Polres Nunukan Gagal Temukan Perbuatan Melawan Hukum H Batto

Kawasan perkebunan kelapa pandan di bekas hutan mangrove di Desa Binusan Dalam Nunukan. (Foto Istimewa/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Penyidik Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Reskrim Polres Nunukan gagal menemukan perbuatan melawan hukum yang dilakukan H. Batto atas dugaan pengrusakan hutan mangrove  seluas 80 hektar  untuk lahan perkebunan kelapa pandan di Desa Binusan Dalam, Nunukan, Kaliman Utara.

“Lahan itu bekas tambak milik masyarakat yang tidak terkelola hingga ditumbuhi pohon mangrove,” kata Kanit 2 Tipiter Reskrim Polres Nunukan, Ipda Andre Azmi Azhari pada Niaga.Asia, Senin (26/09/2022).

Lahan sekitar 80 hektar dibeli  H batto dari masyarakat dan digunakan untuk perkebunan kelapa pandan tidak berada dalam kawasan konservasi mangrove dan tidak pula ditemukan adanya kegiatan dari pemerintah untuk pembudidayaan mangrove.

Keberadaan tanaman mangrove di kawasan bekas tambak perikanan tersebut tumbuh liar sendiri tanpa dikelola oleh pemerintah, sehingga tidak ada kerugian dari pihak pemerintah atas pengrusakan  mangrove.

“Ahli dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pemprov Kalimantan Utara (Kaltara), menerangkan lahan tersebut bukan konservasi mangrove dan tidak ditemukan adanya upaya pemerintah menanam mangrove disana,” jelas Ipda Andre Azmi Azhari.

Mnurutnya, keterangan ahli DLH Pemprov Kaltara tidak berbeda dengan ahli dari Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Nunukan yang menyebutkan, bahwa lahan tersebut masuk kawasan Areal Penggunaan Lain (APL) Desa Binusan Dalam.

Keterangan dua ahli pemerintah ini menjadi dasar rujukan penyidik menyimpulkan dalam perkara ini belum ditemukan adanya perbuatan melanggar hukum dari H. Batto sebagai pembeli lahan dan pemilik usaha perkebunan kelapa pandan.

“Merusak mangrove pasti pelanggaran, tapi masalahnya lahan itu bukan konservasi mangrove pemerintah,” bebernya.

Andre mengakui penyelidikan perkara dugaan pengrusakan mangrove di Desa Binusan Dalam memakan waktu lama karena terkendala koordinasi dengan ahli di Pemprov Kaltara dan pengumpulan alat bukti.

Meski belum menemukan perbuatan melawan hukum, penyidik tidak serta merta menutup perkara. Sebab, penguasaan lahan yang begitu luas untuk perkebunan perlu diperjelas apakah perusahaan atau perorangan.

“Lahan perkebunan terpisah-pisah yang totalnya hampir 200 hektar, kita belum tahu bentuk usaha ini apakah perusahaan atau perorangan,” tutur Ipda Andre Azmi Azhari.

Penulis : Budi Anshori | Editor : Intoniswan

Tag: