
NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Masyarakat yang tinggal di pedalaman Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, seperti Kecamatan Sebuku terancam kesulitan mendapatkan sembilan bahan pokok dan kebutuhan rumah tangga lainnya sebab, pemilik kapal angkutan sembako protes dan mogok paska adanya penangkapan oleh Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan (Satgas Pamtas) RI-Malaysia Yonarmed 18/Komposit di Nunukan.
Ketua Asosiasi Agen Kapal Pedalaman (AAKP) Nunukan, Baharuddin Aras mengatakan, pemilik kapal sepakat mogok pasca penangkapan kapal-kapal beserta muatannya oleh Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan (Satgas Pamtas) RI-Malaysia Yonarmed 18/Komposit di Nunukan.
“Kami pemilik kapal takut ditangkap, begitu pula pemilik barang , karena akan rugi jika muatan disita petugas, makanya kita mogok,” kata Baharuddin pada Niaga.Asia, Selasa (21/06/2022).
Kapal pengangkut sembako mogok mulai kemarin, Selasa (21/06/2022) dan akan terus mogok selama tidak ada jaminan ditangkap dari pemerintah dan aparat keamanan.
Penangkapan kapal-kapal pengangkut sembako dari Kecamatan Nunukan menuju Kecamatan Sebuku sangat merugikan banyak pihak, karena barang-barang yang dikirim diperuntukan bagi beberapa wilayah lainnya di sekitarnya, misalnya Kecamatan Tulin Onsoi, Sembakung, dan Lumbis.
“Kenapa sembako dikirim jumlahnya banyak, karena barang-barang diperuntukan bagi beberapa kecamatan di sekitar Sebuku. Hampir 90 persen kebutuhan sembako di pedalaman diambil dari Sebuku,” kata Baharuddin.
Minta Jaminan Tertulis
Berkaitan dengan tingginya ketergantungan masyarakat pada produk dari Malaysia, misalnya daging, sosis, minyak goreng dan produk olahan lainnya, menurut Baharuddin, pedagang dari Sebuku membelinya dari pedagang di Nunukan. Sedangkan beras, sayuran, dan telur berasal dari Sulawesi.

“Kalau semua sembako ditangkap, mau makan apa lagi masyarakat. Kebutuhan akan sembako dari Malaysia sudah sejak Indonesia merdeka,” terangnya.
Sementara itu, Wakil AAKP Nunukan, Jamaluddin Dasi meminta pemerintah daerah dan satuan pengamanan baik TNI dan Polri, sebaiknya duduk bersama membahas persoalan penangkapan serta penyitaan barang-barang makanan Malaysia di wilayah Nunukan.
“Kebutuhan sembako kita masih bergantung dengan produk Malaysia, kalau suplai barang dilarang, mau ambil dimana lagi,” ujarnya.
Kapal-kapal kayu pengangkut sembako ke wilayah Sebuku berukuran cukup besar dari beban muatan 30 ton sampai 100 ton. Jika kapal tersebut mogok, maka terjadi gejolak harga di wilayah pedalaman.
“Pemilik kapal dan nahkoda sepakat mogok selama pemerintah tidak bisa memberikan jaminan keamanan secara tertulis disertai tanda tangan,” tegasnya.
Menurut Jamaluddin, berdagang sembako yang berasal dari Malaysia sudah menjadi bagian dari hidup rakyat, sudah jadi kearifan lokal, karena dengan sembako Malaysia rakyat memenuhi kebutuhan hidupnya.
“Kalauk kapal dan pedagang membawa barang-barang berbahaya dengan alasan penyakit dan kesehatan, oke lah ditangkap. Tapi kalau barang sembako dan lainnya, ya janganlah,” ujarnya.
Mogoknya kapal angkutan sembako dilakukan bersamaan penyitaan atau penahanan kapal pada 14 Juni 2022 oleh Satgas Pamtas RI-Malaysia, karena ditemukan membawa daging, sosis, nugget, karpet dan beberapa jenis barang lainnya produk Malaysia.
Selama ini kapal yang rutin mengangkut sembako dari Nunukan ke Sebuku antara lain, KM. Imasemase, KM Bulungan Putra, KM Restika 04, KM Nur Fadil, KM Asyifa, KM Sinar Harapan, KM Sinar Harapan 04 dan KM Kamelia.
“Barang-barang yang diangkut kapal itu milik beberapa pedagang lokal di Sebuku yang dibeli di Nunukan, tidak benar kapal berangkat dari Tawau langsung menuju Sebuku,” tutupnya.
Penulis : Budi Anshori | Editor : Rachmat Rolau
Tag: SembakoTransportasi Laut