Soal UU KPK yang Baru, Bagir Manan: Wajar Mendapat Penolakan

aa
Bagir Manan (kanan) bersama wartawan senir dari Tempo Grup, Bambang Harymurti dan I made Katayasa. (Foto Intoniswan/Niaga.Asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Ketua Mahkamah Agung Tahun 2001-2008, Prof. Dr. Bagir Manan, SH, MCL bicara soal UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru dan kemudian ditolak mahasiswa dan masyarakat.

“Wajar mahasiswa dan masyarakat menolak,” kata Bagir Manan ketika berbicara dalam Workshop “Pemberitaan Pers Pasca pemilu 2019 dalam Menjaga Keutuhan dan Kestabilan Sosial Menuju Pilkada 2020.” yang diikuti para pemimpin redaksi media di Kaltim, pengurus asosiasi dan perusahaan pers, serta jurnalis di Hotel Bumi Senyiur Samarinda, Kamis (3/10/2019).

Dalam kegiatan yang sama, Dewan Pers juga menghadirkan sebagai pemateri  Bambang Harymurti, wartawan senior, membahas liputan dengan tema “Peliputan Pilkada 2020, Belajar dari Peliputan Pemilu 2019.” dan Anggota Dewan Pers, Asep Setiawan  berbicara dalam tema “Peliputan Pemilu 2019 Mengawal Janji-Janji Kampanye.” Workshop dipandu I Made Kartayasa, jurnalis TVRI Kaltim.

Menurut Bagir Manan yang juga Ketua Dewan Pers Periode 2010-2013 dan 2013-206, merevisi UU hanya dalam waktu 13 hari dan disahkan beberapa minggu sebelum berakhirnya keanggotaan DPR-RI Periode 2014-2019, tentu pantas dipertanyakan maksud dan tujuannya. “Merevisi UU dalam waktu 13 hari, jelas tidak memadai,” katanya.

Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Padjajaran Bandung ini juga menambahkan, karena yang dilakukan DPR terkait dengan UU KPK serba terburu-terburu, akhirnya terbentuk asumsi UU KPK yang baru itu untuk melemahkan KPK. “Tidak bisa juga disalahkan mahasiswa dan masyarakat berpkir demikian,” ujarnya.

Bagir Manan  berpendapat, DPR memang berwenang mengesahkan UU sebelum masa baktinya berakhir, tapi tidak etis me-sahkan UU sangat mepet dengan berakhirnya masa baktinya. Apa lagi UU yang mau disahkan begitu banyak, termasuk KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana).

“Banyak wartawan meminta pendapat saya soal UU KPK dan KUHP, tapi saya lebih memilih mengatakan tidak tahu. Baru hari ini saya bicara,” ungkapnya.

Dalam negara yang demokrasi, semua lembaga masing-masing punya kewenangan, tapi tidak etis kewenangan digunakan secara sembrono, karena kewenangan haruslah digunakan untuk menjaga keutuhan dan kestabilan sosial, dan kesejahteraan rakyat.

“Publik berpendapat, korupsi menganggu tercapainya rakyat yang sejahtera. Publik percaya KPK bisa diandalkan memberantas korupsi. Ketika kewenangan KPK diganggu dengan UU yang baru, akhirnya rakyat protes,” pungkasnya. (001)

 

Tag: