Tata Niaga Ayam Potong Perlu Diintervensi Pemerintah Daerah

nur
Muhammad Nur (kedua dari kanan) didampingi staf menjelaskan perkembangan keuangan dan inflasi sehubungan dengan Idul Fitri 2018. (Foto: Intoniswan)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Tata niaga ayam potong di Kalimantan Timur (Kaltim)  yang terindikasi dikuasai oleh beberapa orang pengusaha (oligopoli) perlu diintervensi pemerintah daerah di Kaltim sebab, dari bulan ke bulan sepanjang tahun, terutama di bulan tertentu (Ramadhan dan Tahun Baru) harga naik dan menjadi penyumbang inflasi.

Hal itu dikatakan Kepala Bank Indonesia Perwakilan Kalimantan Timur, Muhammad Nur menjawab Niaga.Asia dalam konferensi pers dengan sejumlah wartawan di Samarinda, Kamis (28/6/2018).

Berdasarkan cacatan Niaga.Asia, harga ayam potong di Samarinda sepanjang tahun tidak pernah stabil, harga naik turun kadang-kadang tidak masuk akal, bahkan seperti diatur oleh produsen ayam potong. Bisa dalam selang satu minggu harga ayam potong naik dari Rp32.000 ke Rp36.000 per kilogram. Bahkan 10 hari sebelum hari raya Idul Fitri harganya  mencapai Rp60.000 per ekor. Jumlah pengusaha ayam potong di Samarinda ada sekitar 6 orang dan saling punya hubungan kekeluargaan. Sebagian besar kandang ayam potong pengusaha itu ada di wilayah Kutai Kartanegara dan sebagian keci di Samarinda.

Menurut  Nur, ada 2 macam intervensi yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengendalikan harga ayam potong. Pertama; menata ulang tata niaga ayam potong dengan memperhatikan mata rantainya perdagangannya dan mencermati di mata rantai yang mana men yebabkan harga mahal.

Kedua; memperhatikan jumlah pengusaha yang bergerak di sektor usaha ayam potong. Kalau jumlahnya sangat sedikit, maka pemerintah daerah membuka peluang kepada pengusaha baru masuk di sektor tersebut agar tak ada lagi oligopoli.

“Apa yang menjadi pilihan pemerintah daerah dalam mengintervensi harga ayam potong tersebut, apakah masuk melalui perusda di perdaganganya atau masuk di usaha hulunya, membuka usaha ayam potong, sangat bisa dilakukan karena pemerintah daerah punya perusahaan daerah,”: kata Nur.

Diungkapkan pula, sebenarnya TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah) sudah mengetahui adanya oligopoli dalam perdagangan ayam potong, termasuk Pemerintah Kota Samarinda. Sudah ada rencana menata ulang tata niaga ayam potong tersebut dengan memangkas mata rantainya yang menyebabkan harga mahal. “Bagaimana konsep penataan tata niaga ayam potong itu, BI belum mendapatkan perkembangannya,” ujarnya.

Pada bagian lain Nur menambahkan, harga barang yang cenderung tak terkendali di Kaltim  di bulan Mei dan Juni, terutama mendekati hari raya Idul Fitri hanya ayam potong, tapi secara nasional juga begitu. Meski sumbangan harga ayam potong terhadap pembentukan inflasi di bulan Juni, Nur yakin tak berpengaruh besar pada tingkat inflasi di tahun 2018. “Hingga bulan Juni ini kita cermati inflasi di Kaltim tahun 2018 masih dikisaran 3%, kita akan cegah supaya tidak menyentuh angka 4%,” terangnya.  (001)