Semua Batubara Legal

Catatan Intoniswan

Batubara  dalam permukiman dan atau di lahan pertanian masyarakat di Desa Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu seperti inilah yang diperdagangkan Ismail Bolong. (Foto Istimewa)

DALAM lima tahun terakhir terjadi dikotomi pada batubara Kalimantan Timur (Kaltim). Batubara dipilah-pilah menurut asal usulnya, sehingga ada batubara legal, batubara ilegal, batubara koridoran, dan ada pula batubara PKBP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara), IUP (Izin Usaha Pertambangan) Umum dan IUP Khusus.

Tapi yang ramai  atau hot dibicarakan adalah batubara ilegal. Secara faktual sebetulnya tidak ada batubara yang ilegal. Semua batubara Kaltim legal, karena saat diperdagangkan semuanya dilengkapi asal-usul dengan jelas, kalau tak ada surat keterangan asal usulnya dari perusahaan batubara PKP2B, IUP Umum dan IUP Khusus, batubara tersebut tak bisa diperjual-belikan.

Fakta juga menunjukkan, batubara yang ditambang dalam kawasan permukiman masyarakat, sebetulnya secara administratif berada dalam wilayah tambang perusahaan batubara pemegang IUP Batubara maupun  IUP Khusus (pengganti sebutan bagi sebagian PKP2B).

Pelaku usaha tambang menyebut tambang batubara dalam kawasan permukiman rakyat atau lahan masyarakat sebagai tambang koridor. Tambang batubara koridoran dapat diartikan sebagai kegiatan mengeksploitasi batubara yang terdapat pada lorong-lorong atau kawasan yang menghubungkan wilayah tambang suatu perusahaan, dimana di dalam kawasan tersebut sudah ada permukiman masyarakat.

Secara umum, banyak orang berpendapat bahwa tambang batubara koridoran adalah tambang ilegal, padahal sebetulnya legal sebab, aktivitas eksploitasi batubara dalam kawasan berdekatan dengan permukiman tersebut atau dalam lahan pertanian masyarakat, sebetulnya sepengetahuan, bahkan bisa jadi seizin pemegang IUP di wilayah tersebut, sera ada pemberian kompensasi kepada masyarakat.

Pemegang IUP Batubara tidak menambang sendiri batubara dalam atau berdekatan dengan permukiman sebab, pertama; secara teknis terkendala peraturan teknis penambangan batubara, dimana  dalam tata kelola dan kegiatan usaha pertambangan batubara yang melarang melakukan kegiatan pertambangan di sekitar pemukiman warga. Batas minimal 500 meter dari pemukiman warga. Menambang batubara kurang dari 500 meter dari permukiman melanggar ketentuan teknis pertambangan.

Kedua; pemegang IUP tidak menambang sendiri batubara dalam kawasan permukiman atau lahan pertanian masyarakat, selain karena melanggar teknis menambang, juga tak ingin berkonflik dengan masyarakat di sekitar tambang.

Meski demikian, kalau ada aktivitas tambang batubara dalam kawasan permukiman atau dalam kawasan pertanian masyarakat, seperti yang diduga dilakukan Ismail Bolong dan banyak pengusaha lainnya, bukan berarti dilakukansama sekali  tanpa sepengetahuan pemegang IUP di wilayah tersebut.

Tim Ditjen Gakkum Kementerian LHK gerebek aktivitas tambang batubara di kawasan IKN Nusantara di Samboja, Kutai Kartanegara (Foto : KLHK)

Batubara dalam kawasan permukiman atau lahan pertanian masyarakat, pada umumnya dieksploitasi oleh oknum yang punya pengaruh di masyarakat, termasuk disegani oleh pemegang IUP Batubara.

Oleh oknum yang punya pengaruh “kuat” tersebut, batubara yang ada dalam kawasan permukiman atau lahan pertanian masyarakat, ada yang ditambang sendiri, tapi ada pula yang “dikontrakkan” ke  orang lain dengan imbalan fee dalam jumlah tertentu.

Selanjutnya yang tentu jadi pertanyaan banyak orang adalah, mengapa aktivitas yang demikian berjalan lancar saja. Jawabnya kembali, fee dari batubara yang ditambang dal;am kawasan permukiman dan lahan pertanian masyarakat, ibarat hujan, tersebar “merata”.

Masyarakat yang di lahan pertaniannya terdapat batubara, mendapat fee antara Rp25 ribu sampai dengan Rp40 ribu dari setiap ton batubara. Batubara dengan kualitas terburuk, fee-nya Rp25 ribu per ton. Selain itu, yang lain-lain juga kecipratan.

Batubara koridoran itu ada yang kembali ke pemegang IUP, ada pula yang diperdagangkan secara bebas. Pembeli batubara koridoran yang diperdagangkan secara bebas di Kaltim, ada beberapa orang, tapi yang paling terkenal ada TP.

TP membeli batubara koridoran sangat murah, hanya dikisaran Rp400 ribu per ton. Tapi TP memberikan jaminan pelaku tambang koridoran tak ada yang akan menangkap. TP menjalankan koordinasi ke tiga pilar, kata teman. Kapan menambang dan kapan harus off menambang TP yang menentukan.

Celaka, ketika pelaku tambang koridoran mengalihkan penjualan batubara ke pihak lain, TP mulai “mengerjai” pelaku tambang koridoran. Misalnya batubaranya terjaring dalam razia, alat berat yang digunakan menambang disita penegak hukum.@