sawit. Tentu akan kita cari dan kaji skema mutual relationship yang paling cocok untuk itu”, ujar Wilistra.

Komitmen India

Di sisi lain, India juga menunjukkan komitmen mereka terhadap aspek keberlanjutan melalui pembentukan Kerangka Keberlanjutan Minyak Sawit India (The Indian Palm Oil Sustainability– IPOS) pada Juli 2017 yang juga dihadiri oleh Delegasi Indonesia. “Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia menyambut baik Framewok IPOS. Kita berharap dapat bekerja sama dengan industri minyak sawit India,” tutur Musdhalifah.

Ketua DMSI Derom Bangun juga turut menegaskan bahwa India adalah salah satu pengguna terbesar kelapa sawit Indonesia. Jadi komunikasi kedua pihak perlu dibangun tidak hanya antar pemerintah tetapi juga antar asosiasi.  “Jadi dari dua belah pihak akan membahas masalah-masalah yang dihadapi supaya bisa dicarikan solusinya. Kita harus pertahankan hubungan ini,” kata Derom Bangun.

Senada dengan hal tersebut, Musdhalifah menambahkan, SEA adalah salah satu organisasi terbesar di India sehingga bisa menjadi partnerpemerintah India. “Jadi kita berharap SEA bisa menjadi jembatan komunikasi atau penyambung lidah dengan pemerintahnya. Untuk itu, di forum ini kita betul-betul akan membahas tindak lanjut MoU tersebut agar India tetap jadi konsumen utama produk sawit kita,” pungkas Musdhalifah.

Hadir pula dalam kesempatan ini antara lain The President of SEA, Atul Chaturvedi; Managing Director of SNAL, Shatadru Chattopadhayay; Country Manager of Yayasan Solidaridad Network Indonesia, Kulbir Mehta; dan perwakilan dari Kedutaan Besar India di Jakarta.

Sumber: Kemenko Perekonomian