Persoalan Lingkungan di Kaltim Bukan Soal Ringan

Prof Daddy Ruhiyat saat bicara dalam pelatihan jurnalistik, di Hotel MJ Samarinda, Sabtu (7/9). (Foto : Niaga Asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Provinsi Kalimantan Timur tengah dihadapkan persoalan lingkungan yang tidak mudah diurai untuk diselesaikan. Apalagi, hampir 5 dekade, pembangunan ekonomi sebagian besar memanfaatkan hasil sumber daya alam di Kalimantan Timur.

Di tahun 2010, Pemprov Kalimantan Timur memulai komitmennya, untuk menggagas pembangunan hijau melalui program Kaltim Green. Komitmen itu, tentu tidak lepas dari peran serta masyarakat luas.

Deforestasi atau alih fungsi hutan di Kaltim sebagai salah satu paru-paru dunia, turut menaikkan emisi gas karbon, sehingga berdampak pada perubahan iklim, semisal terjadinya pemanasan global (global warming), menyusul meningkatnya suhu udara di muka bumi.

“Dewan Daerah Perubahan Iklim Kaltim dibentuk 2011, satu-satunya di Indonesia, untuk mencegah deforestasi dan degradasi hutan,” kata Ketua Dewan Daerah Perubahan Iklim Kalimantan Timur, Prof Daddy Ruhiyat, saat berbicara pada pelatihan jurnalistik Forest Carbon Partnership Facility (FCPF), di Samarinda, Sabtu (7/9).

Seiring waktu, Kalimantan Timur bersama provinsi Jambi, dipercaya dunia internasional sebagai pilot project penurunan emisi karbon. Program FCPF dimulai sejak 2016 lalu, dan Kaltim dipersiapkan menerapkan keberhasilan penurunan emisi karbon dalam 5 tahun mulai 2020-2024.

“FCPF fokus mencegah deforestasi hutan, bersama mitra global. Karena, tingginya emisi karbon disebabkan deforestasi hutan,” ujar Daddy

Perubahan iklim yang berdampak pada pemanasan global yang ditunjukkan dengan meningkatnya suhu udara di muka bumi, bencana banjir hingga meningkatnya permukaan air laut, salah satunya memang disebabkan deforestasi hutan.

“Saya sadari, soal lingkungan di Kalimantan Timur ini, belum ditangani dengan baik. Ini bukan persoalan ringan,” demikian Daddy. (006)