SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Polemik aktivitas perusahaan tambang CV Sanga-Sanga Perkasa (CV SSP di Sanga-Sangan Dalam, Kabupaten Kutai Kartanegara mendekati titik akhir setelah Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Kutai Kartanegara menolak mengesahkan dokumen lingkungan UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup) yang dimohon CV SSP.
Penolakan pengesahan dokumen UKL-UPL CV SSP tersebut tertuang dalam surat resmi DPMPTSP Nomor: 660.4/132/BID.III.3/DPMPTSP tanggal 21 Februari 2019 yang ditandatangani Bambang Arwanto selaku Kepala Dinas, perihal penolakan penerbitan Izin Lingkungan UKL-UPL. Surat tersebut ditujukan kepada Direktur CV SSP.
Atas terbitnya surat DPMPTSP Kukar tersebut, warga Sanga-Sanga Dalam, RT 24, Kutai Kartanegara, yang jadi lokasi CV SSP menambang batubara dan Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang mendesak Gubernur Kaltim mencabut IUP (Izin Usaha Pertambangan) CV SSP. “Dasar hukum yang bisa digunakan gubernur mencabut IUP CV SSP suda ada, surat DPMPTSP Kukar tersebut,” kata Ketua Forum Warga RT 24 Sanga-Sanga Zainuri didampingi Dasi selaku Sekretaris Forum dan Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang diacara konfrensi pers di Samarinda, Rabu (27/2)
Menurut Zainuri, IUP CV SSP sudah seharusnya dicabut agar tidak menimbulkan masalah terus menerus terhadap lingkungan dan masyarakat. “Oknum CV SSP masih berusaha memasukkan alat berat menambang batubara,” katanya.
Selain minta kepada gubernur agar mencabut IUP CV SSP, warga juga berharap Pemprov Kaltim memerintahkan kepada direktur CV SSP menutup lubang bekas tambang agar tidak menimbulkan korban jiwa. “Eks lokasi tambang SSP rusak dan perlu langkah-langkah untuk dilakukan reklamasi supaya bisa produktif di masa yang akan datang,” kata Zainuri.
Pradarma Rupang dari Jatam mengatakan, dari hasil inventarisasi di lapangan, CV SSP meninggalkan 2 lubang bekas galian tambang seluas sekitar 6 hektar dengan kedalaman sekitar 50 meter, dengan jarak dari rumah penduduk terdekat hanya 57 meter. “Itu akan menjadi ancaman, saya tidak mendoakan bahwa agar ada korban. Tapi itu tidak ada penjagaan, tidak ada pagar, dan tidak ada upaya untuk memastikan tidak ada ancaman di situ,” tegas Rupang. (001)