Rusak Mangrove, Penimbunan Pantai di Jalan Lingkar Dihentikan Satpol PP Nunukan

Sisa-sisa penebangan pohon mangrove masih terdapat di tepi pantai (Foto : Budi Anshori/Niaga Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol – PP) Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, menghentikan penimbunan pantai tanpa izin oleh oknum pengusaha lokal yang dampaknya telah merusak tanaman mangrove.

“Sudah kami larang dan hentikan kegiatan terkait penimbunan pantai di Jalan Lingkar, Kecamatan Nunukan, kata Kasat Pol PP Nunukan Abdul Kadir kepada Niaga.Asia, Kamis (09/09).

Kadir menjelaskan, kewenangan pengelolaan laut beserta izinnya menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi Kaltara. Pemerintah daerah melalui Satpol PP hanya sebatas menghimbau dan menegur agar menghentikan aktivitas.

Pemerintah Nunukan telah melakukan himbauan dan larangan membangun ataupun mengelola pantai laut tanpa izin, terutama terhadap kegiatan yang berdampak merusak tanaman mangrove di sepanjang pantai.

“Ada plang larangan terpasang disana memuat peraturan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 05 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat,” sebutnya.

Dalam Perda Nomor 05 Tahun 2017 pasal 21 disebutkan, setiap orang dilarang merusak hutan mangrove, sedangkan dalam ketentuan pidana pasal 50 menyatakan selain dipidana sanksi administrasi, pelanggaran Perda dapat dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp 50 juta.

Berdasarkan Perda itu, kata Kadir, Satpol PP menghimbau masyarakat tidak menebang dan atau merusak pohon bakau di sepanjang kawasan Jalan Lingkar, termasuk membangun tempat penjemuran rumput laut.

“Haji Batto yang bikin penimbunan itu, kata mereka mau bikin tempat-tempat pinggiran pantai seperti di Losari di Sulawesi,” terangnya.

Dihubungi terpisah, Kepala Bidang Penataan Hukum dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Nunukan, Ahmad Musafar mengaku tidak mendapatkan tembusan izin penebangan mangrove atau izin lingkungan.

“Kalau perizinan semua di provinsi apakah soal kelautan ataupun penebangan mangrove di tepi pantai,” sebutnya.

Pengelolaan pinggir laut atau pantai, ataupun laut sudah harus diawali dengan penerbitan izin lingkungan.

“Apalagi di lokasi kegiatan terdapat tumbuhan mangrove yang mungkin keberadaanya ditanam pemerintah berapa tahun lalu,” katanya.

DLH Nunukan tidak memiliki kewenangan mengawasi kegiatan masyarakat atau lembaga usaha yang tidak memiliki izin lingkungan. Sehingga, Jika dalam aktivitas muncul kerusakan, maka pengelola dapat dipidanakan sesuai peraturan.

“Yang jelas pengelolaan tepian pantai itu tidak ada izinnya, kami juga tidak tahu untuk kegiatan apa itu,” tutur Musafar.

Tanaman mangrove merupakan sumber daya penting dalam menjaga keberlanjutan ekosistem pesisir pantai yang berfungsi sebagai ruang berkembangbiaknya sumber daya ikan dan sekaligus menahan abrasi.

Beberapa Undang – Undang (UU) terkait hutan mangrove adalah UU No 41/1999 tentang Kehutanan, UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, UU No 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, dan UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup UU.

Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau – pulau kecil telah menempatkan hutan bakau sebagai sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang didalamnya terdapat ancaman pidana terhadap penebangan dan pengrusak hutan mangrove.

Penulis : Budi Anshori | Editor : Intoniswan

 

 

Tag: