NUNUKAN.NIAGA.ASIA-Saat Polres Nunukan masih mengumpulkan berbagai bahan dan keterangan terkait pembabatan hutan mangrove sekira 80 hektar di Desa Binusan Dalam, Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, oleh oknum yang diduga akan membuka perkebunan kelapa pandan, Polisi menemukan plang PT NBS – KOPKAR Matariti – Sinaru di atas lahan tersebut.
Kasat Reskrim Polres Nunukan, Marhadiansyah Tofiqs Setiaji, pada Niaga.Asia, Rabu (23/03/2022) mengatakan, belum tahu siapa pemilik perusahaan itu atau pengurus KOPKAR Matariti-Sinaru.
Menurut Marhadiansyah, temuan plang bertulisan PT NBS – KOPKAR di hutan mangrove itu, menjadi catatan penting penyidik, karena sudah ada kejelasan siapa yang harus dipanggil untuk dimintai keterangannya terkait izin membabat hutan mangrove, maupun izin membuka perkebunan kelapa pandan.
“Penyidik baru akan memanggil pengurus PT NBS dan KOPKAR, apabila menemukan petunjuk dan bukti-bukti adanya pelanggaran hukum terkait pembabatan magrove dan membuka perkebunan kelapa panda,” ujarnya.
“Penyidik belum punya bukti-bukti adanya pelanggaran dalam membuka perkebunan kelapa itu,” sambung Marhadiansyah.
Masih Mengumpulkan Keterangan
Tentang dugaan adanya pelanggaran terkait pembabatan hutan mangrove oleh oknum untuk usaha kelapa pandan, Marhadiansyah, menjelaskan, penyidik Polres Nunukan saat ini masih mengumpulkan bahan dan keterangan dari pejabat pemerintah dan ahli.
“Dari pihak-pihak terkait yang sudah dimintai keterangan, diketahui lahan tempat tumbuhnya mangrove tersebut, statusnya kawasan APL (Areal Penggunaan Lain),” ungkapnya.
Pihak-pihak yang sudah dipanggil dan memberikan keterangan, antara lain pejabat di Bidang Tata Ruang di Dinas Pekerjaan Umum Nunukan dan pejabat di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Nunukan.
“Pejabat dari DLH, dalam keterangannya, memastikan DLH tidak pernah menerbitkan izin, atau memproses pengesahan dokumen Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) kepada siapapun, baik itu soal hutan mangrove maupun kegiatan membuka kebun kelapa pandan,” kata Marhadiansyah.
Sementara, Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) sudah memenuhi panggilan Polisi. Kepada penyidik diterangkan bahwa, kewenangan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) di wilayah 12 mil dari daratan.
Marhadiansyah mengatakan, dalam rangka melaksanakan penyelidikan, penyidik akan berkoordinasi dulu dengan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kalimantan Utara. Koordinasi diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya pelanggaran dan pengrusakan mangrove.
Penyidik, lanjut Marhadiansyah, juga akan minta pendapat ahli dari Balai Pengelola Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL), tujuannya untuk mendalami kemungkinan adanya pelanggaran, ketika hutan mangrove dibabat. Kemudian, penyidik juga akan mengumpulkan berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk peraturan daerah, peraturan bupati soal hutan mangrove.
“Kalau kasus yang ditangani pengrusakan hutan, tidak sulit, sebab sudah ada Undang Undang Kehutanan yang mengaturnya. Tapi, kalau pengrusakan mangrove di APL, perlu dicari dulu peraturan yang mengaturnya,” kata Marhadiansyah.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, adanya pengrusakan hutan mangrove di Desa Binusan Dalam, bermula dari Sekretaris Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Panjiku Nunukan, Haris Arlek.
Atas temuannya itu, Haris juga menyampaikan laporan ke DLH Nunukan, namun tidak kunjung mendapat respon dan tindakan di lapangan. Pengrusakan tanaman mangrove dimulai tahun 2019 hingga 2022.
Menanggapi persoalan ini, Plt Kepala DLH Provinsi Kalimantan Utara, meminta DLH Nunukan tidak lepas tangan terhadap pengrusakan mangrove di wilayahnya. Ada kewenangan Dinas kehutanan bersama DLH kabupaten mengatasi lingkungan di daerahnya, tidak bisa lepas tangan begitu saja,” kata Hamsi.
Penulis : Budi Anshori | Editor : Rachmat Rolau
Tag: Hutan Mangrove