Ratusan Ribu Pemilih Tambahan Terancam Tidak Bisa Nyoblos

aa
ilustrasi

JAKARTA.NIAGA.ASIA-Komisi  Pemilihan Umum telah menyelesaikan rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap tambahan (DPTb) secara nasional, yakni sebanyak 275.923 yang melakukan pindah memilih. Data tersebut sudah terekap dari 87.483 TPS yang tersebar diseluruh Indonesia. Dengan rincian 30.118 desa kelurahan, 5027 Kecamatan, dan 496 kabupaten/ kota yang melakukan kegiatan pindah memilih.

Kendati demikian, menurut Komisioner KPU, Viryan Azis mengatakan bahwa pihaknya mengalami kendala, yakni pengadaan surat suara akibat banyaknya pindah pemilih yang didata oleh KPU.

“Nah ini kendala yang sekarang kita hadapi. Jadi pertama terkait dengan penyiapan surat suara untuk pemilih DPTb. Sebagian dari pemilih DPTb yang sudah terdata terancam tidak bisa menggunakan hak pilih karena ketersediaan surat suara,” ungkapnya di Gedung KPU, Menteng, Jakarta, Kamis (21/2).

Kemudian, Viryan mengatakan bahwa keterbatasan surat suara disebabkan di beberapa titik jumlah pemilih DPTb terbilang besar. Undang-undang mengatur bahwa ketersediaan surat suara yang dilebihkan hanya 2% saja per TPS.

Ia juga menuturkan banyaknya pindah pemilih yang terancam tidak bisa mencloblos berasal dari pemilih yang berada di lingkungan satu perusahaan yang jumlah pegawainya ribuan namun terdaftar di satu TPS yang sama. “Bagaimana dengan pegawai perusahaan misalnya di teluk Bintuni di Papua Barat dari 8000 pegawai nya 6.000nya itu dari warga luar daerah tersebut, dan jarak perusahaannya itu jauh dari perkampungan sekitar. Mau tidak mau, KPU tengah memikirkan untuk membentuk TPS di tempat tersebut,” jelas Viryan.

Untuk data pindah memilih terbanyak berasal dari Provinsi Jawa Timur sebanyak 60.000 orang, lalu ada Provinsi Jawa Timur sebanyak 40.000 orang dan Provinsi Jawa Barat sebanyak 11.000 orang.

Tidak berdiam diri atas kendala tersebut, KPU telah meminta jajarannya untuk bergerak melakukan penyisiran terhadap potensi DPTb di desa kelurahan yang berjumlah 83.405. Kemudian, KPU juga menyampaikan kepada sejumlah pihak-pihak terkait. Contohnya, dari perusahaan atau dari lembaga pendidikan yang tidak memberikan akses kepada pemilih untuk didata, akan dikenakan sanksi pidana.

“Di pasal 15 Undang-Undang 7 tahun 2017 tentang pemilu, apabila menghalang-halangi pemilih untuk terdaftar itu bisa dikenai dikenakan sanksi pidana dan ini akan kami sampaikan banyak pihak mungkin belum mengetahui hal ini. Karena berdasarkan laporan yang ada, sejumlah perusahaan belum memberikan akses,” terangnya.

Lebih lanjut, Viryan menuturkan pihaknya akan berkoordinasi dengan Dukcapil, Komisi II, serta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mencari jalan keluar terhadap masalah tersebut.

“Kta berharap hal hal demikian bisa di carikan jalan keluarnya sehingga pelayanan pemilih tanggal 17 April tetap bisa kita layani sama untuk seluruh pemilih di TPS baik pemilih DPT maupun DPTb,” tandasnya.

Sumber: Media Indonesia