Soal LPG 3 Kilogram Langka, Azmi Azaki: Rantai Pasok Tidak Dikelola dengan Baik

Elpiji tiga kilogram. (Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan)

PASER.NIAGA.ASIA – Baru-baru ini masyarakat Kabupaten Paser kesulitan mendapatkan LPG (elpiji) tiga kilogram atau gas subsidi. Masyarakat harus antre sejak pagi hingga siang hari di pangkalan elpiji untuk mendapatkan gas elpiji.

Kelangkaan ini bukan kali pertama terjadi di Kabupaten Paser. Kelangkaan ini juga membuat harga elpiji 3 kg di pengecer jauh lebih mahal mencapai Rp70. 000 per tabung. Permasalahan ini sangat berdampak terhadap masyarakat kecil serta pelaku usaha ekonomi mikro kecil. Mengakibatkan aktivitas sehari-hari masyarakat kecil terganggu.

Koordinator Komunitas Peduli UMKM Kabupaten Paser, Muhammad Azmi Azaki menilai operasi pasar gas elpiji tiga kilogram yang kini dilakukan oleh Pertamina  hanya berdampak sementara, apabila rantai pasokan tidak dikelola dengan benar.

“Kalau cuma operasi pasar, terus pengecer dibiarkan menjual gas elpiji subsidi dalam jumlah besar. Tidak ada juga HET di pengecer akan terulang lagi, harga pasti tidak normal,” kata Azaki di Tanah Grogot, Jumat (21/7/2023).

Azaki juga membandingkan antara harga elpiji non subsidi nyaris sama. Seperti halnya harga  elpiji nonsubsidi 5,5 kilogram. Pertamina telah menyampaikan nilai jual ke konsumen antara Rp100.000 sampai Rp127.000.

Jika diambil harga resmi terendah elpiji nonsubsidi hanya seharga Rp 18.000 per kilogram. Tapi di pasar harganya mencapai Rp 70.000, itu sama saja harganya dengan Rp. 23.000 per kilogram.

“Harga ini jauh lebih mahal dari harga non subsidi selisihnya sampai Rp5 ribu,” tuturnya.

Azaki mendorong pemerintah daerah membuat kebijakan teknis, tentang pola penjualan di tingkat pengecer. Pasalnya soal kenaikan harga elpiji subsidi terus berulang setiap tahunnya dan hampir tidak pernah ada solusi jangka panjang.

“Harus ada kebijakan teknis soal ini. Jangan sampai pengecer dibiarkan begitu saja,” lanjut Azaki.

Ditambahkan, meskipun kebijakan Pertamina hanya agen dan pangkalan yang bisa menjual barang subsidi, nyatanya barang masih dengan mudah dijual oleh pengecer. Hal itu membuat

masyarakat miskin dan pelaku UMKM yang menjadi korban.

Pelaku UMKM merupakan basis ekonomi negara, yang bisa bertahan dalam kondisi ekonomi apapun sehingga perlu perhatian khusus.

“Mudahan ini bisa cepat selesai, biar tidak timbul konflik sosial dan ekonomi,” tutupnya.

Penulis: Kontributor Niaga.Asia, Luthfi | Editor: Intoniswan

 

Tag: