PT SAK Terancam Rugi Gegara Terkendala Izin di Dishut Kaltim dan Rekomendasi di KSOP Samarinda

Kepala Bagian Administrasi dan Humas PT SAK, Ahmar Anas (kanan) saat menyampaikan keterangan perihal kesulitan mendapat izin dari Dishuta Kaltim dan rekomendasi Pemanfaatan Garis Pantai dari KSOP Samarinda dalam jumpa pers di Samarinda, hari ini, Sabtu (13/11/2021).  (Foto Intoniswan/Niaga.Asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-PT Sendawar Adhi Karya (SAK), perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dari Hutan Tanaman Industri (HTI) di Kutai Barat (Kubar) terancam rugi besar dan negara berpotensi kehilangan penerimaan dari PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak)  Sektor Kehutanan kurang lebih Rp200 miliar, gegara satu izin belum terbit dari Dinas Kehutanan (Dishut) Kalimantan Timur (Kaltim) dan satu rekomendasi dari Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Samarinda, juga belum terbit.

Izin dari Dishut Kaltim yeng belum terbit adalah izin Tempat Penampungan Terdaftar Kayu Bulat (TPT-KB) Antara di Kampung Sedurun belum diterbitkan Dishut Kaltim. Sedangkan rekomendasi Pemanfataan Garis Pantai (dalam hal ini sungai) dari KSOP Samarinda, juga belum terbit, sehingga tidak bisa mengurus izin Pemanfaatan Garis Pantai di Kementerian Perhubungan di Jakarta.

“PT SAK terancam rugi besar sebab, sudah dua tahun lebih tidak bisa mengeluarkan kayunya dari hutan, kemudian sejak setahun lalu sudah mulai memberhentikan 75 persen pekerjanya, karena tak mempunyai dana lagi menggaji pekerja,” ungkap Kepala Bagian Administrasi dan Humas PT SAK, Ahmar Anas dalam jumpa pers di Samarinda, hari ini, Sabtu (13/11/2021).

Menurut Ahmar, jumlah kayu dari HTI seluas 11.000 hektar yang tidak bisa keluar atau diperdagangkan lebih kurang 500.000 m3. Kayu di HTI itu sudah memasuki masa panen sejak dua tahun lalu, tapi karena terkendala izin TPT-KB Antara dan izin Pemanfaatan Garis Pantai dari Kementerian Perhubungan, terpaksa tidak dipanen.

“Kalau kayu di HTI itu kita panen/tebang, tapi tidak bisa dikeluarkan dari lokasi kan bisa membusuk kayunya,” ujarnya.

Dampak dari  belum terbitnya izin TPT-KB dan rekomendasi dari KSOP Samarinda untuk mengurus Izin Pemanfaatan Garis Pantai, dalam hal ini memanfaatkan sungai untuk menaikkan kayu ke ponton atu kapal, tidak satu batang pun kayu bisa digerak PT SAK dari areal hutannya seluas 25.400 hektar.

“Di usaha sektor kehutanan ini sangat ketat, apabila kayu digerak dari lokasi ke tempat lain atau ke TPT-KB Antara dan menaikkan ke ponton atau kapal, harus sudah ada izinnya, karena nama-nama tempat tersebut harus dilaporkan secara online dalam bentuk laporan harian,” kata Ahmer.

Kemudian, dampak lain dari belum adanya kedua izin tersebut, negara berpotensi kehilangan PNPB Sektor Kehutanan dari PT SAK, dalam hal ini tidak menerima Dana Reboisasi (DR) dan Pungutan Sumber Daya Hutan (PSDH)  dari 500.000 m3 kayu dikalikan Rp400.000/m3.

“Kalau dihitung, jumlahnya, 500.000 m3 x Rp400.000 =Rp200 miliar. Selain negara kehilangan PNPB, Pemkab Kutai Barat juga kehilangan potensi menerima DBH (Dana Bagi Hasil) Sumber Daya Hutan yang disetor PT SAK,” terangnya

Ahmer menegaskan, urusan izin TPT-KB Antara dari Dishut Kaltim dan rekomendasi dari KSOP Samarinda, tak selesai-selasai, malahan tambah rumit sebab, petugas dari kedua instansi tersebut tidak mau turun ke lapangan, memeriksa titik koordinat tempat yang digunakan PT SAK menempatkan kayu sebelum dinaikkan ke ponton atau kapal.

“Kalau kedua instansi tersebut menugaskan pegawainya melakukan pemeriksaan lapangan, sebetulnya izin  dari Dishut dan rekom dari KSOP sudah selesai sejak setahun lalu. Bahkan tanggal 7 Mei 2021, malahan menerbitkan surat yang ditujuka ke PT SAK menghentikan kegiatan,” pungkas Ahmer

Penulis : Intoniswan | Editor : Intoniswan     

Tag: