Polsek Kota Nunukan Selesaikan 16 Perkara Ringan Lewat Restorative Justice

Kapolres Nunukan AKBP Ricky Hadiyanto (niaga.asia/Budi Anshori)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA — Prinsip pemulihan kembali pada keadaan semula dan mengembalikan pola hubungan baik dalam masyarakat menjadi alasan Polsek Nunukan, mengedepankan Restorative Justice (RJ) atau Keadilan Restoratif dalam menyelesaikan perkara ringan.

Tercacat sedikitnya 16 perkara pidana ringan tahun 2022 yaitu 2 kasus pencurian, 5 kasus penganiayaan, 1 kasus pengeroyokan, 3 kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan 2 kasus Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) diselesaikan lewat keadilan restoratif.

“Dalam minggu ini ada empat perkara ringan restorative justice di Polsek kota Nunukan,” kata Kapolres Nunukan AKBP Ricky Hadiyanto didampingi Kapolsek kota Nunukan Iptu Sony Dwi Hermawan kepada niaga.asia Selasa.

Empat perkara ringan yang diselesaikan lewat keadilan restoratif dalam minggu ini adalah 2 perkara pencurian alat komunikasi atau handphone dan 1 perkara KDRT dan 1 perkara penganiayaan dalam keluarga.

Dua perkara perkara pencurian handphone lebih dikarenakan kelalaian dari pemiliknya yang lupa meninggalkan barang di suatu tempat. Di mana akibat kelalaian itu muncul niat orang lain untuk menguasai dengan alasan tidak mampu membeli.

“Terlapor rata-rata orang tidak mampu yang ingin memiliki handphone. Kebetulan melihat barang tanpa pemiliknya, muncullah niat menguasai,” ujar Ricky.

Dari kedua perkara itu Ricky menerangkan pelaku awalnya tidak memiliki rencana menguasai barang milik orang lain. Namun karena situasi dan keadaan muncullah niat jahat tidak mengembalikan barang ke pemiliknya.

Sebagai aparat penegak hukum, Polisi tentunya wajib melakukan tindakan penyelidikan terhadap setiap laporan masyarakat yang merasa kehilangan harta benda, meski kehilangan itu akibat kelalaian dia sendiri.

“Kami lakukan penyelidikan terhadap orang-orang yang menguasai handphone ini. Setelah diinterogasi mereka mengaku menemukan barang itu di suatu tempat tanpa diketahui pemiliknya,” ujar Ricky.

Atas permintaan masing-masing pelapor, kedua perkara pencurian handphone diselesaikan lewat keadilan restoratif dengan pertimbangan rasa iba atau kasihan setelah melihat kondisi ekonomi para terlapor.

Pelapor yang iba melihat kondisi terlapor mencabut laporan dan atas permintaan sendiri mengajukan penyelesaian perkara di luar pengadilan, difasilitasi penyidik Polsek Kota Nunukan.

“Lokasi kejadian pertama di Jalan Porsas Nunukan, pelapor ND status pelajar dan terlapor AT status ibu rumah tangga. Kejadian kedua di Jalan Pasir Putih Nunukan, pelapor MH dan terlapor MS,” terang Ricky.

Selanjutnya, kasus KDRT antara suami dan istri yang berujung laporan tindak pidana kekerasan ke Polsek kota Nunukan, HM (36) melaporkan suaminya MY (36) telah melakukan pemukulan ke bagian wajah dan kepala menggunakan tangan kosong serta bagian kaki menggunakan sapu.

Kasus KDRT itu berawal dari kemarahan suaminya kepada istri, yang tidak bersedia memberikan handphone kepada anaknya yang rewel dan menangis. Keduanya lantas terlibat cekcok mulut hingga terjadi penganiayaan suami kepada istrinya.

“Pertimbangan restorative justice karena luka tidak terlalu berat dan pasangan suami ini memiliki anak balita. Kalau bapaknya dipenjara, ibunya tidak bekerja, kasihan anaknya,” katanya.

Penyelesaian perkara di luar pengadilan juga dilakukan terhadap laporan kekerasaan antara korban IN (24) sebagai adik yang tidak terima dipukul oleh RN (32) yang tidak lain adalah kakak kandungnya sendiri.

Korban dan pelaku yang sama-sama sudah berkeluarga tinggal dalam satu rumah bersama keluarga lainnya. Korban ketika itu menegur pelaku yang sedang bermain bersama anaknya sekitar pukul 23.00 Wita.

“Adiknya ini menegur kakaknya jangan bermain karena sudah terlalu malam. Lalu si kakak tidak terima ditegur memukul adiknya,” demikian Ricky.

Penulis : Budi Anshori | Editor : Saud Rosadi

Tag: