Tantangan PDAM Samarinda pada Persoalan Topografi Kota

aa
Direksi PDAM Tirta Kecana Kota Samarinda, dari kiri, Direktur Umum, Yusfian Noor, Direktur Utama, Nor Wahid Hasyim, dan Direktur Teknik, Ali Rahman di acara “Coffee Morning” bersama wartawan di Samarinda, Rabu 27/2). (Foto Intoniswan)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Cakupan pelayanan air bersih dari PDAM Tirta Kencana Kota Samarinda untuk masyarakat sebetulnya terus meningkat. Kalau menggunakan hitungan BPS (Badan Pusat Statistik) 1 sambungan rumah (SR) untuk 4,3 jiwa, cakupan pelayan baru sekitar 76%. Tapi kalau menggunakan standar nasional 1 SR untuk 6 jiwa, cakupan pelayanan sudah  sekitar 93%.

Tantangan yang dihadapi  PDAM dari dulu sampai sekarang adalah persoalan luasnya wilayah Samarinda yakni 718 Km2 dengan topogragi sekitar 45 persen bergelombang atau perbukitan. Untuk mengalirkan air ke 7.000 pelanggan yang tinggal di perbukitan perlu tekanan air yang tinggi, perlu investasi untuk membeli peralatan yang dinamakan boster.

Kemudian, tingkat kehilangan air juga masih tinggi yaitu sekitar 38%, untuk mengatasi hal itu PDAM menargetkan bisa ditekan sebesar 2% per tahun. Sedangkan investasi yang diperlukan untuk mengatasi kehilangan air, juga perlu investasi membangun prasarana dan sarana distrik monitoring area (DMA). Biaya pembangunan 1 DMA berkisar antara Rp400-Rp500 juta.

Demikian dikatakan secara terpisah oleh Direktur Utama PDAM Tirta Kencana Samarinda, Nor Wahid Hasyim, ST, MM, Direktur Teknik, Ali Rahman, dan Direktur Umum, Yusfian Noor, SE dalam acara “Coffee Morning” bersama wartawan di Samarinda, Rabu 27/2).

Menurut Nor Wahid, meski patokan untuk menghitung cakupan pelayan berbeda-beda, PDAM akan lebih konsentrasi pada peningkatan kualitas pelayanan dan dalam tahun ini akan dilakukan survei untuk mengukurnya tingkat kepuasan pelanggan, walau air mengalir ke pelanggan ada yang sudah 24 jam, ada yang 12 jam, dan ada yang 8 jam  per hari karena faktor topografi kota. “Hasil survei tingkat kepuasan pelanggan itu nanti akan digunakan PDAM sebagai pedoman meningkat kualitas pelayanan,” katanya.

Sementara Yusfian Noor mengungkapkan, untuk meningkatkan kualitas pelayanan diperlukan investasi. PDAM sendiri kemampuan keuangannya sangat terbatas karena, harga air yang berlaku sekarang dan kelas pelanggan yang ada, 91% pelanggan membayar air di bawah harga produksi, sedangkan pelanggan yang membayar harga air di atas biaya produksi jumlahnya hanya 9%. “Sebanyak 91% pelanggan membayar air PDAM 3.731 per m3, padahal biaya produksi Rp4.519,60 per m3. Selisih harga itu disubsidi oleh 9% pelanggan,” ungkapnya.

Sedangkan Ali Rahman menjelaskan, untuk memeratakan aliran air ke 7.000 pelanggan yang tinggal di perbukitan perlu penambahan alat yang disebut boster. Kegunaannya untuk meningkatkan tekanan air agar sampai ke pelanggan. “Boster yang mendesak diadakan adalah untuk pelanggan di Samarinda Seberang, Palaran, dan Loa Janan Ilir,” ujarnya.

Ali juga menambahkan, untuk peningkatan kualitas pelayanan karena penduduk terus bertambah, juga diperlukan peningkatan produksi air dan itu memerlukan investasi. Investasi diharapkan berasal dari bantuan Pemprov Kaltim. “Pak Wali (Wali Kota Samarinda-H Syaharie Jaang) sudah mengusulkan bantuan ke Pak Gubernur,” katanya.

Sekarang ini, lajutnya, sudah ada SPAM Sungai Kapih, tapi masih belum memproduksi air karena belum ada intake-nya. Sedangkan di Kahold ada intake tapi menganggur karena tak terhubung ke SPAM. “Cocoknya, agar SPAM Sungai Kapih memproduksi air bersih, dibangun pipa di bawah sungai Mahakam ke intake Kahold sepanjang lebih kurang 500 meter,” kata Ali. (001)